Trending Topic

Jumat, 25 September 2015

Ngentot Dengan Jablay Seksi Bertoket Gede Sepanjang Malam

Cerita Seks Terbaru, Cerita Dewasa Hot, Cerita Mesum Seru - Cerita ini adalah cerita dewasa terbaru bergambar Seks Melalui Lubang Dubur Yang Kucoba Dengan Teman Pacarku, kini ada cerita seks mesum Ngentot Dengan Jablay Seksi Bertoket Gede Sepanjang Malam, selamat membaca.

Suatu siang aku iseng nyari makan siang di satu mal. Makan cepat saji yang paling gampang dicari adalah ayam goreng. aku pesan pahe ayam goreng plus kentang plus soft drink dingin. Selesai membayar, aku membawa nampanku mencari tempat duduk yang kosong. 
Ngentot Dengan Jablay Seksi Bertoket Gede Sepanjang Malam
Ngentot Dengan Jablay Seksi Bertoket Gede Sepanjang Malam

Mataku tertumbuk pada sesosok prempuan muda, cantik, seksi dengan tonjolan besar didadanya, tapi disebelahnya ada anak prempuan kecil, mungkin 3 tahunan lah. Dia memakai celana ketat dan tanktop yang juga ketat, toket besarnya ngintip dari belahan tank topnya yang rendah. Walaupun banyak tempat duduk yang kosong aku nimbrung ja di meja dimana prempuan cantik seksi dan anak prempuan itu duduk. 

“Boleh join kan?” Tanpa menunggu jawabannya aku langsung meletakkan nampanku dimejanya dan duduk. “O, silahkan ja pak”. “Cuma berdua saja”, pancingku membuka pembicaraan. “Kan ber 3 dengan bapak”, jawabnya, wah menangkisnya jago juga ni prempuan, pikirku. “Anaknya? Cantik kaya mamanya”. “Bukan pak, bukan anak saya”. “O, kirain anaknya, abis nyulik ya”, candaku. “Ih bapak bisa aja. Ini anak tetangga, tadi dititipkan ke rumah, katanya mo dijemput lagi siang ini di sini”.

Dia menyuapi anak itu dengan nasi yang dicampur dengan sop, karena sopnya masi panas, ditiupnya sebentar sebelum disuapkan ke anak itu. Si anak kelakuannya manis banget, gak cerewet maksudku. “Belum punya anak, ato belon nikah?” “Nikah si udah tapi belon dikasi tu ma yang diatas”. “Minta dong”. “Ya sih, minta tapi gak dilakuin”. Wah kliatannya mo curhat neh. “Maksudnya gak dilakuin”. “Ya suami aku gak ngelakuin ya mana mo dikasi ma yang diatas kan”. “Kok bisa”. “Suami kerja dikapal cargo, jadi seringnya diatas kapal katimbang dirumah”. “O jadi jablay toh, kasian”. “Orang sedih kok malah digoda”. “Ya udah, aku ja yang membelai gimana”. “Genit ah”. Tengah pembicaraan mulai mencair, datanglah seorang prempuan, rupanya ini tetangganya, mo jemput anaknya. aku diem saja, dan dia juga tidak mengenalkan aku kepada tetangganya. Tetangga tau diri juga karena dia mengajak anaknya pergi setelah mengucapkan terima kasih atas bantuan yang diberikan dia.

“Namanya siapa sih”. “Aku Sintia, bapak?” “aku menyebutkan namanku, jangan panggil bapak lah, formal amat”. “Abis mo dipanggil apa dong, mas aja deh ya. kan semua lelaki Indonesia dianggap jawa”. “Maksud kamu”. “Iya kadang dah jelas2 namanya Hutagalung dipanggil mas juga”. aku tertawa mendengar candanya. “Dah brapa lama nikah?” “ampir 2 tahun mas”. “Wah jablaynya dah lama dong ya. Mangnya gak tau kerjaan suami sebelum nikah”. “Tau si, cuma gak nyangka ja akan kaya gini”. “Ya udah, aku temenin deh hari ini. Abis ini kamu mo kemana?” “Gak kemana2 mas, Mo jalan ja”. Aku menggandengnya meninggalkan tempat makan dan masuk ke toko yang meruapak anchor tenant di mall itu. 

Kami ngobrol ngalor ngidul ja sembari membunuh waktu. Dia membiarkan aku menggenggam tangannya erat. “Kamu kaya istriku ja ya, jalan gandengan”. “Gak apa kan, katanya mas blon nikah?’ “Iya sih, kaya orang pacaran ya, padahal kamu istri orang”. “Biarin ja, orangnya juga ninggalin aku terus kok”. “Pegel nih jalan terus, kamu mo pulang gak?” “Gak ah mas, dirumah juga mo ngapain?” “ketempatku aja yuk”. “Mo ngapain ke tempat mas?’ “Ya ngobrol, santai ja, kan asik cuma ber 2″. “Iya deh”. Segera aku menggandengnya ke basement dan meluncurlah mobilku menuju kerumahku.

Sesampai dirumahku,dia duduk didepan tv, tv kunyalakan dan aku mengambil minuman untuknya. “Mas tinggal ndiri ya”. “Iya, mo nemenin?” “Mau si, cuman kan aku dah punya suami”. “Kalo suaminya pergi ya nemenin aku ja disini”. “Maunya”. Kebetulan di tv ada siaran ulang debat capres. “Kamu ngikuti debat ini?” tanyaku. “Sambil lalu ja mas, debat cawapres juga ngikuti sambil lalu”. “Terus komentar kamu?” “Sayangnya Capres 3 gak berkolaborasi dengan cawapres 1, kalo gak kan setanding dengan calon ke 2 dan pilpresnya bisa 1 putaran kan”. “O gitu ya, pandangan kamu luas juga ya”. “Iya gak kaya mas, manangnya cuma disatu tempat ja”, katanya menyindirku, yang dari tadi hanya memandangi belahan toketnya yang montok. “Habis kamu seksi sekali si, kok bisa ya suami ninggalin istri yang bahenol kaya gini, pa gak takut istrinya dicolek orang laen”. Dia tersenyum manis. “Tadi kamu taen sekali nyuapin tu bocah, dah pantes jadi mami”. “Iya si, cuma ya itu problemnya”. “Iya jablay”.

Dia menanggapi obrolanku dengan santai juga, kadang tanganku mengelus pahanya. “udah gak tahan ya mas”, godanya sambil membiarkan tanganku mengelus2 pahanya. Rabaanku semakin lama membuatnya semakin napsu. Dia membuka pahanya agak lebar. Melihat dia mengangkangkan pahanya, tangganku bergerak ke atas ke selangkangannya. Jari2ku mulai mengelus belahan me meknya dari luar. “Mas”, katanya, “Aku udah basah mas”. “Udah napsu banget ya Sin, aku juga sudah napsu”. Rumahnya besar ya mas”. “Iya, dibalakng ada kolam renangnya, mo renang gak”. “Gak bawa baju renang mas”. “Telanjang ja, repot amat si”. “Ih si mas, maunya tu”. “Kamu juga mau kan”.

Dihalaman belakang ada kolam renang kecil yang dinaungi oleh rimbunnya pepohonan yang ada. Tembok tinggi menghalangi pandangan orang luar yang mau mengintip ke dalam. Dia langsung saja melepas tanktopnya, kemudian celana ketatnya. Pakaian diletakkan di dipan yang ada dipinggir kolam. Dipan itu ada matras tipisnya dan dipayungi rimbunnya pohon. Aku melotot memandangi tubuhnya yang hanya berbalut daleman bikini. Karena CDnya mini, jembutnya yang lebat berhamburan dari bagian atas, kiri dan kanan CDnya. Segera dia mencebur ke kolam, sementara aku membuka kaos dan celananya, sehingga hanya memakai CD. kon tolku yang besar, karena sudah ngaceng, tercetak jelas di CDku. Kemudian aku pun nyebur ke kolam, menghampirinya dan memeluknya. Bibirnya kucium, lidah kami saling berbelit. Aku menarik ikatan branya sehingga terlepas, kemudian meremas2 toketnya sambil memlintir pentilnya. Segera pentilnya menjadi keras. “Toketmu kenceng ya Sin, pentilnya gede.”, kataku. Dia diam saja sambil menikmati remasanku . kontolku yang keras menekan perutnya. “Mas, ngacengnya sudah keras banget”, katanya. “Kita ke dipan yuk” Aku sudah tidak bisa menahan napsuku lagi. Segera dia keluar kolam membawa branya yang sudah dilepas.

Dia telentang didipan, menunggu aku yang juga sudah keluar dari kolam. Aku berbaring disebelahnya, bibirnya kembali kucium dengan penuh napsu dan aku kembali meremas2 toketnya sambil memlintir2 pentilnya. “Isep dong Mas” pintanya sambil menyorongkan toketnya itu ke wajahku. Langsung toketnya kuisep dengan penuh napsu. pentilnya kujilatia.”Ohh.. Sstt..” erangnya keenakan. Aku mulai mengelus jembutnya yg nongol keluar dari CDnya, kemudian kususupkan jariku ke dalam CDnya. Jariku langsung menyentuh belahan bibir me meknya dan kugesek-gesekkan dari bawah ke atas. Gesekanku selalu berakhir di it ilnya sehingga menimbulkan kenikmatan yang luar biasa. me meknya langsung berlendir, lendir juga membasahi seluruh bagian dinding dalam me meknya. “Oo.. Ooh! Uu.. Uuh!” desahnya sambil menekan tanganku yang satunya untuk terus meremas-remas toketnya. Dia sungguh sudah tidak tahan lagi, “Mas, aku udah gak tahan nih”.

Tali ikatan CDnya di kiri dan kanan pinggang kugigit dan kutarik dengan gigiku sehingga terlepas. Kedua kaki kukangkangkan sehingga tampak jelas bulu jembutnya yang lebat. Aku kembali meraba dan mengelus me meknya. Aku menyelipkan jariku ke belahan me meknya yang sudah basah dan menyentuh dinding dalam me meknya. “Mas..! Aduuh! aku sudah enggak tahan, udah pengen dimasukkin”, pintanya. Aku tidak langsung memenuhi permintaannya, malah jariku beralih menggosok-gosok it ilnya. “Aduuh! mas..nakal!” serunya. Dia pun semakin tidak karuan, diremasnya kon tolku yang sudah keras sekali dari luar CDku.

Toketnya yang sudah keras sekali terus saja kuremas2, demikian juga pentilnya. “Ayo dong mas dimasukin, aku sudah benar-benar enggak kuu.. at!” rengeknya lagi. Kemudian kumasukkannya jariku ke dalam me meknya yang sudah basah kuyup. Dengan tanpa menemukan kesulitan jariku menyeruak masuk ke dalam me meknya. me meknya langsung kukorek2, dindingnya kugaruk-garuk. Benjolan seukuran ibu jari yang tumbuh di dalam liang me meknya kumainkan dengan ujung jarinya hingga badannya tiba-tiba menggigil keras dan digoyang-goyangkannya pantatnya mengikuti permainan ujung jariku. Aku menelungkup diselangkangannya dan langsung mengulum Bibir me meknya.

Cairan yang membasahi sekitar selangkangannya kujilati dan setelah bersih aku kembali mengulum bibir me meknya. Kemudian giliran itilnya mendapat giliran kukulum dan kulumat dengan mulut. Jariku kembali menyeruak masuk ke dalam me meknya, dia benar-benar hampir pingsan. Tubuhnya kembali terguncang hebat, kakinya jadi lemas semua, otot-otot perutnya jadi kejang dan akhirnya dia nyampe, cairan me meknya yang banjir kutampung dengan mulut dan tanpa sedikit pun merasa jijik kutelan semuanya. Dia menghela napas panjang, aku masih dengan lahapnya melumat me meknya sampai akhirnya selangkangannya benar-benar bersih kembali. me meknya terus kuusap2, demikian juga it ilnya sehingga napsunya bangkit kembali. “Terus Mas.. Enak..” desahnya. “Ayo dong Mas.. aku udah gak tahan”. tetapi aku masih tetap saja menjilati dan menghisap it ilnya sambil meremas2 toket dan pentilnya.

Aku melepaskan CD, kon tolku yang besar dan lumayan panjang sudah ngaceng keras sekali mengangguk2. Dia kunaiki dan segera mengarahkan kon tolku ke me meknya. Perlahan kumasukkan kepala kon tolku. “Enak Mas..” katanya dan sedikit demi sedikit aku meneroboskan kontolku ke memeknya yang sempit. me meknya terasa sesek karena kemasukan kon tol besar, setelah kira-kira masuk separuh lebih kon tol mulai kuenjot keluar masuk. “Terus Mas.. kon tolmu enak” erangnya keenakan. Aku terus mengenjot me meknya sambil pentilnya kuhisap.

Belum berapa lama dienjot, aku mengajak tukar posisi. Sekarang dia yang diatas. Diarahkannya me meknya ke kon tolku yang tegak menantang. Dengan liar dia kemudian mengenjot tubuhnya naik turun. toketnya yang montok bergoyang mengikuti enjotan badannya. Aku meremas toketnya dan menghisap pentilnya dengan rakus. “Mas.. kon tolmu besar, keras banget..”, dia terus menggelinjang diatas tubuhku. “Enak Sin?’ tanyakua. “Enak Mas.. en totin aku terus Mas..” Aku memegang pinggangnya yang ramping dan menyodokkan kon tolku dari bawah dengan cepat. Dia mengerang saking nikmatnya. Keringatnya menetes membasahi tubuhku. Akhirnya, “Aku nyampe Mas” jeritnya saat tubuhnya menegang merasakan nikmat yang luar biasa. Setelah itu tubuhnya lunglai menimpa tubuhku. Akumengusap-usap rambutnya sambil mencium bibirnya.

