Minggu, 13 Februari 2011

Satu malam bersama Sam - 1

Pukul 10.00 malam, suara musik masih terdengar mendayu-dayu. Setengah jam lalu aku baru kembali dari pertemuan panjang. Melelahkan. Untung saja besok diselingi dengan 1 hari istirahat. Kucoba kembali konsentrasi ke layar televisi, ada tayangan menarik. Tapi semakin dicoba semakin aku membayangkan suasana di bar.

Akhirnya kuputuskan untuk keluar. Kuganti baju terusan warna kulit berbahan kaos agak ngepas mengikuti lekuk tubuh. Tanpa lengan, dengan panjang 15 cm di atas lutut. Dan dengan belahan leher, belahan belakang serta lingkar lengan yang sangat rendah. Memamerkan lekuk buah dadaku dari depan dan samping yang tak dilindungi bra. Karena bahannya kaos, bayangan putingku tercetak jelas. Hmm.. Cukup menarik, kutatap bayangan di kaca besar dekat pintu. Yup.. Siap untuk menikmati malam ini. Kukalungkan tas kecil dengan tali panjang menyilang dan kukenakan sepatu terbuka dengan hak 4 cm. Dengan tinggi 170 cm dan berat 54 kg ukuran dada 34B, rambut tebal sebahu, aku merasa makin seksi.

Hotel ini memang terkenal dengan entertainmentnya, kamar-kamarnya pun diberi nama berdasarkan jenis musik yang ada. Tiba di bar, kutebarkan pandangan ke sekeliling. Tampaknya tidak ada lagi meja kosong di depan panggung. Kupilih untuk duduk di barisan meja bar, tepat di bawah panggung. Kupesan shooter kesukaan sebagai pembuka. Hentakan musik band yang ada malam itu sungguh menggugah untuk bergoyang di tempat. Bartender tersenyum melihat aku bergoyang.

"Enjoy" ujarnya seraya meletakkan minuman.
"Sendiri aja?" lanjutnya
"Iya. Kok rame sih hari ini?" tanyaku karena hari ini bukan malam Minggu
"Oh, ladies night. Selalu rame" ujarnya kemudian menghilang sibuk dengan pesanan lain.

Musik berganti, lagu Senorita dari Justin Timberlake tak bisa kulewati begitu saja. Di belakangku juga sudah mulai penuh dengan muda mudi yang asik bergoyang. Kuhabiskan shooterku dalam satu kali teguk. Kutenggelamkan diri mengikuti arus. Uhh.. Asiknya bergoyang. Tak kupikirkan lagi dengan siapa aku bergoyang, ganti berganti, kadang dengan wanita kadang dengan pria. Hingga akhirnya penyanyi band turun ke meja bar mengajak para wanita untuk bergoyang dengannya di atas meja. Tentu saja tak kulewatkan kesempatan ini. Lagu berganti lagu tapi aku terus menikmati, apalagi sang penyanyi tak mau jauh-jauh dariku. Keringat yang mengalir di badan, tak kuhiraukan. Bisa dibayangkan seperti apa pemandangan bagian depan bajuku. Tapi aku tak peduli. Semakin menarik banyak perhatian.

Akhirnya tiba para pemain band harus beristirahat, musik live pun berhenti. Sang penyanyi mengucapkan terima kasih dan mengecup pipiku halus. Kuberi senyuman kecil. Kuturuni meja, agak sukar, namun sebuah uluran tangan datang membantu.

"Hi, enjoy the night?" suara si pemilik tangan itu ketika aku sudah duduk di bangku.
"Yeah, and.." Kutengok sebentar setelah merasa pasti.
"Kamu juga?" Ia mengangguk.
"Boleh saya tawarkan minuman?"
"Sure." Kusebut salah satu nama cocktail dan ia memesan pada bartender.
"So, sendiri aja nih. Atau suaminya lagi sibuk dengan meeting?" Aku tertawa atas pertanyaannya yang langsung dan menyelidik. Kuangkat jari jemari.
"Belum laku."
"Sama dong" jawabnya sambil menunjukkan 10 jarinya.