Setelah beberapa saat, kon tolku yang masih ngaceng dicabut dari dari me meknya. Dia kutelentangkannya, dan aku naik ke atasnya. Kembali me meknya kujilati. Kedua lututnya kudorong sedikit ke atas sehingga bukit me meknya lebih menungging menghadap ke atas, pahanya lebih kukangkangkan lagi, dan lidah kujulurkan menyapu celah-celah me meknya. Lidah kujulurkan dan kugesekkan naik turun diujung itil nya. Dia hanya bisa merasakan nikmatnya sambil meremas- remas kon tolku dengan penuh nafsu. Cairan lendir yang keluar kembali dari me meknya dengan lahap kuhisap. Bibirku terus mencium dan melumat habis bibir me meknya. lidahku menjulur masuk ke dalam me meknya dan sempat menyentuh dinding bagian dalamnya. Saking dalamnya mulutku menekan me meknya, hidungku yang mancung menempel dan menekan it ilnya.

Dia kembali merasakan kenikmatan lebih, apa lagi saat wajah dengan sengaja kugeleng-gelengkan ke kiri dan ke kanan dengan posisi hidung tetap menempel di itilnya dan bibir tetap mengulum bibir me meknya sambil lidah terus mengorek me meknya. Dia tak kuasa membendung napsunya. “Oocch!Mas.. Teruu.. Uus! Aku nyampe lagi mas”, suaranya semakin parau saja. Digoyangkannya pantatnya mengikuti irama gesekan wajahku yang terbenam di selangkangannya. Dijepitnya kepalaku dengan pahanya, badannya menggigil hebat bagaikan orang kejang. ia menarik nafas panjang sekali, semua cairan me meknya kuhisap dan kutelan hingga habis semua cairan yang ada di sekitar me meknya. Aku tetap dengan asyiknya menjilati me meknya.

Kemudian jilatanku naik ke atas, ke arah perutnya. Lidahku bermain-main di pusarnya, sambil meraba dan meremas kedua toketnya, jilatanku juga semakin naik menuju toketnya. Jengkal demi jengkal jilatanku semakin naik. Mulutku sudah sampai ke dadanya. Kini giliran toketnya kujilati, lidahku kini menari-nari di ujung pentilnya. Sambil aku meraba-raba dengan tangan kanan keselangkangannya, menggesek- gesek it ilnya hingga me meknya basah lagi, nafsunya naik kembali.

Sementara tangan kiri tetap meremas toketnya, bibirnya kulumat. Dia membalas lumatan bibirku dengan penuh nafsu, kujulurkan lidahku masuk ke rongga mulutnya. Dia menghisap lidahku, secara bergantian dia juga menjulurkan lidahnya ke dalam mulutku dan kubalas dengan hisapan pula.

Kini aku membetulkan posisi sehingga berada di atasnya, kon tol ku sudah mengarah ke hadapan me meknya. Dia merasakan sentuhan ujung kon tolku di me meknya, kepala kon tol ku terasa keras sekali. Dengan sekali dorongan, kepala kon tolku langsung menusuk me meknya. Kutekan sedikit kuat sehingga kepala kon tolku terbenam ke dalam me meknya. Walau kon tol belum masuk semua, dia merasakan getaran-getaran yang membuat otot me meknya berdenyut, cairan yang membasahi me meknya membuat kon tolku yang besar mudah sekali masuk ke dalam me meknya hingga dengan sekali dorongan lagi maka kon tolku masuk kedalam sarangnya, blee.. ess..

Begitu merasa kon tolku sudah memasuki me mek nya, kubalik badannya sehingga kembali dia berada di atas tubuhku, didudukinya batang kon tolku yang cukup panjang itu. Digoyangkan pantatnya, diputar-putar, dikocok naik turun hingga kon tolku keluar masuk me meknya, aku meremas- remas kedua toketnya. Lebih nikmat rasanya ngen tot dengan posisi wot buat dia, karena dia bisa mengarahkan gesekan kon tol besarku ke seluruh bagian me meknya termasuk it ilnya. Kini giliran aku yang tidak tahan lagi dengan permainannya, aku menggelengkan kepala menahan nikmat yang sebentar lagi tampaknya akan ngecret. Aku memberikan aba-aba padanya bahwa aku akan ngecret.

“Kita nyampe sama-sama..mas”, rintihnya sambil mempercepat kocokan dan goyangan pantatnya. “Aa.. Aacch!” Diapun nyampe lagi, kali ini secara bersamaan dengan dia, bibir me meknya berkedutan hingga meremas kon tolku. Pejuku dan lendir me meknya bercampur menjadi satu membanjiri me meknya. Karena posisinya berada diatas, maka cairan kenikmatan itu mengalir keluar merembes melalui kon tolku sehingga membasahi selangkanganku, banyak sekali dan kurasakan sedikit lengket-lengket agak kental cairan yang merembes keluar itu tadi.

Kami berdua akhirnya terkulai lemas di dipan. Posisinya tengkurap di sampingku yang terkulai telentang memandang rimbunnya dedaunan. “Mas, pinter banget sih ngerangsang aku sampe berkali2 nyampe, udah gitu kon tol mas kalo udah masuk terasa sekali gesekannya, abis gede banget sih”, katanya. “me mekmu juga nikmat sekali Sin, peret banget deh, kerasa sekali cengkeramannya ke kontolku”, jawabku sambil memeluknya. Kami berdua sempat tertidur cukup lama karena kelelahan dan tiupan angin sejuk sepoi2. Ketika terbangun, kami masuk ke rumah, aku mengajaknya mandi. “Kita mandi sama-sama yuk!” ajakku, “Badanku lengket karena keringat”.

Kami masuk ke rumah menuju ke kamar mandi beriringan sambil berpelukan, bertelanjang bulat. Kamar mandinya tidak terlalu besar namun cukup bagus, ada ruangan berbentuk segi empat di dalam kamar mandi, bentuknya kira-kira seperti lemari kaca. Kami berdua masuk ke dalamnya dan menyalakan shower, aku dan dia saling bergantian menggosok tubuh kami, demikian pula saat menyabuni tubuh kami lakukan bergantian, saling raba, saling remas, bibir kami saling pagut bergantian. Dia menjulurkan lidahnya ke dalam mulutku yang kusambut dengan hisapan, dan secara bergantian pula kujulurkan lidahku ke dalam mulutnya. Diapun menyambutnya dengan lumatan. Rabaan tanganku berpindah ke toketnya. Kuremas-remasnya toketnya yang mulai mengencang lagi pertanda napsunya bangkit lagi. Dia pun tidak mau kalah, diraihnya kon tolku yang kembali sudah berdiri tegak dan dikocok-kocok lembut. Ujung kontolku sesekali menyenggol bagian depan pangkal pahanya. “Betul kan, kalo cewek jembutnya lebat pasti napsunya besar, kaya kamu ya Sin”, katanya.

Kuarahkan kon tolku ke belahan bibir me meknya. Dengan menggunakan tanganku, kugesek- gesekkan ujung kon tolku ke belahan bibir me meknya. Kutempelkan ujung kon tolku ke ujung it ilnya dan kugesek-gesekkan naik turun. Kini me meknya kembali mengeluarkan cairan bening. Lalu aku mematikan shower sambil duduk di samping bathtub. Dia kudipangku dengan posisi memunggungiku. kon tolku yang sudah ngaceng keras kembali kumasukkan ke dalam me meknya dalam posisi seperti itu. Karena kondisi bathtub yang sempit mengharuskan posisinya merapatkan pahanya, maka me meknya menjadi kian sempit saja. Awalnya agak sulit juga kon tolku masuk kedalam memeknya.

Tetapi dengan sedikit bersusah payah akhirnya ujung kontolku berhasil menyeruak ke dalam me meknya yang dibantu dia dengan sedikit menekan badannya kebawah, dan diangkatnya kembali pantatnya hingga lama kelamaan akhirnya berhasil juga kon tolku amblas semua ke dalam memeknya. Dengan posisi begini membuatnya harus aktif mengocok kontolku seperti di kolam renang tadi dengan cara mengangkat dan menurunkan kembali pantatnya, sehingga me meknya bisa meremas dan mengocok-ngocok kontolku. kontolku terasa sekali menggesek-gesek dinding bagian dalam me meknya. Saat dia duduk terlalu ke bawah, kon tolku terasa sekali menusuk keras me meknya, nikmat yang kurasakan tidak dapat kulukiskan dengan kata-kata lagi.

memeknya semakin lama semakin basah sehingga keberadaan kon tolku dalam me meknya sudah tidak sesesak tadi. Kini dia pun sudah tidak kuat lagi menahan napsuku. Dia tidak mampu lagi mengangkat dan menurunkan pantatnya seperti tadi, kini dia hanya bisa terduduk dalam posisi kon tolku masih tertancap di dalam me meknya. Digoyang-goyangkan saja pantatnya sambil duduk di pangkuanku.

Aku sedari tadi asyik meremas kedua toketnya. pentilnya kucubit dan kupilin-pilin sehingga menimbulkan sensasi tersendiri baginya. Aku tidak mampu bertahan lama merasakan goyangan yang dia lakukan. “Aduuh..! Sin, hebat banget empotan memek kamu! Aku hampir ngecret nich!” seruku sambil tetap memilin pentilnya. “Kita keluarin sama-sama yuk!” sahutnya sambil mempercepat goyangannya. Aku sudah benar- benar tidak mampu bertahan lebih lama lagi hingga dia kudorong sedikit ke depan sambil aku berdiri, sehingga posisinya menungging membelakangiku, tetapi kontolku masih menancap di dalam memeknya. Aku berdiri sambil mengambil alih permainan, aku mengocok-ngocokkan kon tolku keluar masuk memeknya dalam posisi doggy style.

“Aa.. Aacch!” kini gilirannya yang menyeracau tidak karuan. Aku merasakan kedutan-kedutan di dalam me meknya, terasa sekali semburan hangat yang menerpa dinding me meknya, pejuku langsung muncrat keluar memenuhi memeknya. Bersamaan dengan itu, dia pun mengalami hal yang serupa, kurasakan kedutan me meknya berkali- kali saat dia nyampe. Kami nyampe dalam waktu hampir bersamaan hingga memeknya kembali penuh dengan cairan birahi kami berdua, saking penuhnya sehingga tidak tertampung seluruhnya. Cairan kami yang telah tercampur itu, meleleh keluar melalui celah me meknya dan merembes keluar hingga membasahi perutnya karena posisinya masih setengah menungging saat itu. Kami pun melanjutkan mandi bersama-sama bagaikan sepasang pengantin baru.

Setelah selesai mandi dan mengeringkan tubuh kami masing-masing dengan handuk, dengan bertelanjang bulat kami menuju ke ruang makan. Aku mengeluarkan buah2an dari lemari es dan berkata “Kamu makan buah2an ini dulu ya, nanti aku belikan makanan”. “aku mau tidur saja, cape dienjot terus sama mas”, katanya. “Tapi enakkan?” kataku lagi sambil mengenakan pakaiannya. “Enak banget mas, aku masih mau lagi lo mas”, jawabnya sambil mulai mengupas buah. “So pasti, aku ajak kamu kesini kan untuk ngen tot sampe loyo. Aku pergi dulu ya”, sambil mencium pipinya. “Hati2 ya mas, aku nungguin lo”. Seperginya aku, dia berbaring sambil memakan buah2an. Dia makan beberapa potong sehingga akhirnya dia merasa kenyang dan mengantuk lagi. Dia berbaring di sofa dan akhirnya tertidur. Diluar dah gelap, dah lewat magrib.

Ketika aku kembali membawa makanan, dia masih tertidur. Terangsang juga aku melihat dia terkapar terlelap dalam keadaan telanjang bulat seperti itu. Toketnya yang besar turun naik seirama tarikan napasnya. Perutnya yang rata dihiasi dengan puser yang seksi dan diselangkangannya bergerombol jembut yang lebat. ontol langsung bereaksi dengan sikap sempurna, alias ngaceng lagi. Tetapi perut dh minta diisi. Aku membangunkannya dengan mengelus2 toketnya. “Makan yuk”. “Abis itu maen lagi ya mas”. “Bole ja, asal kamu gak lemes”. “Gak apa lemes mas, aku kan gak pernah ngerasain nikmat dientot seperti sekarang ini. Mas sering2 ngen totin aku ya mas”. “Itu mah bisa diatur kok, kalo suami kamu pergi”. Kami menyantap makanan yang aku beli sampe tandas. Sama2 laper karena enersi terkuras ketika bertempur tadi.

Setelah selesai makan, dia membantu aku membereskan peralatan makan, melap meja makan, kemudian kekenyangan kami duduk lagi di sofa didepan tv. tv kunyalakan tapi gak ada acara yang menarik. Dia bersender ke aku. “Kamu tu seksi banget deh Sin, ngeliat kamu aku ngaceng terus tuh. Heran ja, kok suami kamu bisa ninggalin bidadari seksi yang merangsang kaya kamu itu”. “Gak tau deh mas, jangan ngomongin dia deh, kan mas mo bikin aku terkapar lagi”. Aku memeluknya dan mulai memerah toketnya. aku terus saja meremas toketnya, malah sambil memlintir2 pentilnya, perlahan pentilnya mulai mengeras. 

“Sin, enak nggak diginiin?” sambil tanganku terus meremas-remas toketnya. “Mas, aah”, napsunya makin meninggi. Sambil toketnya kuremas terus, aku menjilati seluruh tubuhnya, mulai dari ujung kepala sampai ujung kaki. Kujilati pula toketnya, kusedot pentilnya sampai dia gemetar saking napsunya. Kakinya dan kedua pahanya yang mulus itu dibukanya supaya bisa kuelus2, dengan satu tangan masih meremas toketnya. Setelah itu me meknya kujilatin dengan lidahku yang kasar. Bukan hanya bibir me meknya aja yang kujilatin, tapi lidahku juga masuk ke me meknya, dia jadi menggelinjang nggak terkontrol, wajahnya memerah sambil terdongak keatas.

Melihat napsunya sudah naik, aku melepas seluruh pakaian dan celananya. Dia diam aja. kontolku yang besar sekali sudah ngaceng dengan keras. Dia hampir tak dapat memegangnya dengan kedua tangannya. “Dikocok Sin”, pintaku, dia nurut saja dan mengocok kontolku dengan gemas, makin lama makin besar dan panjang. “Sin diemut dong”, kataku keenakan. Aku berdiri disamping sofa dan dia duduk sambil mengarahkan kon tol yang ada digenggamannya ke arah mulutnya. Dia mencoba memasukkan kedalam mulutnya dengan susah payah, karena besar sekali jadi dijilati dulu kepala kon tolku. Aku mendesah2 sambil mendongakkan kepala. Dia bertanya “Kenapa mas”. “Enak banget, terusin Sin, jangan berhenti”, ujarku sambil merem melek kenikmatan. Dia meneruskan aksinya, menjilati kon tolku mulai dari kepala kontolku sampai ke pangkal batang, terus ke biji pelirnya, semua di jilatin. Dia mencoba untuk memasukkan kedalam mulutnya lagi, udah bisa masuk, udah licin terkena ludahnya.

Aku memegangi kepalanya dengan satu tangan sambil memaju-mundurkan pantatku, mengen toti mulutnya. Sedang tanganku satunya lagi meremas toketnya sebelah kanan. gerakanku semakin lama semain cepat. aku menghentikan gerakannya. kontol ku keluarkan dari mulutnya. aku menaiki tubuhnya dan mengarahkan kon tolku ke toketnya. “Sin, aku mau ngerasain kon tolku kejepit toket kamu yang montok ya”. Dia paham apa yang aku mau, dan aku kemudian menjepit kon tolku di antara toketnya. “Ahh.. Enak Sin. Diemut enak, dijepit toket juga enak.”, erangku menahan nikmat jepitan toketnya. Aku terus menggoyang kon tolku maju mundur merasakan kekenyalan toketnya. Sampai akhirnya “Aduh Sin, sebentar lagi aku mau ngecret, keluarin di mulut kamu ya”. “Jangan mas, di me mekku saja”, jawabnya. Dia tidak ingin merasakan peju dimulutnya, lebih baik dingecretkan di memeknyakarena dia ngerasain nikmat yang luar biasa.

Akupun naik keatasnya sambil mengarahkan kon tolku ke me meknya. Aku mulai memasukkan kon tolku yang besar dan panjang itu ke memeknya, sampai dia merem melek keenakan ngerasain me meknya digesek kon tolku. Aku mulai menggerakkan kon tolku keluar dan masuk dimemeknya yang sempit itu. Dia mulai merasakan nikmat yang tak terkatakan, luar biasa enak sekali rasanya. Secara naluri dia menggerakkan pantatnya kekanan dan kekiri, mengikuti gerakan kon tolku yg keluar masuk, wuihh tambah nikmat. terlihat diwajahku bahwa aku menikmati sekali gesekkan kon tolku di me meknya. Tubuhku bergoyang-goyang maju mundur, aku memperhatikan kon tolku sendiri yang sedang keluar masuk di me meknya. Selang beberapa saat, aku mengajak ganti posisi, dia pasrah aja.

Dia kusuruh nungging dan aku menyodokkan kon tolku dari belakang ke me meknya. Nikmat sekali permainan ini. “Ennngghh…” desahnya tak keruan. Sambil menggoyang pantatnya maju mundur, aku memegangi pinggulnya dengan erat, terasa nikmat yang luar biasa. Tidak tahu berapa lama aku menggenjot me meknya dari belakang seperti itu, makin lama makin keras sehingga akhirnya dia nyampe lagi “Mas, enjot yang keras, nikmat sekali rasanya”, jeritnya. 

Aku mengenjot kontolku lebih cepat lagi dan kemudian pejuku muncrat didalam me meknya berulang-ulang, banyak sekali. ‘crottt, croooth.., crooootttthh…’ Dia merasa me meknya agak membengkak akibat disodok oleh kon tolku yang besar itu. “Sin, memek kamu luar biasa deh cengkeramannya, nikmat banget. Kerasa sekali gesekannya dikontolku”, kataku sambil terengah2.

Setelah istirahat beberapa saat, aku bertanya padanya “Gimana Sin?”. “Enak sekali mas, rasanya nikmat sekali, memekku sampe sesek kemasukan kontol mas, abis gede banget sih”, jawabnya. Aku mencabut kontolku yang sudah lemes dari me meknya. kontolku berlumuran pejunya dan cairan me meknya. Mungkin saking banyaknya aku ngecretin peju dimemeknya.”Cape ya Sin”. “Iya mas, malem ini aku nginep disini ya mas, boleh kan”. “Boleh banget, kita bisa ngentot all nite long kan”. “Wah mau dong”. END by Cerita Seks 15 Cerita Seks Terbaru, Cerita Dewasa Hot, Cerita Mesum Seru -
06.42 | 0 komentar

Terpikat Dengan Suara Indah Penyanyi Cafe Dan Juga Tubuh Sexynya

Cerita Seks Terbaru, Cerita Dewasa Hot, Cerita Mesum Seru - Cerita ini adalah cerita dewasa terbaru bergambar Ngentot Dengan Jablay Seksi Bertoket Gede Sepanjang Malam, kini ada cerita seks mesum Terpikat Dengan Suara Indah Penyanyi Cafe Dan Juga Tubuh Sexynya, selamat membaca.

Malam itu aku dinner dengan clientku di sebuah cafe. Sebuah band tampil menghibur pengunjung cafe dengan musik jazz. Lagu “I’m Old Fashioned” dimainkan dengan cukup baik. Aku memperhatikan sang penyanyi. Seorang gadis berusia kira-kira 26 tahun. Suaranya memang sangat jazzy. 
Terpikat Dengan Suara Indah Penyanyi Cafe Dan Juga Tubuh Sexynya
Terpikat Dengan Suara Indah Penyanyi Cafe Dan Juga Tubuh Sexynya

Gadis ini wajahnya tidak terlalu cantik. Tingginya kurang lebih 160 cm/55 kg. Tubuhnya padat berisi. Ukuran payudaranya sekitar 36B. Kelebihannya adalah lesung pipitnya. Senyumnya manis dan matanya berbinar indah. Cukup seksi. Apalagi suaranya. Membuat telingaku fresh.

“Para pengunjung sekalian.. Malam ini saya, Felicia bersama band akan menemani anda semua. Jika ada yang ingin bernyanyi bersama saya, mari.. saya persilakan. Atau jika ingin request lagu.. silakan”.

Penyanyi yang ternyata bernama Felicia itu mulai menyapa pengunjung Cafe. Aku hanya tertarik mendengar suaranya. Percakapan dengan client menyita perhatianku. Sampai kemudian telingaku menangkap perubahan cara bermain dari sang keyboardist. Aku melihat ke arah band tersebut dan melihat Felicia ternyata bermain keyboard juga.

Felicia bermain solo keyboard sambil menyanyikan lagu “All of Me”. Lagu Jazz yang sangat sederhana. Aku menikmati semua jenis musik dan berusaha mengerti semua jenis musik. Termasuk jazz yang memang ‘brain music’. Musik cerdas yang membuat otakku berpikir setiap mendengarnya. Felicia ternyata bermain sangat aman. Aku terkesima menemukan seorang penyanyi cafe yang mampu bermain keyboard dengan baik. Tiba-tiba aku menjadi sangat tertarik dengan Felicia. Aku menuliskan request laguku dan memberikannya melalui pelayan cafe tersebut.

“The Boy From Ipanema, please.. And your cellular number. 081xx. From Boy.”, tulisku di kertas request sekaligus menuliskan nomor HP-ku. Aku melanjutkan percakapan dengan clientku dan tak lama kemudian aku mendengar suara Felicia.
“The Boy From Ipanema.. Untuk Mr. Boy..?”

Bahasa tubuh Felicia menunjukkan bahwa dia ingin tahu dimana aku duduk. Aku melambaikan tanganku dan tersenyum ke arahnya. Posisi dudukku tepat di depan band tersebut. Jadi, dengan jelas Felicia bisa melihatku. Kulihat Felicia membalas senyumku. Dia mulai memainkan keyboardnya. Sambil bermain dan bernyanyi, matanya menatapku. Aku pun menatapnya. Untuk menggodanya, aku mengedipkan mataku. Aku kembali berbicara dengan clientku. Tak lama kudengar suara Felicia menghilang dan berganti dengan suara penyanyi pria. Kulihat sekilas Felicia tidak nampak. Tit.. Tit.. Tit.. SMS di HP-ku berbunyi.

“Felicia.” tampak pesan SMS di HP-ku. Wah.. Felicia meresponsku. Segera kutelepon dia.
“Hai.. Aku Boy. Kau dimana, Felicia?”
“Hi Boy. Aku di belakang. Ke kamar mandi. Kenapa ingin tahu HP-ku?”
“Aku tertarik denganmu. Suaramu sexy.. Sesexy penampilanmu” kataku terus terang. Kudengar tawa ringan dari Felicia.
“Rayuan ala Boy, nih?”
“Lho.. Bukan rayuan kok. Tetapi pujian yang pantas buatmu yang memang sexy.. Oh ya, pulang dari cafe jam berapa? Aku antar pulang ya?”
“Jam 24.00. Boleh. Tapi kulihat kau dengan temanmu?”
“Oh.. dia clientku. Sebentar lagi dia pulang kok. Aku hanya mengantarnya sampai parkir mobil. Bagaimana?”
“Okay.. Aku tunggu ya.”
“Okay.. See you soon, sexy..”

Aku melanjutkan sebentar percakapan dengan client dan kemudian mengantarkannya ke tempat parkir mobil. Setelah clientku pulang aku kembali ke cafe. Waktu masih menunjukkan pukul 23.30. Masih 30 menit lagi. Aku kembali duduk dan memesan hot tea. 30 menit aku habiskan dengan memandang Felicia yang menyanyi. Mataku terus menatap matanya sambil sesekali aku tersenyum. Kulihat Felicia dengan percaya diri membalas tatapanku. Gadis ini menarik hingga membuatku ingin mencumbunya.

Dalam perjalanan mengantarkan Felicia pulang, aku sengaja menyalakan AC mobil cukup besar sehingga suhu dalam mobil dingin sekali. Felicia tampak menggigil.

“Boy, AC-nya dikecilin yah?” tangan Felicia sambil meraih tombol AC untuk menaikkan suhu. Tanganku segera menahan tangannya. Kesempatan untuk memegang tangannya.
“Jangan.. Udah dekat rumahmu kan? Aku tidak tahan panas. Suhu segini aku baru bisa. Kalau kamu naikkan, aku tidak tahan..” alasanku.

Aku memang ingin membuat Felicia kedinginan. Kulihat Felicia bisa mengerti. Tangan kiriku masih memegang tangannya. Kuusap perlahan. Felicia diam saja.

“Kugosok ya.. Biar hangat..” kataku datar. Aku memberinya stimuli ringan. Felica tersenyum. Dia tidak menolak.
“Ya.. Boleh. Habis dingin banget. Oh ya, kamu suka jazz juga ya?”
“Hampir semua musik aku suka. Oh ya, baru kali ini aku melihat penyanyi jazz wanita yang bisa bermain keyboard. Mainmu asyik lagi.”
“Haha.. Ini malam pertama aku main keyboard sambil menyanyi.”
“Oh ya? Tapi tidak terlihat canggung. Oh ya, kudengar tadi mainmu banyak memakai scale altered dominant ya?” aku kemudian memainkan tangan kiriku di tangannya seolah-olah aku bermain piano.
“What a Boy! Kamu tahu jazz scale juga? Kamu bisa main piano yah?” Felicia tampak terkejut. Mukanya terlihat penasaran.
“Yah, dulu main klasik. Lalu tertarik jazz. Belum mahir kok.” Aku berhenti di depan rumah Felicia.
“Tinggal dengan siapa?” tanyaku ketika kami masuk ke rumahnya. Ya, aku menerima ajakannya untuk masuk sebentar walaupun ini sudah hampir jam 1 pagi.
“Aku kontrak rumah ini dengan beberapa temanku sesama penyanyi cafe. Lainnya belum pulang semua. Mungkin sekalian kencan dengan pacarnya.”

Felicia masuk kamarnya untuk mengganti baju. Aku tidak mendengar suara pintu kamar dikunci. Wah, kebetulan. Atau Felicia memang memancingku? Aku segera berdiri dan nekat membuka pintu kamarnya. Benar! Felicia berdiri hanya dengan bra dan celana dalam. Di tangannya ada sebuah kaos. Kukira Felicia akan berteriak terkejut atau marah. Ternyata tidak. Dengan santai dia tersenyum.

“Maaf.. Aku mau tanya kamar mandi dimana?” tanyaku mencari alasan. Justru aku yang gugup melihat pemandangan indah di depanku.
“Di kamarku ada kamar mandinya kok. Masuk aja.”

Wah.. Lampu hijau nih. Di kamarnya aku melihat ada sebuah keyboard. Aku tidak jadi ke kamar mandi malah memainkan keyboardnya. Aku memainkan lagu “Body and Soul” sambil menyanyi lembut. Suaraku biasa saja juga permainanku. Tapi aku yakin Felicia akan tertarik. Beberapa kali aku membuat kesalahan yang kusengaja. Aku ingin melihat reaksi Felicia.

“Salah tuh mainnya.” komentar Felicia. Dia ikut bernyanyi.
“Ajarin dong..” kataku.

Dengan segera Felicia mengajariku memainkan keyboardnya. Aku duduk sedangkan Felicia berdiri membelakangiku. Dengan posisi seperti memelukku dari belakang, dia menunjukkan sekilas notasi yang benar. Aku bisa merasakan nafasnya di leherku. Wah.. Sudah jam 1 pagi. Aku menimbang-nimbang apa yang harus aku lakukan. Aku memalingkan mukaku. Kini mukaku dan Felicia saling bertatapan. Dekat sekali. Tanganku bergerak memeluk pinggangnya. Kalau ditolak, berarti dia tidak bermaksud apa-apa denganku. Jika dia diam saja, aku boleh melanjutkannya. Kemudian tangannya menepis halus tanganku. Kemudian dia berdiri. Aku ditolak.

“Katanya mau ke kamar mandi?” tanyannya sambil tersenyum. Oh ya.. Aku melupakan alasanku membuka pintu kamarnya.
“Oh ya..” aku berdiri.
Ada rasa sesak di dadaku menerima penolakannya. Tapi aku tak menyerah. Segera kuraih tubuhnya dan kupeluk. Kemudian kuangkat ke kamar mandi!
“Eh.. Eh, apa-apaan ini?” Felicia terkejut. Aku tertawa saja.