Baru kuperhatikan wajahnya dengan lebih jelas. Mm.., tampan juga. Kulit sawo matang, rambut klimis tercukur rapi, dengan postur tubuh tinggi. Sangat pas. Aku tahu mungkin diapun sudah dari tadi memperhatikan gerak gerikku. Dengan duduk di bangku bar ini, ia bisa mendapatkan pemandangan lebih leluasa. Tungkai panjang yang kusilangkan, mengangkat ujung rok makin mendekat ke pangkal paha. Memamerkan pahaku yang putih mulus. Belum lagi tonjolan dada putihku yang masih dialiri keringat halus dan cetakan puting yang semakin jelas. Dengan kesibukanku melap keringat di tengkuk dan daerah sekitar dada, yang menyebabkan kedua tanganku ke atas serta memperlihatkan ketiakku, sudah semakin menambah pemandangan indah baginya.

"Kamu sendiri sama siapa?" tanyaku kemudian.
"Tuh, gerombolan di situ yang dari tadi rame" tunjuknya ke arah belakang kami. Tak kusangka teman-temannya malah berteriak heboh ketika tatapan kami berpaling ke arah mereka. Sekitar 6 orang berpasangan.
"Nggak usah dihiraukan."

Aku tersenyum dan melambai sekenanya ke arah mereka, walaupun tidak jelas apa yang diserukan ke arah kami. Perbincangan berlanjut ke topik ringan. Mm.. Pasangan yang enak diajak berbincang. Tidak membosankan, ada saja yang bisa kami bincangkan. Aku menikmati saat-saat bersamanya. Dan kami bisa lepas tertawa tanpa rasa sungkan.

Tak terasa para pemain band kembali lagi manggung, gemuruh musik kembali membangunkan para muda mudi dari tempat duduk, termasuk kami berdua. Kuikuti irama musik di bangku sambil memegang gelas. Baru kusadar ada yang tertinggal,

"Nama kamu siapa?" tanyaku dekat sekali di telinganya.
"Sam" serunya di telinga.
"Dea" sahutku memperkenalkan diri
"Hi" balasnya disambung dengan kecupan halus di pipiku.

Aku hanya tersenyum menanggapi kecupannya dan melanjutkan bergoyang. Hentakan musik yang keras karena hanya berjarak beberapa meter dari kami, kadang menyebabkan kami harus menempelkan mulut dan bibir di telinga lawan, sekedar melanjutkan perbincangan. Hal ini semakin mendekatkan tubuhnya dengan tubuhku. Sam sengaja berdiri sementara aku tetap duduk di bangku bar. Tangannya pun sudah tak sungkan lagi. Sudah berani memegang pundakku atau tanganku atau kadang ujung pahaku. Kubiarkan saja. Aku menikmatinya juga. Dan tak bisa ditutupi, pandangan tajam matanya sering menatap belahan putih di dadaku. Apalagi dengan jarak yang semakin dekat, tak mungkin lagi untuk menghindar.

"Sam. Gantian duduk, Sam." Aku ingin berdiri. Agak pegal juga.
"Ga apa-apa, aku ingin bergoyang sambil berdiri.." akhirnya Sam duduk, melihat tatapan yakinku.

Aku lanjutkan lagi bergoyang. Mengangkat kedua tanganku, menggoyang pinggul, memainkan bibirku dan kadang menatap nakal ke arahnya. Begitu berulang-ulang. Mungkin tak tahan melihatku seperti itu, ditariknya pinggangku perlahan mendekat.

"Kamu cantik" bisiknya di telinga dari arah belakang. Kini tubuhku berada di dalam rengkuhan, di antara kakinya, hingga ia bisa memeluk erat.
"Kamu bikin aku horny" ucapnya lagi, kali ini diikuti dengan kecupan di telingaku.

Aku merinding kegelian, berusaha menjauh tapi malah didekapnya aku dari belakang semakin erat. Aku membalikkan badan. Menatap, mengerling ke arah selangkangannya dan tersenyum nakal.

"Really?" sekedar mengganggu.
"Iya." Matanya tak lepas dari belahanku yang sudah sangat dekat di hadapan mata.
"Apalagi yang putih mulus itu"

Kutaruh kedua siku tanganku ke belakang, kusandarkan ke meja bar hingga dadaku semakin membusung. Dengan keringat halus yang masih menempel, benar-benar sudah semakin mencetak jelas putingku, bukan hanya ujungnya tapi lingkar sekitarnya juga tercetak jelas..