Kubawa dia ke kamar mandi dan kusiram dengan air! Biarlah. Kalau mau marah ya aku terima saja. Yang jelas aku terus berusaha mendapatkannya. Ternyata Felicia malah tertawa. Dia membalas menyiramku dan kami sama-sama basah kuyup. Segera aku menyandarkannya ke dinding kamar mandi dan menciumnya!

Felicia membalas ciumanku. Bibir kami saling memagut. Sungguh nikmat bercumbu di suhu dingin dan basah kuyup. Bibir kami saling berlomba memberikan kehangatan. Tanganku merain kaosnya dan membukanya. Kemudian bra dan celana pendeknya. Sementara Felicia juga membuka kaos dan celanaku. Kami sama-sama tinggal hanya memakai celana dalam. Sambil terus mencumbunya, tangan kananku meraba, meremas lembut dan merangsang payudaranya. Sementara tangan kiriku meremas bongkahan pantatnya dan sesekali menyelinap ke belahan pantatnya. Dari pantatnya aku bisa meraih vaginanya. Menggosok-gosoknya dengan jariku.

“Agh..” kudengar rintihan Felicia. Nafasnya mulai memburu. Suaranya sexy sekali. Berat dan basah. Perlahan aku merasakan penisku ereksi.
“Egh..” aku menahan nafas ketika kurasakan tangan Felicia menggenggam batang penisku dan meremasnya.

Tak lama dia mengocok penisku hingga membuatku makin terangsang. Tubuh Felicia kuangkat dan kududukkan di bak air. Cukup sulit bercinta di kamar mandi. Licin dan tidak bisa berbaring. Sewaktu Felicia duduk, aku hanya bisa merangsang payudara dan mencumbunya. Sementara pantat dan vaginanya tidak bisa kuraih. Felicia tidak mau duduk. Dia berdiri lagi dan menciumi puting dadaku!

Ternyata enak juga rasanya. Baru kali ini putingku dicium dan dijilat. Felicia cukup aktif. Tangannya tak pernah melepas penisku. Terus dikocok dan diremasnya. Sambil melakukannya, badannya bergoyang-goyang seakan-akan dia sedang menari dan menikmati musik. Merasa terganggu dengan celana dalam, aku melepasnya dan juga melepas celana dalam Felicia. Kami bercumbu kembali. Lidahku menekan lidahnya. Kami saling menjilat dan menghisap.

Rintihan kecil dan desahan nafas kami saling bergantian membuat alunan musik birahi di kamar mandi. Suhu yang dingin membuat kami saling merapat mencari kehangatan. Ada sensasi yang berbeda bercinta ketika dalam keadaan basah. Waktu bercumbu, ada rasa ‘air’ yang membuat ciuman berbeda rasanya dari biasanya.

Aku menyalakan shower dan kemudian di bawah air yang mengucur dari shower, kami semakin hangat merapat dan saling merangsang. Aliran air yang membasahi rambut, wajah dan seluruh tubuh, membuat tubuh kami makin panas. Makin bergairah. Kedua tanganku meraih pantatnya dan kuremas agak keras, sementara bibirku melumat makin ganas bibir Felicia. Sesekali Felicia menggigit bibirku. Perlahan tanganku merayap naik sambil memijat ringan pinggang, punggung dan bahu Felicia. Dari bahasa tubuhnya, Felicia sangat menikmati pijatanku.

“Ogh.. Its nice, Boy.. Och..” Felicia mengerang.

Lidahku mulai menjilati telinganya. Felicia menggelinjang geli. Tangannya ikut meremas pantatku. Aku merasakan payudara Felicia makin tegang. Payudara dan putingnya terlihat begitu seksi. Menantang dengan puting yang menonjol coklat kemerahan.

“Payudaramu seksi sekali, Felicia.. Ingin kumakan rasanya..” candaku sambil tertawa ringan. Felicia memainkan bola matanya dengan genit.
“Makan aja kalo suka..” bisiknya di telingaku.
“Enak lho..” sambungnya sambil menjilat telingaku. Ugh.. Darahku berdesir. Perlahan ujung lidahku mendekati putingnya. Aku menjilatnya persis di ujung putingnya.
“Ergh..” desah Felicia. Caraku menjilatnya lah yang membuatnya mengerang.

Mulai dari ujung lidah sampai akhirnya dengan seluruh lidahku, aku menjilatnya. Kemudian aku menghisapnya dengan lembut, agak kuat dan akhirnya kuat. Tak lama kemudian Felicia kemudian membuka kakinya dan membimbing penisku memasuki vaginanya.
“Ough.. Enak.. Ayo, Boy” Felicia memintaku mulai beraksi.

Penisku perlahan menembus vaginanya. Aku mulai mengocoknya. Maju-mundur, berputar, Sambil bibir kami saling melumat. Aku berusaha keras membuatnya merasakan kenikmatan. Felicia dengan terampil mengikuti tempo kocokanku. Kamu bekerja sama dengan harmonis saling memberi dan mendapatkan kenikmatan. Vaginanya masih rapat sekali. Mirip dengan Ria. Apakah begini rasanya perawan? Entahlah. Aku belum pernah bercinta dengan perawan, kecuali dengan Ria yang selaput daranya tembus oleh jari pacarnya.

“Agh.. Agh..” Felicia mengerang keras. Lama kelamaan suaranya makin keras.
“Come on, Boy.. Fuck me..” ceracaunya.

Rupanya Felicia adalah tipe wanita yang bersuara keras ketika bercinta. Bagiku menyenangkan juga mendengar suaranya. Membuatku terpacu lebih hebat menghunjamkan penisku. Lama-lama tempoku makin cepat. Beberapa saat kemudian aku berhenti. Mengatur nafas dan mengubah posisi kami. Felicia menungging dan aku ‘menyerangnya’ dari belakang. Doggy style. Kulihat payudara Felicia sedikit terayun-ayun. Seksi sekali. Dengan usil jariku meraba anusnya, kemudian memasukkan jariku.

“Hey.. Perih tau!” teriak Felicia. Aku tertawa.
“Sorry.. Kupikir enak rasanya..” Aku menghentikan memasukkan jari ke anusnya tetapi tetap bermain-main di sekitar anusnya hingga membuatnya geli.

Cukup lama kami berpacu dalam birahi. Aku merasakan saat-saat orgasmeku hampir tiba. Aku berusaha keras mengatur ritme dan nafasku.

“Aku mau nyampe, Felicia..”
“Keluarin di dalam aja. Udah lama aku tidak merasakan semburan cairan pria” Aku agak terhenti. Gila, keluarin di dalam. Kalau hamil gimana, pikirku.
“Aman, Boy. Aku ada obat anti hamil kok..” Felicia meyakinkanku. Aku yang tidak yakin. Tapi masa bodoh ah. Dia yang menjamin, kan? Kukocok lagi dengan gencar. Felicia berteriak makin keras.
“Yes.. Aku juga hampir sampe, Boy.. come on.. come on.. oh yeah..”
Saat-saat itu makin dekat.. Aku mengejarnya. Kenikmatan tiada tara. Membuat saraf-saraf penisku kegirangan. Srr.. Srr..
“Aku orgasme. Sesaat kemudian kurasakan tubuh Felicia makin bergetar hebat. Aku berusaha keras menahan ereksiku. Tubuhku terkejang-kejang mengalami puncak kenikmatan.
“Aarrgghh.. Yeeaahh..” Felicia menyusulku orgasme.

Dia menjerit kuat sekali kemudian membalikkan badannya dan memelukku. Kami kemudian bercumbu lagi. Saatnya after orgasm service. Tanganku memijat tubuhnya, memijat kepalanya dan mencumbu hidung, pipi, leher, payudara dan kemudian perutnya. Aku membuatnya kegelian ketika hidungku bermain-main di perutnya. Kemudian kuangkat dia. Mengambil handuk dan mengeringkan tubuh kami berdua. Sambil terus mencuri-curi ciuman dan rabaan, kami saling menggosok tubuh kami. Dengan tubuh telanjang aku mengangkatnya ke tempat tidur, membaringkannya dan kembali menciumnya. Felicia tersenyum puas. Matanya berbinar-binar.

“Thanks Boy.. Sudah lama sekali aku tidak bercinta. Kamu berhasil memuaskanku..”

Pujian yang tulus. Aku tersenyum. Aku merasa belum hebat bercinta. Aku hanya berusaha melayani setiap wanita yang bercinta denganku. Memperhatikan kebutuhannya.
Aku sangat terkejut ketika tiba-tiba pintu kamar terbuka. Sial, kami tadi lupa mengunci pintu!! Seorang wanita muncul. Aku tidak sempat lagi menutupi tubuh telanjangku.

“Ups.. Gak usah terkejut. Dari tadi aku udah dengar teriakan Felicia. Tadi malah sudah mengintip kalian di kamar mandi..” kata wanita itu. Aku kecolongan. Tapi apa boleh buat. Biarkan saja. Kulihat Felicia tertawa.
“Kenalin, dia Gladys. Mbak.. Dia Boy.” aku menganggukkan kepalaku padanya.
“Hi Gladys..” sapaku.

Kemudian aku berdiri. Dengan penis lemas terayun aku mencari kaos dan celana pendek Felicia dan memakainya. Gladys masuk ke kamar. Busyet, ni anak tenang sekali, Pikirku. Sudah jam 2 pagi. Aku harus pulang. END by Cerita Seks 15 Cerita Seks Terbaru, Cerita Dewasa Hot, Cerita Mesum Seru -
06.39 | 0 komentar

Seks Melalui Lubang Dubur Yang Kucoba Dengan Teman Pacarku

Cerita Seks Terbaru, Cerita Dewasa Hot, Cerita Mesum Seru - Cerita ini adalah cerita dewasa terbaru bergambar Melakukan Phone Sex Dengan Orang Yang Sudah Lama Kurindukan, kini ada cerita seks mesum Seks Melalui Lubang Dubur Yang Kucoba Dengan Teman Pacarku, selamat membaca.

Hampir tidak percaya bahwa hari telah larut malam. Aku masih berada di ruang komputer kampus sendirian. Pegal rasanya seharian menulis tugas yang harus diserahkan besok pagi. Untunglah akhirnya selesai juga. Sambil melepas lelah iseng-iseng aku buka internet dan masuk ke situs-situs porno. 
Seks Melalui Lubang Dubur Yang Kucoba Dengan Teman Pacarku
Seks Melalui Lubang Dubur Yang Kucoba Dengan Teman Pacarku

Aku membuka gambar-gambar orang bersenggama lewat anus. Mula-mula terasa aneh, tapi makin lama aku merasakan fantasi lain. Aku merasakan erangan perempuan yang kesakitan karena lubang duburnya yang sempit ditembus dengan kemaluan yang mengeras. Ah.. khayalanku semakin jauh.

Tiba-tiba aku dikagetkan dengan suara pintu ruangan membuka dan menutup. Hii.. aku lihat sudah jam 22:30, malam-malam begini pikiranku jadi membayangkan hal-hal menakutkan. Tapi kemudian aku dikagetkan lagi ketika melihat seorang perempuan membawa map berisi beberapa lembar kertas dan dua buah buku tipis masuk kemudian menaruhnya di sebelah komputer, lalu menyalakan komputer dan mengetik. 

Komputernya terhalang tiga meja komputer di sebelahku. Aku jadi lega, sekarang ada teman, walaupun dia tidak memperhatikan aku sama sekali. Aku perhatikan dari samping, wajahnya manis dengan hidung yang kecil dan mancung. Kulitnya tidak terlalu putih, tapi mulus dengan jaket jeans lengan pendek yang dikenakannya, dia tampak cantik.

Tapi, akh peduli amat. Aku melanjutkan buka-buka situs tadi, anganku semakin menerawang, kemaluanku agak menegang. Dan akhirnya aku melirik pada perempuan di ruangan itu, dan langsung aku melirik pantatnya. Besar! pikirku. Tiba-tiba saja aku membayang kalau kemaluanku merobek-robek pantatnya yang menggiurkan itu. Aku jadi deg-degan, semakin dibayangkan semakin menjadi-jadi kemaluanku menegang. Sampai akhirnya aku nekat mendekati dia. Aku mencoba menenangkan diriku agar tampak normal.

"Ma'af.. sedang mengerjakan tugas?" suaraku sedikit bergetar.
Dia melirikku sebentar lalu matanya tertuju lagi ke layar komputer, sambil menjawab,
"Iya.. Mas.. aku kelupaan menuliskan beberapa judul buku dalam daftar kepustakaan, cuma dikit kok."
"Rumahnya deket sini?"
"Iya di asrama, dan saya biasa kerja malam-malam begini," jawabnya.
"Nah.. selesai deh," dia membereskan kertas-kertas, lalu terdengar suara mesin printer bekerja.
Dia mengambil hasilnya dan kelihatan puas.

"Bisa pulang sama-sama?" aku bertanya sambil mataku sebentar-sebentar mencuri pandang ke arah pantatnya yang kelihatan besar membayang dibalik celana trainning kain parasitnya. Aduh, dadaku mendesir.

"Sebentar aku tutup dulu komputerku ya.."
Aku bergegas pergi ke komputerku.
"Mas sedang ngerjakan apaan?"
Aku kaget tidak menyangka kalau dia mengikuti aku.
"Ah.. ini.. iseng-iseng aja buka-buka internet, capek sih ngetik serius terus dari tadi."
"Eh.. gambar-gambar gituan yaa? Hi ih!" dia mengangkat bahunya, tapi mulutnya tersenyum.
"Ah.. iseng-iseng aja.. Mau ikutan liat-liat?" tiba-tiba keberanianku muncul. Dan di luar dugaan dia tidak menolak.
"Tapi bentar aja yaa.. entar keburu malam!" dia langsung duduk di kursi sebelahku.
Makin lama kami makin asyik buka-buka gambar porno, sampai akhirnya,
"Aku mau pulang deh Mas. Udah malem.. Aku bisa pulang sedirian.. deket kok."

Dia siap berdiri. Tapi dengan reflek tanganku cepat memegang pergelangannya. Dia terkejut. Aku sudah tidak memperdulikan apa-apa lagi, kecuali mempraktekkan gambar-gambar yang dilihat tadi. Kemaluanku sudah menegang.

Tanpa basa basi aku langsung menduduki pahanya dan langsung melumat bibirnya. "Umh.. mh.." dia berusaha meronta dan menarik kepalanya ke belakang, tapi tangan kiriku cepat menahan belakang kepalanya, sementara tangan kananku sudah memegang buah dadanya, memutar-mutar, dan meremas-remas putingnya. Gerakan perempuan itu makin lama makin lemah, akhirnya aku berani melepaskan ciumanku, dan beralih menciumi bagian-bagian tubuh lain, leher, belakang telinga, kembali ke leher, lalu turun ke bagian belahan buah dadanya. Aku melihat dia juga menikmatinya. Matanya mulai sayu, bibirnya terbuka merekah.

"Namamu siapa?" aku tampaknya agak bisa mengendalikan keadaan. Dia tidak menjawab. Hanya matanya yang sayu itu memandang kepadaku. Aku tidak mengerti maksudnya. Tapi ah tidak perduli aku mengangkat berdiri tubuhnya, lalu aku duduk di kursi, kutarik badannya dan dia duduk di pangkuanku. "Ehh.. hh.." dia berdesah ketika kepalaku menyeruduk buah dada yang masih terhalang T-shirt merah muda di balik jaket jeans yang terbuka kancingnya. Tanganku segera menaikkan kaosnya, sehingga tampak bagian bawah dadanya yang masih berada di balik BH. Kunaikkan BH-nya tanpa melepas, dan kembali mulutku beraksi pada putingnya, sementara tanganku meremas-remas pantatnya dan pahanya.

"Oohh.. Mas.. Mas.. Aoohh.." aku semakin menggila mendengar desahnya. Lalu aku ingin melaksanakan niatku untuk menembuskan batang kemaluanku ke pantatnya. Kubalikkan badannya sehingga dia membelakangiku. Aku pun berdiri dan menurunkan celana trainingnya dengan mudah. Dengan tidak sabar celana dalamnya pun segera kuturunkan. Aku duduk dan kutarik badannya sehingga pantatnya menduduki kemaluanku. 

"Aghh.. Uhh" aku terkejut karena kemaluanku yang sedang menegang itu rasanya mau patah diduduki pantatnya. Tapi nafsuku menghilangkan rasa sakit itu. Aku genggam kemaluanku dan kutempelkan ke lubang duburnya, lalu kutekan. "Aaah.." dia menjerit, tubuhnya mengejang ke belakang. Tapi kemaluanku tidak bisa masuk. Terlalu sempit lubangnya. Keberingasanku makin menjadi. Aku dorong tubuhnya sehingga posisi badannya membungkuk pada meja komputer. Pantatnya kelihatan jelas, bulat. Pelukanku dari belakang tubuhnya membuat dia tertindih di meja. Kutempelkan kemaluanku pada lubang pantatnya. Sementara tangan kiriku meremas buah dada kirinya. 

Mulutku pun tidak henti-hentinya menggerayangi bagian belakang leher dan punggungnya. Dengan sekali hentak paksa, kudorong masuk kemaluanku. "Aih.. ah uh aoowww.." aku pun mersa sedikit kesakitan, tapi kenikmatan yang tiada taranya kurasakan. "Jangan.. aduh aahh sakiit, tidak deh.. ahh.." Aku semakin bernafsu mendengar rintihannya. Sambil memeluk buah dadanya., kutarik dia berdiri. Lalu aku pun menggerakan kemaluanku maju mundur, mulutku menciumi pipinya dari samping belakang, sementara tanganku meremas buah dadanya, seolah-olah ingin menghancur lumatkan tubuh perempuan yang sintal itu.

Perempuan itu tidak henti-hentinya merintih, terutama ketika kemaluanku kudorong masuk. Beberapa tetes air mata menggelinding di pipinya. Mungkin kesakitan, aku tidak tahu. Tapi apa daya aku pun sudah tidak kuat menahan keluar air maniku lagi dan tubuhku mengejang, perempuan itupun mengejang dan merintih, karena tanganku dengan sangat keras meremas buah dadanya. 

Badannya ikut tertarik ke belakang, dan mulutku tanpa terasa menggigit lehernya. "Ouhh.. hh.." kenikmatan luar biasa ketika kemaluanku menyemburkan air maniku ke pantatnya. Hangat sekali. Aku terduduk dia pun terduduk di atas kemaluanku yang masih menancap di pantatnya. Kepalaku terkulai di punggungnya. Perempuan itu memandang ke arah layar komputer dengan pandangan kosong. Sementara tetes air matanya masih terus membasahi pipinya.

"Ma'afkan aku.. Aku tidak kuat nahan diri," aku mencoba menghiburnya. Tapi dia tidak menjawab.
"Siapa namamu?" tanyaku dengan lembut. Kembali dia membisu.
"Aku mau pulang.. kamu tidak perlu nganter aku.. biar orang-orang tidak tanya macem-macem," katanya dengan suara perlahan.
"Aku sebenarnya tau siapa kamu.. Mas," dia berbicara tanpa menoleh ke arahku.
"Ha.. aku.." aku tekejut.
"Ya.. karena aku temen baru pacarmu, Yuni, aku pernah liat foto-fotomu di tempat dia."
Kali ini dia menatapku dengan tajam.
"Tapi.. aku sama sekali tidak nyangka kelakuanmu seperti ini," selesai dia menaikkan celana dan membetulkan BH dan T-shirtnya.
"Tapi tidak usah khawatir aku tidak bakalan cerita kejadian ini, aku takut ini akan melukai hatinya. Dia setia sama kamu," lanjutnya.
"Kamu tidak.. kasian ama dia?"

Aku terdiam, termangu, bahkan tidak menyadari kalau dia sudah berlalu.

Akhir-akhir ini aku tahu nama gadis itu Rani, memang dia teman pacarku, Yuni. Aku menyesali perbuatanku. Rani tetap baik pada kami berdua. Kami bahkan menjadi kawan akrab. Seperti tidak pernah terjadi apa-apa. Entah sampai kapan dia akan menyimpan rahasia ini. Aku kadang-kadang khawatir, kadang-kadang juga memandang iba pada Rani. Oh, aku telah menghancurkan gadis yang tulus. END by Cerita Seks 15 Cerita Seks Terbaru, Cerita Dewasa Hot, Cerita Mesum Seru -
05.35 | 0 komentar

Kamis, 24 September 2015

Melakukan Phone Sex Dengan Orang Yang Sudah Lama Kurindukan

Cerita Seks Terbaru, Cerita Dewasa Hot, Cerita Mesum Seru - Cerita ini adalah cerita dewasa terbaru bergambar Fantasi Liarku Keinginan Melakukan Hubungan Seks Dengan Office Boy, kini ada cerita sex mesum Melakukan Phone Sex Dengan Orang Yang Sudah Lama Kurindukan, selamat membaca.

Malam itu seperti biasa Eksanti tidur sendiri di kamar kost-nya. Tetapi Eksanti tidak bisa tidur sama sekali. Bayangan percumbuan yang serba singkat di dalam mobil beberapa hari yang lalu kembali muncul di matanya yang mencoba tertutup. Rumah besar tempat kostnya di bilangan Jakarta Selatan itu terasa sepi sekali.
Melakukan Phone Sex Dengan Orang Yang Sudah Lama Kurindukan
Melakukan Phone Sex Dengan Orang Yang Sudah Lama Kurindukan

Sudah seminggu ini Eksanti tidak berjumpa dengan aku di kantor, karena memang aku sedang melakukan presentasi ke luar kota. Hari itu sebenarnya adalah jadwalku untuk kembali masuk ke kantor, namun aku belum juga datang. Siang tadi Eksanti telah berulang kali menelphone HP-ku, namun tidak aktif. Perasaan khawatir sedikit muncul dibenaknya, bercampur dengan rasa kangen yang luar biasa. 

Lalu ia pun berniat mengontak aku di rumah, tetapi niat tersebut diurungkan. Bukan saja karena Eksanti tidak mau melanggar komitmen untuk tidak menggaguku di rumah, tetapi juga karena ia sendiri merasa sungkan bila ternyata telphonenya nanti diangkat oleh orang lain di rumahku. Siapa orang itu dan apa kata orang itu nanti, kalau ia sampai mencari-cariku ke rumah?

Kini, ketika matanya tak juga mampu terpejam tidur, ia menyesal kenapa tak memberanikan diri mengkontakku tadi siang. Menyesal karena merasa dirinya terlalu ragu-ragu bertindak.

Tak lebih 15 kilometer jauhnya dari kamar tidur Eksanti, aku juga sedang terlentang sendirian di ranjang besar di kamar tidurku dengan mata nanar memandang langit-langit. Aku juga tidak bisa tidur malam ini, walau separuh laporan perusahaan yang penuh angka dan paling menjemukan telah habis aku baca. Entah kenapa, malam ini aku begitu merindukan Eksanti. Mungkin karena telah seminggu ini kami tidak berjumpa, sehabis kejadian malam yang indah di dalam kemacetan Jakarta itu. Sedang apa dia sekarang? Apakah sedang dicumbu oleh kekasihnya yang lain? Apakah ia sedang bersama dengan teman manajerku itu? Pikiran terakhir ini sangat menggangguku, membuat aku terbakar cemburu selain birahi. Sungguh menggelisahkan!

Aku meredupkan lampu baca di kamar tidur dan menutup rapat pintunya. Sejenak aku memandang ke arah pesawat telephone di sisi ranjangku. Haruskah aku menelphone Eksanti sekarang, malam-malam begini? Segera aku angkat gagang telephone, namun sebelum sempat memutar nomer telephone-nya, perasaan ragu-ragu menggugurkan keinginanku dan aku meletakkannya kembali ke atas pesawatnya. Bagaimana kalau ia sedang bersama orang lain saat ini? Ahh.. tetapi rasa rinduku yang menggebu-gebu mengalahkan segalanya.

Ketika Eksanti hendak mulai memejamkan matanya, tiba-tiba terdengar ketukan di pintu kamarnya.
"Siapa..?", ujarnya sedikit malas.
"Santi, ada telephone untuk kamu di depan", ujar suara Eni teman kostnya dari balik pintu.
"Dari siapa..?, Eksanti bertanya lagi.
"Nggak bilang namanya, cuman katanya dari kakakmu, tapi suara cowok, kakak yang mana sih San..?, temannya menjawab dengan penuh selidik.

Eksanti bergegas bangkit dari ranjangnya, ia tahu persis siapa 'kakaknya' itu. Lalu sambil membuka pintu kamarnya ia berkata, "Terima kasih yaa.. En, dia memang kakakku yang baru datang dari Malang..". Eksanti terpaksa sedikit berbohong kepada temannya mengenai siapa 'kakaknya' itu. Ia tidak ingin teman-temannya tahu mengenai siapa 'kakaknya' itu, terlebih pada Eni teman sebelah kamarnya yang terkenal suka menggosip.

Eksanti lalu melangkah cepat ke ruang tamu yang berseberangan dengan kamarnya. Ketika ujung gagang telephone telah diangkat ke telinganya terdengar suara lelaki yang sudah sangat diakrabinya.

"Halo Santi, ini Mas..", aku menyapanya.
"Halo Mas, ini lagi di mana..", ujar Santi dengan nada gembira yang sengaja disembunyikannya.
"Lagi di rumah dong.., Santi sudah mau bobo' yaa..?", tanyaku lagi.
"Ahh.. belum kok, Santi belum ngantuk..", jawab Santi sedikir berbohong.
"Kenapa..?", tanyaku lagi.
"Abis, Santi mikirin Mas.., 'kan mestinya hari ini udah masuk kantor", Santi berkata dengan penuh terus terang.
"Terima kasih.., kamu inget sama Mas, soalnya tadi Mas masih capek banget, jadi masih males masuk ke kantor. Tapi ngomong-ngomong, presentasi-nya sukses lho, San. Makasih yaa.. buat bantuanmu nyiapin materi", ujarku beralasan.
"Sama-sama, Mas.. Selamat yaa..", ujar Eksanti menimpali pernyataanku.
"Iyaa.. iya.. kalau aku sukses kan berkat kamu juga, jadi sukses kita sama-sama kan. Ehh.. ngomong-ngomong kamu lagi di ruang mana nih?"
"Di ruang tamu, mas"
"Lagi banyak orang nggak di situ"

"Ada si Eni yang lagi nonton TV, yang lain udah pada bobo'. Ehh.. Mas, telephone-nya aku bawa ke kamar dulu yaa..", bisik Eksanti pelan. Ia berkata demikian karena khawatir Eni akan menguping pembicaraan mereka. Kebetulan karena letak kamar Eksanti dekat dengan ruang telephone itu, maka kabelnya dengan mudah bisa ditarik ke kamarnya melalui jendela.
"Mas, sekarang udah aman, nggak ada siapa-siapa.. nggak ada yang nguping", Eksanti memberi sinyal kepadaku.
"Santi, Mas kangen.. nih sama kamu, pengin melukin kamu..", aku mulai mengatakan perasaanku yang sebenarnya.
"Ahh.. Mas, Santi juga kangen tapi gimana dong..?", Eksanti berucap pelan.

"Mas pengin banget bercinta dengan kamu, sekarang..!!", aku berkata jujur. Eksanti sedikit kaget mendengar pernyataanku yang straight forward itu. Namun dalam hati ia mengagumi caraku yang tetap halus namun tanpa basa-basi itu.

"Santi, juga.., tapi gimana", ujar Eksanti kembali.
"Santi bantuin Mas yaa..", aku meminta kepadanya.
"Bantuin apa..?", ujar Eksanti bingung.
"Bantuin biar rasa kangen Mas terobati"
"Santi mau mbantuin Mas apa saja, sepanjang Santi bisa. Santi mau Mas bahagia", ia menjawab permintaanku dengan nada lirih hampir berbisik.
Mendengar pernyataannya yang terakhir itu, aku makin tidak bisa mengendalikan perasaanku, dan akupun semakin ingin membayangkan ia sedang berdiri dihadapanku saat ini. Aku ingin sekali..