"Ga ada penahannya, loh" aku menurunkan tali bajuku setengah lengan sekedar membuktikan dan beraksi seakan mengintip buah dadaku sendiri.
"Ikut liat dong" geraknya mendekat. Dengan cepat kututup lagi.
"Eh, ga boleh."
"Kok ga boleh. Boleh, ya. Aku harus ngapain, biar dibolehin?" rayunya cepat, memohon. Sambil pura-pura berpikir, kubusungkan dada. Sengaja kubiarkan agak lama.
"Ok. Sini deh." Kudekatkan lagi bibirku ke telinganya
"kalau kamu bisa buka CD-ku, kamu boleh lihat semua" kumundurkan lagi wajah, ingin melihat reaksinya.
"Ha..!" tatapannya beralih ke bawah, ke arah selangkanganku yang tertutup baju dan kembali menatapku. Namun sesaat kemudian, senyum nakal dan kerlingan menghias wajahnya.
"OK."

Ditariknya aku ke pelukannya. Begitu dekat, berhadapan tapi bukan untuk berciuman. Kulingkarkan tanganku di lehernya. Tangannya mulai bergerilya. Menyusuri punggungku halus merayap kemudian ke lekuk pantatku, ditepuk-tepuknya sebentar dan diremas. Bikin aku terpekik sesaat. Wajah kami tetap dekat, saling menatap dan merasakan dengusan halus napas masing-masing. Makin ke bawah, kedua tangannya mendekati ujung baju. Ditariknya ke atas perlahan. Aku sempat melihat sekeliling, ingin memastikan tidak ada yang memperhatikan.

"Takut ada yang liat?" Aku hanya tersenyum. Kubusungkan lagi dada, sekedar memacu gerak tangannya. Sembulan putih mulus kembali menarik tatapannya dari wajahku ke arah dada.
"Pingin aku gigit. Bikin merah. Bikin basah."
"Really?" tatapanku seolah menyepelekannya

Sekali singkap, kedua tangannya sudah berada di balik bawahanku. Bahkan tidak hanya sekedar mengelus kedua paha tapi juga selangkanganku.

"Oh.."
"Basah, Dea.." ujarnya makin mendekat. Hampir seperti bisikan. Kini giliran tanganku, mengusap-usap pahanya.
"Hmm.. Pake tali." Akhirnya tau juga dia.

Tadi sengaja kupilih CD mini dengan tali tipis di kedua sisi. Tangannya bergerak terampil. Membuka temali satu persatu dan menarik perlahan. Uphh.. Terlepas sudah dan terasa dingin. Tak ada yang menutup selangkanganku, membuat aku merasa semakin seksi. Digenggamnya CD di tangan kiri dan 2 jari tangan kanannya yang masih di bawah, mengusap halus daerah sensitifku dari arah depan.

"Ohh.." Enak sekali rasanya.
"Ini, CD kamu. Baunya enak," ujarnya sambil mengacungkan CD warna senada dengan bajuku, yang diciumnya terlebih dahulu.

Aku bergerak agak mundur, mengambil CD dan menyimpan di dalam tas. 2 tangannya sudah keluar dari balik baju. Diciumnya jari kanan yang sudah basah cairanku dengan penuh rasa, dan dimasukkan ke dalam mulut. Dikulumnya. Gerakan bibirnya benar-benar seksi. Membangkitkan birahi. Kutarik jarinya keluar dari mulutnya, kumasukkan dalam mulutku. Kukulum, kujilat, keluar masuk mulut, sambil menatapnya tajam.

"Kamu.. Kamu bikin aku tambah horny," ujarnya lagi sambil menarik jarinya.
"Really..?" lagi-lagi itu yang kuucapkan dengan manja sambil menatap nakal.

Ada napas birahi mulai menyusup di antara kata-kataku. Kemudian kuraba selangkangannya. Gembulan lunak. Membesar. Kuusap-usap. Ke atas ke bawah. Bikin dia tambah panas.

"Aku pingin kamu, Dea" bisiknya kemudian. Matanya penuh harap, penuh birahi. Kumainkan ujung hidungku di hidungnya sambil tertawa genit.
"Aku juga pingin kamu, Sam" kerlingku memberikan lampu ijo. Sam cepat memanggil bartender dan menyelesaikan pembayaran.

Kemudian kutarik tangannya, kutuntun ke tempat para muda bergoyang. Aku tahu, dia sudah tak tahan tapi masih ada keinginan untuk melantai, mumpung sebentar lagi band akan selesai dan bubaran. Kugoyangkan tubuhku dengan erotis. Mengangkat tanganku ke atas, mengacak rambutku, bergoyang menempelkan tubuhku di tubuhnya sambil sengaja membiarkan ia merasa kenyalnya buah dadaku.

Tangannya pun tak mau diam, ditariknya aku mendekat. Dibiarkan aku meliuk-liuk sementara lengannya erat di pinggangku, sambil menggosok-gosok kegembulan yang ada di balik celananya ke arah selangkanganku. Genggaman eratnya turun ke arah pantat. Karena tahu pantatku telanjang, tangannya mengusap-usap nakal dari luar, menggelindingkan jarinya di belahan pantatku. Tangannya berusaha menarik ujung bajuku ke atas. Mencari yang basah di dalam. Aku berusaha menjauh, sengaja, ingin menganggunya. Tapi ditariknya lagi tubuhku.

Kemudian paha kirinya mulai menggesek-gesek selangkanganku hingga mau tak mau aku mengangkat kaki kananku bertopang di pahanya. Oohh.. Sungguh tarian nakal. Aku melingkarkan lengan di lehernya dan semakin mendekatkan wajah. Pipi kami saling mengelus. Semburan panas napas kami saling bertukar. Aku tak tahan lagi.

"Ikut aku, yuk" bisikku sambil menatapnya manja, penuh hembusan napas birahi.

Kutarik lengannya lagi. Kali ini dengan tergesa. Kuajak dia melewati lorong hotel, menaiki tangga 1 lantai. Terasa sangat jauh. Langkah kami semakin cepat. Akhirnya, kamar terbuka.

"Gak usah dinyalain, Dea."

Aku membatalkan keinginan untuk menyalakan lampu kamar. Ditariknya aku lembut ke arah tempat tidur. Karena gorden tebal tidak kututup, masih ada cahaya lampu dari taman di luar yang membantu penglihatan kami. Dibiarkan aku berdiri sementara ia duduk di samping tempat tidur. Diturunkannya perlahan tali bajuku. Hingga ia bisa mendapatkan buah dada yang dari tadi diinginkannya.

"Benar-benar indah." Dijilatnya perlahan. Sementara kedua tangannya melanjutkan menurunkan bajuku.
"Aahh.." aku mendesah. Kuelus rambutnya halus. Jilatannya berubah menjadi cubitan nakal dengan kedua bibirnya di kedua puting. Bikin aku kelojotan.
"Samm.. Enak.."
"Kamu benar-benar cantik, Dea." Kini aku berdiri di depannya tanpa selembar benangpun.

Kubuka kaosnya. Uuhh.. Badan yang atletis. Tulang pundak yang kokoh, diikuti dengan perut yang nyaris tanpa lemak. Kukulum putingnya. Ia berkelojotan kecil. Aku duduk di pangkuannya, seperti duduk di boncengan motor. Kulingkarkan kakiku di tubuhnya. Lidahnya dengan cepat bergerilya di leher, di pundak dan dadaku. Mengecup, menjilat, oohh.. Aku mendesah semakin menjadi. Kugosok-gosokkan selangkanganku di pangkuannya. Menghasilkan goyangan erotis tubuh telanjang.

"Sam.. Puaskan aku.." erangku kemudian.

Tanpa menurunkan aku, Sam berdiri, menggendongku dan meletakkan aku di tempat tidur. Dengan gerakan tangannya yang cepat, Sam menurunkan CD dan celana panjangnya sekaligus.

"Wow.."


Bersambung . . . .
Share this article now on :

0 komentar:

Posting Komentar

Blog Archive