"Santi pakai baju apa sekarang?", aku bertanya lagi.
"Pakai daster warna merah muda.., Mas pakai apa", Santi balik bertanya.
"Ehmm.. Mas cuman pakai celana tidur satin hitam, nggak pakai apa-apa lagi.. Kamu pakai apa di balik dastermu San..?"
"Santi nggak biasa pakai bra kalau mau tidur, tapi masih pakai celana dalam warna krem"
"Yang ada renda-rendanya itu?", aku bertanya penuh rasa penasaran.
"He.. em", ujernya pendek.

Itulah awal pembicaraan kami di telephone yang dipenuhi oleh percakapan penuh rasa romantisme yang membakar sensualitas fantasi kami. Lalu kami saling bercerita canda panjang lebar untuk menanyakan keadaan masing-masing. Suara Santi yang memang sangat seksi ditelingaku itu, seolah mendesah-desah penuh manja, membuat kejantananku semakin menegang terangsang di balik celana tidur satin yang aku kenakan.

Ditengah-tengah percakapan yang makin mendebarkan itu, Eksanti menggeletakkan tubuhnya setelah bosan tidur miring. Kamar tidur sengaja ia gelapkan, karena ia ingin suasana percakapan itu semakin romantis, selain itu ia memang tidak akan bisa tidur dengan cahaya yang terlalu terang. Ah, tiba-tiba darah Eksanti berdesir karena rasanya ia masih bisa mencium bau wangi tubuhku. Bau yang kini mulai diakrabinya: segar dan penuh aroma kejantanan. Tidak seperti tubuh lelaki lain di kantornya yang terlalu penuh minyak wangi sehingga berkesan sintetis. Ah, kini ia mulai membanding-bandingkan antara aku dengan teman-temannya yang lain, keluh Eksanti dalam benaknya.

"Mas..," bisiknya perlahan sambil menelungkupkan muka ke bantal, "Apa yang ingin Mas lakukan kepadaku?"
"Santi, Mas sedang membayangkan kamu. Kamu mau tahu nggak yang sedang Mas bayangkan..?", aku berujar pelan.
"Hee em..", Eksanti mendesah lagi mengiyakan.
"Mas membayangkan sedang mencumbumu. Tangan Mas sedang membelai setiap centi kulit indahmu. Bibir Mas sedang mengusap-usap lembut rambut-rambut halus di belakang telingamu, lalu beralih ke bibir indahmu", aku mulai menceritakan fantasiku kepadanya.

Di depan mataku seakan-akan ada sebuah film yang diputar berulang-ulang, berisi gambar indah percumbuan kami yang sangat singkat tetapi sangat menggairahkan itu. Bibir basah yang merekah pasrah itu, tergambar jelas di mataku. Harum nafasnya yang menggairahkan itu, tercium jelas di hidungku. Kelembutan lidah dan bagian dalam mulut itu.. hmm, semuanya terasa seperti nyata malam ini. Amat sangat nyata, sampai-sampai aku menelan ludah berkali-kali. Jantungnya berdegup kencang, seperti ketika waktu itu aku melumat bibir bidadari yang amat aku dambakan.

"Teruss..?", Eksanti berucap pelan sambil mulai memejamkan matanya. Bayangan percumbuan kami di dalam mobil seminggu yang lalu nampak jelas di pelupuk matanya.

Eksanti masih ingat betapa aku mengulum lembut bibir tipisnya dengan luapan perasaan yang apa adanya. Betapa menggairahkannya ciuman itu! Aku melakukannya dengan sepenuh hati, sehingga rasanya tidak setengah-setengah. Ketika aku mengulum bibirnya, aku melakukannya dengan penuh perasaan, membuat dirinya terbuai-buai bagai tidur di atas awan di angkasa sana. Tak sadar Eksanti meraba bibirnya dengan ujung jari. Ia dengan mudah bisa merasakan kembali ciuman itu. Tak mungkin ia bisa melupakannya.

"Terus bibir Mas turun ke arah lehermu. Lalu Lidah Mas menyapu-nyapu lembut di sana dan kamu merasa geli tetapi juga nikmat.. Kamu bisa merasakannya, 'yang?", aku melanjutkan.
"Oocch.. iyaa.. Mas, teruss..", Santi semakin tidak sabar menuggu kelanjutannya sambil jemari tangannya membelai-belai lehernya sendiri, mengikuti fantasiku. Jemarinya mengalir pelan di sepanjang lehernya yang jenjang, sesekali berhenti di belakang telinganya lalu mengalir turun ke arah dadanya.

"Bibir Mas semakin turun ke bawah, turun.. dan turun pelan-pelan sekali. Sekarang, Mas sedang melumati kedua puting payudaramu, bergantian yang kiri.. lalu yang kanan.. Tangan Mas meremasnya lembut.. Ooocch.. Santi, Mas rasanya nikmat sekali.. Kamu juga merasakan hal yang sama, sayang?", aku berhenti sejenak. Aku mendengar Eksanti mendengus pelan..

Eksanti tidak kuasa melupakan betapa dadanya yang kenyal dihisap oleh bibirku dan diremas oleh tangan kokohku itu. Oh, itulah cumbuan dan remasan yang tak kalah menggairahkan dari ciuman dibibirnya. Jemari dan bibiriku seperti penuh oleh energi pembakar sukma yang mengirimkan jutaan bulir kenikmatan ke seluruh tubuhnya. Tak sadar, Eksanti mengerang kecil, meremas seprai dengan satu tangannya. Ia seperti merasakan lagi hisapan dan remasan jemari itu di dadanya. Gesekan nilon tipis pakaian tidurnya tiba-tiba seperti mewakili remasan itu. Ia tidur tanpa beha. Oh, kedua putingnya ternyata sudah mengeras. Kenapa jadi begini? Keluh Eksanti sambil mengerang lagi, lalu memiringkan badannya, meraih bantal guling.

Lalu kembali aku melanjutkan fantasiku "..putingmu, keduanya mulai mengeras dan semakin mengeras. Warnanya merah kecoklatan, kecil, panjang dan makin menjulang.. Mas juga menciumi lingkaran coklat di sekelilingnya, bergantian yang kiri dan yang kanan. Kamu mulai menggelinjang.. kamu meremasi rambut Mas dan menekan kuat-kuat kepala Mas di dadamu", aku menceritakan fantasiku sambil membayangkan seolah-olah aku memang melakukan aktifitas itu.

"Oocch.. Mas, teruskan..", Eksanti mendesah lagi ketika aku terdiam sesaat. Tangannya meraba lembut di atas dadanya, dan ternyata memang benar.., putingnya telah mulai mengeras. Ia tersenyum sambil matanya tetap terpejam, sementara telinganya tetap berkonsentrasi penuh untuk mendengarkan suaraku di seberang sana.

"Tanganmu kini juga mulai meremas-remas lembut kejantanan Mas di bawah sana. Santi.., kamu memang luar biasa.. Kamu mengusap sepanjang batangnya, pelan-pelan ke atas lalu kebawah lalu ke atas lagi. Remasan jemarimu berhenti di pangkal bagian atasnya yang membulat keras, lalu sesekali jari telunjukmu menyentuh-berputar pada lubang di ujungnya. Kamu mengusapnya lagi ke arah bawah pelan sekali, kamu meremasi ke dua bola di pangkal bawahnya, kamu memeras, meremasnya di sana.. Oocchh..", aku berhenti sejenak. Tanganku tetap bergerak-gerak di bawah sana melakukan aktifitas seperti yang aku ceritakan kepadanya.

Udara dingin menyebabkan aku harus menyelimuti badanku, tetapi sentuhan selimut di atas kejantananku yang hanya tersaput celana dalam tipis ternyata berdampak lain. Kenangan erotis tentang Eksanti membuat diriku terbakar birahi. Perlahan tapi pasti, kejantananku menegang. Semakin lama, semakin tegang, berdenyut penuh gairah.

"Oocchh.. Mas.. Santi juga sedang membayangkan hal itu terjadi sekarang", Santi pun mulai benar-benar hanyut dalam fantasi yang sama denganku.

Kira-kira hampir semenit kami berdua hening, tidak bersuara. Kami benar-benar sedang terhanyut dalam sensasi seksual masing-masing, sementara masing-masing tangan kami yang terbebas dari gagang telephone melakukan aktifitas untuk membangkitkan gairah. Suara dengusan, rintihan pelan dan hembusan nafas panjang saling menimpali, membuat suasana semakin romantis. Ketika aku semakin tidak kuasa menahan rasa geli, nikmat di bawah sana, aku menghentikan aktifitas tanganku. Aku mengangkat sedikit tubuhku dan dengan sekuat tenaga aku turunkan sedikit celana tidurku dengan satu tangan, untuk memberikan keleluasaan pada kejantananku.

"Eksanti," bisikku, "Sedang apa kamu di sana? Kamu mau tahu nggak apa yang Mas barusan lakukan?"
"Hee.. emm..", desahnya pendek.
"Celana tidur Mas sekarang telah terlepas, kejantanan Mas sudah tegak menegang, kamu masih ingat jelas bentuknya 'kan? Sekarang maukah kamu melepas celana dalam kamu juga 'yang..?", aku menceritakan keadaanku sekaligus memohon kepadanya untuk melakukan hal yang sama.

"Iyaa.. Mas, sekarang Santi juga sudah terbebas..", ujar Eksanti mengabulkan permintaanku. Celana dalamnya telah beranjak ke bawah pahanya. Sebenarnya sudah sedari tadi ia ingin melakukan hal itu.

Angin dingin menimbulkan suara berkesiut di luar jendela kamar tidur Eksanti. Ia menelentang kembali, kini dengan mata terbelalak sepenuhnya. Kamar tidur yang senyap itu sebenarnya dingin sekali. Tetapi tubuh Eksanti seperti dibakar api, dan ia terkejut sendiri ketika tak sengaja tangannya menyentuh selangkangannya. Celana dalamnya agak basah, dan sebuah rasa geli yang telah lama ia tak rasakan ternyata muncul di sana. "Oh, aku begitu terangsang malam ini", desah Eksanti panik di dalam hati.

"Jangan dulu kamu sentuh yang di bawah sana, Santi. Please, tanganmu tetap berada di atas. Sekarang kamu arahkan jemari ke mulutmu, lalu kamu hisap pelan, kamu jilat basah hingga pangkal jemari telunjukmu..", aku melanjutkan permohonanku.
"He.. emm..", Santi mendesah sambil mulai memasukkan jemari ke dalam mulut kecilnya. Jemarinya basah oleh cairan ludahnya sendiri, ia sedang mengkhayalkan sebentuk daging bulat, panjang, lebih besar dan lebih keras dari sosis. Ia mengulumnya pelan, dan sesekali menghisapnya dengan sepenuh perasaan.
"Please, sekarang jemarimu yang basah kamu tarik dari mulutmu, Santi. Kamu usapkan jemarimu di mana sekarang, 'yang..?"

Cepat-cepat Eksanti memindahkan tangannya, tetapi tangan itu jatuh di atas dadanya. Untuk sejenak, ia mencoba mengatur nafasnya yang mulai terengah, tetapi tanpa diperintah tangan itu ternyata mulai meraba-raba. Eksanti menggelinjang. Eksanti mendesah gelisah. Rasa geli menyelimuti puncak-puncak dadanya. Rasa geli yang minta digaruk. Maka menggaruklah jemari-jemarinya, mengusap dan membelai pula. Gagang telephone ia jepit di antara pundak dan kepalanya, dua tangan kini ada di dadanya. Dua-duanya mereMas, mengusap, menggaruk, membelai.. Eksanti mendesahkan namaku berkali-kali dengan bisikan tertahan; kuatir teman di sebelah kamar kost-nya terbangun.

"Oocchh.. Mas, Santi sedang memilin lembut puting Santi. Oocchh.. Mas.. keras sekali, Santi ingin Mas menggigitnya, Santi ingin Mas meremasinya.., pelan saja Mas..", Eksanti berkata demikian sambil jemari telunjuk dan jempolnya memilin-memutar putingnya dengan lembut.

"Iya.. Sayang, Mas sedang menjepitnya dengan bibir Mas, lalu lidah Mas menyapu-nyapu lubang di ujung putingnya.. Enak sayang..?", akupun tak kalah dalam mengimbangi fantasinya.
"Iyaa.. Mas.., sekarang tangan Santi ada di atas perut Santi", Eksanti melanjutkan.
"Iyaa.. sayang, bibir Mas sekarang sedang mencium lembut perutmu yang putih. Lidah Mas berputar-putar di sekitar pusarmu. Lalu Mas turun ke pangkal pahamu.. Terus bibir Mas berhenti di sana..", aku berhenti untuk menunggu reaksinya.

Eksanti tak tahan lagi. Dengan satu tangan tetap meremas-remas dadanya sendiri, ia mengusap-usap kewanitaanya dengan tangan yang lain. Celana nilon tipis masih menutup sebagian di sana, tetapi tentu saja tak mampu mencegah rasa nikmat yang datang dari telapak tangannya. Apalagi kemudian Eksanti menelusupkan tangan itu ke balik celana dalamnya, menemukan lembah sempit di bawah sana telah basah oleh cairan cinta. Menemukan pula tonjolan kecil di bagian atas telah menyeruak keluar dari persembunyiannya, menonjol diam-diam menanti sentuhan jarinya.

"Oochh..", Santi mengerang pelan sementara jemarinya kini tengah berada tepat di atas gerbang kewanitaannya yang telah terbebas. Ia benar-benar telah memelorotkan celana dalamnya.

"Lalu Mas menyentuhi rambut kewanitaanmu dengan bibir Mas. Lalu Mas menjilat-jilat lembut bibir kewanitaanmu di bawah sana. Lalu Mas gigit pelan klitorismu.. Mas hisap.., Mas.. gigit, Mas.. hisap lagi. Telunjuk Mas sesekali berputar-putar di atas daging kecil merah itu..", aku kembali mengendalikan fantasinya.

"Oocch.. Mas, Santi pengin Mas.. Santi pengiinn.. oochh.. sekarang..", Santi tidak kuasa meneruskan kata-katanya.
"Iya.. sayang, Mas juga.. Mas sekarang akan memasukkan jemari Mas ke dalam kewanitaanmu Santi..", aku berbisik lembut kepadanya.
"Oocchh..", Santi mengerang pelan.

Eksanti menggigit bibir bawahnya, tersentak bagai tersengat listrik, ketika ujung telunjuknya tak sengaja menyentuh tonjolan kenikmatan itu. Sebuah desah cukup keras menghambur keluar dari mulutnya. Untung teman-teman sekostnya sudah terlelap sehingga mungkin tak akan terbangun walau Eksanti berteriak sekali pun.

"Jemari Mas masuk.., berdenyut lembut di dalam sana. Kamu menghentak, kamu menjepit. Jemari Mas keluar.. masuk.. keluar.. masuk.. pelan sekali.. lembut sekali.. Semakin licin, kamu semakin berdenyut, kamu menggelepar pelan..", aku berkata demikian sambil semakin keras mengocok kejantananku sendiri.

Aku meraba-raba kejantananku. Mengerang pelan karena merasakan tubuhku mulai bereaksi seperti biasanya, menyebabkan semua ototku terasa menegang, bagai seorang pelari yang sedang bersiap-siap melesat dari garis start. Kejantananku sudah menegang setegang-tegangnya. Bergetar seirama degup jantungku yang tak teratur. Naik turun seirama nafasnya yang mulai memburu.

Mula-mula, aku hanya mengusap-usap kejantananku di atas kulit lembutnya. Mengelus-elus perlahan, menimbulkan rasa geli yang samar-samar, seakan-akan untuk memastikan bahwa segalanya berjalan perlahan menuju tempat tujuan. Tetapi, sebentar kemudian gerakan tanganku semakin cepat, bukan lagi mengusap tetapi menguyak-uyak. Nafasku semakin memburu. Rasa geli yang nikmat tersebar sepanjang kejantananku yang terasa bagai batang besi panas membara.

"Mas.., sekarang Santi benar-benar sudah basah.., Santi ingin bercinta dengan Mas.. Masukkan kejantananmu sekarang Mas, please..", sekarang giliran Santi yang memohon kepadaku.
"Iya sayang.., kejantanan Mas juga sudah keras menegang. Sekarang Mas mengarahkannya ke dalam gerbang kewanitaanmu, tanganmu meremas batang kejantanan Mas, sembari mengarahkan ujungnya ke sana. Mas mengusapkan pada bibir kewanitaanmu, Mas merasakan basahnya cairan cintamu, lalu Mas melesak pelan", aku berkata dengan cepat sambil tanganku semakin keras meremasi kejantananku.

Aku tak tahan lagi. Tanganku memelorotkan celana tidurku makin jauh, meremas batang tegang yang membara di bawah sana. Lalu dengan tidak sabar aku memelorotkan lagi celana tidurku hingga ke mata kakiku, hingga kini kejantananku bisa benar-benar terbebas, tegang menjulang. Jemariku meremasinya, membelai di sepanjang batangnya.., pelan sekali.., lembut sekali.. dari atas ke bawah, keatas, kebawah lagi.. Segera aku merasakan pinggulku bagai berubah menjadi kaldera gunung berapi yang penuh lahar menggelegak. Setiap kali aku mereMas, setiap kali pula gelegak itu bagai hendak meluap keluar. Setiap kali pula aku mengerang dengan otot leher menegang seperti seorang yang sedang menahan sesuatu dengan susah payah.

Remasan tanganku semakin lama semakin teratur, diikuti gerakan naik turun seperti memeras. Setiap kali gerakan itu sampai ke ujung yang membengkak-membola itu, aku merasakan tubuhku seperti disedot ke dalam pusaran air birahi. Aku menggeliat-geliat keenakan. Kedua kakiku merentang tegang, dengan tumit tenggelam dalam-dalam di kasur. Aku mengerang.

"Ooochh.., teruskan Mas..", Eksanti berbisik sambil mengangkat kedua pahanya untuk mempermudah usapan jemarinya di bibir kewanitaannya.
"Lalu Mas mendorong senti, demi senti. Kakimu menggamit kuat erat pinggang Mas. Pinggulmu mulai bergoyang pelan membantu perjalanan Mas, dan Mas merasakan ujung kejantanan Mas kini telah menyentuh dinding kewanitaanmu yang terdalam", aku merasakan cairan bening sedikit mengalir di bawah sana.

"Ooocchh..", Eksanti mengerang semakin keras, ketika ia sendiri mulai memasukkan jemari tengahnya ke dalam liang basah itu. Eksanti mengerang tanpa berusaha menahan suaranya. Ia sudah tak peduli lagi. Kedua pahanya terpentang lebar dan jari tengahnya melesak menerobos di antara lembah bibir-bibir kewanitaannya. Jari itu meluncur teratur.. turun sampai melesak sedikit memasuki liang surgawi yang berdenyut-denyut.. lalu naik menyusuri lembah licin yang hangat dan basah itu.. lalu terus naik ke atas lepitan kewanitaannya, tiba di tonjolan yang kini memerah itu.. berputar-putar di sana dua-tiga kali ..
"Aaacchh..," erangan Eksanti semakin jelas. Kalau saja ada orang berdiri di balik pintu dan menempelkan kupingnya, niscaya ia akan mendengar erangan itu.

Tangan Eksanti bergerak semakin cepat, sementara tangan yang satunya juga terus meremas-remas payudaranya dengan gemas. Tubuh Eksanti berguncang-guncang oleh gerakannya sendiri. Ia menggumamkan namaku itu dengan sedikit keras, lalu menggulingkan tubuhnya menjauh dari sisi tempat tidur. Eksanti sudah tak lagi mempedulikan keras erangan suaranya. Ia sedang dalam perjalanan yang tak mungkin dihentikannya lagi. Ia harus sampai ke tujuan!

Aku pun merasakan tujuan asmara telah tampak di pelupuk mataku. Tanganku kini mencekal-meremas langsung kejantananku. Ada sedikit cairan licin membasahi bagian ujung kejantananku. Akibat gerakan turun naik, cairan itu terbawa oleh telapak tanganku membasahi batang kenyal-keras yang panas membara..

"Mas menggenjotmu dengan pelan, menerjangmu dengan lembut, semakin lama semakin keras.. semakin kuat Mas memompamu. Kamu meronta.. kamu meremasi rambut kepala Mas. Kamu mencakar dan menekan kulit punggung Mas. Mas menghentak.. menghentak.. semakin kuat. Dan..", aku sengaja menghentikan fantasiku, karena ingin mendengar reaksi Eksanti. Namun aku tidak memperlambat aktifitas tanganku di bawah sana. Gerakan tanganku semakin cepat dan teratur. Naik turun, naik turun, naik turun.. Terkadang agak lama di bagian ujung, meremas-remas dan mengepal. Menimbulkan rasa geli yang berkepanjangan, menyebar ke seluruh tubuh, menggetarkan semua otot, bahkan sampai menyebabkan ranjangku berderik-derik pelan.

"Ooochh.. Aacchh..", Eksanti merintih-rintih keras dalam kenikmatan sensasi fantasinya. Hanya suara rintihan itu yang bisa aku dengar dari ujung telephone selama beberapa saat. Aku terdiam menikmati suara rintihannya. Jemari tengah Eksanti telah lancar ke luar masuk, sambil sesekali ujung jempolnya menekan-berputar di klitorisnya yang tegang memerah.

Ranjang Eksanti bergoyang keras ketika ia mulai merasakan dirinya mendaki puncak asmara. Kini dua jari yang melesak, mengurut, menelusur lembah sempit di bawah sana. Kini kedua pahanya terentang maksimum, membuat kewanitaanya terbuka lebar, memberikan keleluasaan gerak kepada tangannya.

Tangan yang satu lagi kini beralih ke bawah, namun gagang telephone masih dijepit diantara kepala dan pundaknya. Eksanti memerlukan kedua tangannya untuk mendaki puncak gemilang birahinya. Satu tangan untuk melesakkan kedua jarinya cukup dalam ke liang surgawi yang menimbulkan rasa nikmat itu, sementara tangan yang lain mengusap-menekan-memilin tonjolan merah yang kini berdenyut-denyut itu.

Eksanti bahkan sampai merasa perlu mengangkat pinggulnya, memberikan tekanan ekstra ke seluruh daerah kewanitaannya, menggosok-gosok keras dengan kedua tangannya..

Aku menggosok-gosok dengan cepat. Mengurut dengan keras. Naik turun tanganku semakin cepat, semakin cepat, dan semakin cepat. Nafasku terengah-engah. Kakiku terasa bagai melayang, padahal keduanya menjejak kasur dengan keras. Gagang telephone aku jepit di antara pundak dan kepalaku. Satu tanganku yang bebas kini mencengkram seprai, seakan mencegah tubuhku melambung ke langit-langit. Aku tak tahan lagi, aku menggerendeng merasakan tubuhku seperti hendak meledak.. Lalu aku benar-benar meledak. Menumpahkan cairan-cairan hangat di telapak tanganku.

Eksanti merasakan tubuhnya mengejang, ia mencoba terus menggosok-menggesek, tetapi rasa geli-gatal begitu intens memenuhi tubuhnya. Ia tak tahan lagi. Ia mengerang parau ketika sebuah ledakan besar memenuhi dirinya. Kedua kakinya terentang kejang. Kedua tangannya meninggalkan daerah kewanitaannya, mencengkram seprai di kedua sisi tubuhnya. Klimaksnya datang bagai guntur bergulung-gulung..

******

Ketika nafas kami mulai mereda, suasana hening di dalam telephone itu. Sesekali aku hanya bisa mendengar hembusan nafas beratnya, demikian pula Eksantipun hanya bisa mendengar dengusanku.

"Santi, kamu masih di sana?", aku mengawali percakapan kembali.
"Iyaa.. Mas, Mas udah lega belum?", ia menjawab pelan pertanyaanku.
"Mas, lega.., dan capek.., terima kasih yaa.. San. Santi enak nggak?", aku berkata lagi.

"Ehh..mm", Eksanti tidak menjawab, hanya tersenyum di seberang sana. Namun aku tahu pasti bahwa ia pun telah sangat menikmati ke-'lega'-an bersamaku beberapa menit yang lalu.
"Santi, kita udahan dulu yaa.. Mas mau bersih-bersih dulu nih terima kasih yaa..", aku berkata terus terang. Aku memang harus membersihkan cairan cintaku yang tumpah ruah di atas perut dan sprei ranjangku.

"Iya Mas, Santi juga mau mandi lagi nih.. Gerah sekali rasanya", ia berujar. Naah.. ketahuan deh.. Santi memang harus mandi, tetapi alasan gerah tidaklah masuk akal, karena malam itu suhu udara dingin sekali. Namun aku tidak berusaha meledeknya untuk kealpaannya ini. Aku paling tahu, Santi sangat sensitif pada perasaannya yang satu ini.
"Sampai besok yaa.. IOU", aku mengakhiri percakapan.
"IOU Mas.., mimpiin Santi yaa.., bye", lalu Santi menutup telephonenya.

******

Malam bagai tak peduli. Tetap dengan kelam dan dingin dan desir angin bersiut. Langit sesekali berkerejap oleh kilat di kejauhan. Awan hitam berarak menutupi cahaya bulan, mencegah Raja Malam itu menerangi muka bumi. Pohon-pohon bagai tidur sambil berdiri, terayun-ayun oleh angin yang meraja lela.

Sebentar kemudian hujan mulai turun. Mula-mula hanya berupa rintik kecil. Tetapi lalu dengan cepat semakin lebat. Bahkan kemudian sangat lebat seperti dicurahkan dari langit. Aku masih tergeletak lunglai. Eksanti pun tidak segera mandi, ia terkulai lemas. Kami berdua terpisah oleh tembok, halaman, batu, sungai kecil, pohon, jalan raya, dan sebagainya.. Tetapi kami berdua bersatu dalam fantasi erotik, kami bertemu dalam imajinasi asmara yang menggelegak membara. Siapa bilang tidak ada kekuatan telepati di dunia ini?

Kemudian aku beringsut menuju kamar mandi. Ketika aku masuk ke dalamnya, Eksanti terkejut sejenak sambil tersenyum melihat kejantananku yang sedari tadi sudah mulai mengeras lagi. Aku menggosok gigi, sementara Eksanti mulai merendamkan tubuhnya di dalam bathtub. Nyaman sekali rasanya berendam di air hangat. Eksanti mengusapkan busa wangi ke seluruh tubuhnya. Ke dadanya yang terbuai-buai di dalam air. Ke ketiaknya yang mulus tak berambut. Ke sela-sela pahanya yang tampak samar-samar di bawah permukaan air. Ke bagian-bagian yang tersembunyi, yang terjepit, yang berlekuk-berliku. Hmm. Biar semuanya harum.

Sejenak aku melirik ke kaca, dan darahkupun berdesir lagi ketika aku melihat Eksanti sedang membasuh payudaranya dengan air sabun. Putingnya yang merah kecoklatan terlihat mencuat keatas, sangat kontras dengan warna putih buih-buih sabun yang menempel di sekelilingnya. Tangannya membasuh dada dengan air sabun itu dan sesekali memilin-milin putingnya dengan lembut. Aku semakin tidak tahan menyaksikan pemandangan yang sangat sensual itu. Segera aku berbalik badan untuk memandangnya lebih jelas lagi adegan itu.

Eksanti berkata manja, "Ayo Mas.., tolong gosokin punggung Santi dong..". Tanpa berpikir panjang aku segera menghampirinya dan aku masuk ke dalam bathtub. Sementara Eksanti mengangkat punggungnya sejenak dan mengatur posisi duduknya di dalam bathtub untuk memberikan tempat duduk kepadaku di belakang punggungnya. Kini aku telah duduk tepat di belakangnya, dan dengan jelas aku bisa menyaksikan kulitnya yang putih bersih dengan tonjolan ruas-ruas tulang belakang di bagian tengahnya. Air hangat terasa membasahi kaki dan pinggangku, lalu aku mulai menyiramkan air hangat itu di sekujur punggungnya. Karena sempitnya bathtub itu untuk tubuh kami berdua, maka kejantananku yang kian mengeras terasa menyentuh-nyentuh tulang belakang punggungnya. Eksanti kelihatan gemas sekali merasakannya.

Lalu tangannya beringsut kearah belakang pungungnya, mencoba meraup kejantananku itu. "Hmm.. Santi gemes sama yang ini..", begitu Eksanti berkata sambil meremasi kejantananku. Tanganku yang tadi membasuhi punggungnya sekarang telah merangkul tubuhnya dari belakang, mecoba untuk membasuh dadanya. Sengaja aku mempermainkan puting dan payudaranya sehingga Eksanti menggeliat kegelian. Lalu Eksanti mendesah nikmat, "Ahh.. ". Dan akupun secara refleks langsung melayangkan ciumanku ke arah rambut lembut di sekitar leher belakangnya. Aku mencium dan menggigit lehernya dengan lembut dan Eksanti makin mengelinjang-gelinjang.. geli dan nikmat sekali rasanya.

Aku tidak sabar lagi, lau aku memintanya untuk berbalik badan. Kini kami duduk berhadapan dengan kaki saling menyilang. Kejantananku berada tepat di depan lubang kewanitaannya, siap untuk menusuknya dengan nikmat. Sekali lagi aku membasuh dadanya, aku meremas-remas payudaranya yang lembut dengan puting yang telah mengeras itu. Eksanti memejamkan mata menikmatinya.

Sebenarnya Eksanti sudah tidak tahan lagi, tetapi aku masih mau bermain-main dengan dua bukit indah di dadanya. Maka Eksanti menyerah, membiarkan diriku menjilat, menghisap, dan menggigit mesra puting-puting susunya. Eksanti hanya bisa mengerang, mendesis, dan berdecap setiap kali sensasi-sensasi nikmat datang dari kehangatan mulutku. Puncak-puncak payudaranya, bagian tengahnya, pangkalnya --seluruh payudaranya-- terasa geli bercampur gatal bercampur hangat bercampur nikmat. Teruskan, teruskan, teruskan.. jeritnya dalam hati. Tapi itu tak perlu, karena aku tak akan segera berhenti.

Air bak mandi bergejolak hebat, sebagian tumpah ke lantai, menimbulkan suara kecipak yang ramai. Tapi kita tak memperdulikannya. Sambil terus mengulum putingnya, tanganku menjelajahi bibir halus di bawah sana. Mengelus lepitannya, menekan-nekan bagian atasnya yang sensitif, menelesuri celah-celahnya yang licin, berputar-putar di liang hangat yang pastilah telah berubah warna menjadi merah muda. Eksanti semakin banyak bergerak, menggeletar, menambah besar gelombang air di bak mandi.

Lalu aku mulai mencium bibir lembutnya, aku beringsut ke depan dan kejantananku perlahan-lahan menembus lubang surgawi kewanitaannya. Eksanti sigap mengambil inisiatif, sedikit mengangkat tubuhnya dengan posisi yang tepat, mengarahkan pusat kenikmatan kewanitaannya pada kejantananku. Lalu, perlahan-lahan Eksanti duduk kembali, dan dengan nikmatnya merasakan senti-demi-senti penyatuan cinta birahi dirinya dan diriku. Nikmat sekali rasanya. Perlahan sekali rasanya. Penuh sekali rasanya.

"Ah..," cuma itu yang bisa Eksanti desahkan ketika akhirnya Eksanti terduduk total dipangkuan kedua pahaku, pada posisi yang masih saling berhadapan.
"Oucchh.. Mas", Eksanti mengerang penuh nikmat ketika aku membenamkan seluruh kejantananku lembut sekali.

Sambil memegang wajahku dengan kedua tangan, dan sambil meneruskan ciuman kami yang menggelora, Eksanti memulai pendakiannya ke puncak kenikmatan. Tubuhmu bergerak naik-turun. Mula-mula perlahan dan beraturan. Tetapi tidak lama kemudian berubah liar, diselingi teriakan-teriakan tertahan, dan suara-suara basah yang berdecap-decup dari bawah sana.

Tangan Eksanti dialihkan dengan memeluk erat punggungku, seolah Eksanti menginginkan tusukanku lebih dalam lagi. Eksanti menggelinjang-gelinjang dengan nikmat, sehingga air dalam bathtub kami bergolak-golak seirama dengan gejolak nafsu kami di pagi buta itu. Dengan kasar Eksanti meremas-remas rambut kepalaku, Eksanti mencakari punggungku sambil menaik-turunkan tubuhnya. Terasa dinding kewanitaannya memijat-mijat kejantananku dengan lembut.

Kedua tanganku yang kokoh ikut membantu. Aku mencekal pinggangnya dengan sigap, membantunya bergerak naik-turun, karena tampaknya Eksanti telah kehilangan kendali. Ciuman kami terputus, karena Eksanti meregang dengan kepala terdongak ke belakang. Dadanya membusung, payudaranya berayun keras, memberikan pemandangan indah kepadaku. Segera aku meraih salah satu bukit sintal itu dengan mulutku, menyedot puting susunya, dan membuatnya menjerit nikmat, dan mengirim sinyal terakhir yang memicu orgasme pertama di pagi buta itu.., orgasme ke limanya bersamaku.

Eksanti meregang dan mengejang. Gerakannya terhenti di tengah-tengah, lalu Eksanti terhenyak terduduk, dan menggelinjang bergeletar. Aku merasakan denyutan-denyutan kuat di bawah sana. Aku meneruskan hisapan mulutku, meningkahinya dengan gigitan-gigitan lembut.

Eksanti pun mengerang, "..Aaah..", Eksanti pun mendesis, "..Sssh..", Eksanti pun akhirnya berteriak panjang, "..Oooh.. mass enakk..", sebelum akhirnya terkulai dan memeluk erat diriku.

Kami berciuman kembali, kali ini dengan penuh kelembutan. Eksanti bergumam, "Mmm.. enak sekali, Mas luar biasaa.. enak sekali..". Tiga menit berselang, lalu ritual itu pun berlanjut, kali ini dengan aku sebagai pelaksana utamanya. Tubuhku yang kokoh bergerak maju-mundur sebatas pinggang, menciptakan tikaman-tikaman nikmat. Setiap hujaman mengirimkan sejuta getar ke seluruh penjuru tubuhnya.

Eksanti mengerang lagi, mendesis lagi. Aku semakin cepat bergerak, dengan nafas yang tak kalah menggebunya. Keringat dan air bercampur di tubuh kami berdua, sementara di bagian bawah, tempat penyatuan wanita-pria itu, kebasahan telah mengental, menimbulkan suara berdecap berkecipak setiap kali aku menghujam dan menghela. Suara-suara gairah memenuhi kamar mandi. Eksanti sangat bergairah. Aku sangat bergelora. Kami berdua, bersama-sama, berkejaran menuju puncak kenikmatan.

"Mmm.. Santi.. ngga tahan, Mas.. ngga tahan.. ," Eksanti mengerang, aku hanya bisa menggeram.
"Ogghh.. Mas, Santi nikmatt.. sekalii..", Eksanti mengerang-ngerang nikmat bercampur bunyi dengan kecipak air di dalam bathtub.
"Ogghh.., Santi,.. Mas juga enakk..", aku membalas rintihannya dengan menggigit mesra leher jenjangnya itu hingga memerah. Tanganku tetap memilin-milin puting kecoklatannya, sambil sesekali aku basahkan air sabun ke atasnya.

Eksanti makin mengelinjang-gelinjang sambil terus mendesah-desah nikmat, "Terus Mas, terus Mas..". "Aaah..," Eksanti menjerit tertahan ketika orgasme kedua (ke enam bersamaku) tiba-tiba datang menyerbu. Eksanti menggelinjang hebat, tetapi kedua tanganku erat memeluk, sehingga Eksanti tidak bisa melepaskan diri. Aku masih terus menghujamkan sejuta kenikmatan. Eksanti menggeletar hebat. Eksanti ingin diriku berhenti dulu. Tapi tidak, tidak. Eksanti ingin diriku terus bergerak. Berhenti dulu. Bergerak. Berhenti dulu. Bergerak. Eksanti tidak tahu harus bagaimana, kenikmatan sudah memenuhi seluruh tubuhmu. Berdenyut, berdetak, bergelora, meletup-letup. Eksanti menyerah. Eksanti menjerit lebih keras.

Dan Aku merasakan jepitan menguat di bawah sana, seakan mereMas, dicampur denyut-denyut keras. Aku pun tak tahan lagi. Seakan ada air bah bergemuruh di dalam diriku, membawa jutaan partikel-partikel nikmat yang membuat mataku terpejam. Tak lama kemudian ototku terasa menegang, setengah berteriak aku berkata, "Ayo Santi.., Mas mau keluar, Mas nggak kuatt.. ayo kita bersama-sama mencapai nikmatt.. Santi..".

"Ayo Mas.. terus Mas..", Eksanti pun mendesah-desah sambil dengan semakin cepat ia menggoyang-goyangkan pinggul dan badannya.

Dengan sekuat tenaga aku menghujam. Satu kali. Dua kali. Tiga kali. Empat kali. Akhirnya aku menggeram, menggerendeng bagai banteng menahan amarah, "Sann.., auucchh.. Mas keluarr.. sayangg..", dan sedetik kemudian "Mas, Santi juga enakk..". Lava panasku meledak-ledak di dalam lubang kewanitaannya, sementara Eksanti tetap menggoyang-ngoyangkan pinggulnya. Cairan hangat menyerbu keluar dari tubuhku, menyemprot kuat ke dalam tubuh Eksanti yang telah terbuka menerima, memfinalkan kenikmatan yang terasa sampai keujung jempol kakinya.

"Auucchh.. geli sekalii.. tapi enakk.." aku menggigit bibirku menahan rasa nikmat itu. Lava panas itu menghangati dinding kewanitaannya dan Eksantipun terlihat menikmati saat-saat orgasmenya yang kesekian kali bersamaku..

Kami berdua terkulai dengan nafas memburu. Ia bahkan masih terus mengerang dengan suara pelan. Setengah menit kemudian kami masih terkulai berpelukan dalam bathtub. Air hangat masih mengalir ke dalam bathtub, yang segera aku matikan. Suara air tak ada lagi. Kamar mandi kembali sepi, setelah saat-saat indah itu. Lalu aku berucap pelan, "Kita harus segera mandi lagi, nih, 'yang.. "

Eksanti tersenyum, "Santi yang memandikan, yaa.. Mas. Ini tanggung jawab Santi, lho!". Akupun tertawa sambil berujar, "Kalau kamu yang memandikan aku, kita akan terlambat ke airport. Sekarang sudah pukul 6 pagi".

"Kan cuma mandi?" ia menggodaku lagi.
"Cuma mandi. Titik. Dan mandinya juga pakai shower saja.. " sahutku. Iapun menggangguk setuju.

Kemudian kami bergegas untuk membasuh diri kami masing-masing dan Eksanti menyabuni seluruh tubuhku. Tangannya dengan lembut menyabuni kejantananku yang telah terkulai, dan sesaat Eksantipun masih sempat untuk menguluminya. "Occhh.. Santi, kamu juga hebat sekali.., belum pernah aku merasakan yang seperti ini dengan orang lain..", begitu bisikku jujur sambil menyabuni tubuhnya. Eksanti tersenyum manja mendengar bisikan itu, sambil menjawab, "Ntar deh di Jakarta.., Santi kasih yang lebih hebat lagi yaa..". Aku tertawa keras, mencubit pipinya dengan gemas. Sungguh sebuah pagi yang indah sekali!!

******

Setelah kami selesai mandi lalu kami bersiap untuk check out dan berangkat menuju ke airport. Pukul 8.00 pagi, aku dan Eksanti sudah berada di pesawat Garuda duduk bersebelahan. Tangannya menggenggam erat tanganku seolah Eksanti tidak ingin melepaskanku. Ketika pesawat dengan lancar melakukan take-off, sejenak kemudian ia merebahkan kepalanya di dadaku.

"Santi tidur yaa.. Mas, ngantuk dan capek nih", begitu katanya.

"Hmm.., saya juga mau bobok, sayangg..", aku menjawab seiring dengan datangnya rasa kantukku. Sambil tersenyum aku berkata dalam hati, "Pantas saja kamu kecapekan, habis lebih dari 6 kali sih..".

*******

Kami sejenak terdiam ketika si manajer itu mengakhiri ceritanya. Ia sungguh nampak jujur di mataku, tanpa sedikitpun usaha untuk melebih-lebihkan ceritanya. So, apakah aku harus tidak percaya..?

"Sejak saat itulah aku jadi sering malakukan 'affair' dengan dia. Kalau hal itu elu sebut 'affair', tapi elu janji yaa.. jangan tanya-tanya lagi mengenai hal ini", si manajer itu mengakhiri ceritanya kepadaku.

"Oke.. man has to know his limit..", jawabku meyakinkannya.

Tiba-tiba HP si manajer itu berdering, dan ia menjawabnya dengan nada bicara yang pendek-pendek tanpa semangat. Aku tahu, pasti itu adalah telephone dari rumahnya. Semua orang di kantor ini bisa membedakan bagaimana gayanya kalau menerima telephone dari rumahnya.

"Gua, cabut dulu yaa..", katanya lagi ketika ia selesai bicara di HP-nya.
"OK, see you next morning, take care..", jawabku singkat.

Ketika si manajer itu keluar dan menutup pintu kamar kerjaku, aku kembali tercenung mengingat semua ceritanya. Perasaanku bercampur aduk antara cemburu, sebel, ingin marah, tetapi aku tidak tahu harus aku tujukan kepada siapa. Aku benar-benar tidak tahu harus berbuat apa.. Sejenak aku ingin menghubungi Eksanti melalui paging telephone, siapa tahu ia belum pulang saat ini, tetapi niatku itu aku urungkan. Aku masih belum bisa menata kembali perasaanku.

Aku segera mematikan layar komputer, arlojiku telah menunjukkan pukul 19.30 malam. Lorong kantorku telah sepi senyap saat aku keluar dari pintu kamar kerjaku. Kursi Eksanti juga sudah lama kosong. Rupanya ia bergegas pulang sore ini karena ada janji dengan seseorang, begitu kata office boy yang dengan setia masih menungguku.

"Acchh.., Eksanti, dengan siapa lagi kamu malam ini..?", aku bertanya dalam hati sambil bergegas meninggalkan pintu ruang kantorku. END by ceritaseks15.blogspot.com Cerita Seks Terbaru, Cerita Dewasa Hot, Cerita Mesum Seru -
08.22 | 0 komentar