Trending Topic

Rabu, 23 Februari 2011

Pak Guru

Sebut saja namaku Etty (bukan yang sebenarnya), waktu itu aku masih sekolah di sebuah SMA swasta. Penampilanku bisa dibilang lumayan, kulit yang putih kekuningan, bentuk tubuh yang langsing tetapi padat berisi, kaki yang langsing dari paha sampai tungkai, bibir yang cukup sensual, rambut hitam lebat terurai dan wajah yang oval. Payudara dan pantatkupun mempunyai bentuk yang bisa dibilang lumayan.

Dalam bergaul aku cukup ramah sehingga tidak mengherankan bila di sekolah aku mempunyai banyak teman baik anak-anak kelas II sendiri atau kelas I, aku sendiri waktu itu masih kelas II. Laki-laki dan perempuan semua senang bergaul denganku. Di kelaspun aku termasuk salah satu murid yang mempunyai kepandaian cukup baik, ranking 6 dari 10 murid terbaik saat kenaikan dari kelas I ke kelas II.

Karena kepandaianku bergaul dan pandai berteman tidak jarang pula para guru senang padaku dalam arti kata bisa diajak berdiskusi soal pelajaran dan pengetahuan umum yang lain. Salah satu guru yang aku sukai adalah bapak guru bahasa Inggris, orangnya ganteng dengan bekas cukuran brewok yang aduhai di sekeliling wajahnya, cukup tinggi (agak lebih tinggi sedikit dari pada aku) dan ramping tetapi cukup kekar. Dia memang masih bujangan dan yang aku dengar-dengar usianya baru 27 tahun, termasuk masih bujangan yang sangat ting-ting untuk ukuran zaman sekarang.

Suatu hari setelah selesai pelajaran olah raga (volley ball merupakan favoritku) aku duduk-duduk istirahat di kantin bersama teman-temanku yang lain, termasuk cowok-cowoknya, sembari minum es sirup dan makan makanan kecil. Kita yang cewek-cewek masih menggunakan pakaian olah raga yaitu baju kaos dan celana pendek. Memang di situ cewek-ceweknya terlihat seksi karena kelihatan pahanya termasuk pahaku yang cukup indah dan putih.

Tiba-tiba muncul bapak guru bahasa Inggris tersebut, sebut saja namanya Freddy (bukan sebenarnya) dan kita semua bilang, "Selamat pagi Paa..aak", dan dia membalas sembari tersenyum.
"Ya, pagi semua. Wah, kalian capek ya, habis main volley".
Aku menjawab, "Iya nih Pak, lagi kepanasan. Selesai ngajar, ya Pak". "Iya, nanti jam setengah dua belas saya ngajar lagi, sekarang mau ngaso dulu".
Aku dan teman-teman mengajak, "Di sini aja Pak, kita ngobrol-ngobrol", dia setuju.
"OK, boleh-boleh aja kalau kalian tidak keberatan"!
Aku dan teman-teman bilang, "Tidak, Pak.", lalu aku menimpali lagi, "Sekali-sekali, donk, Pak kita dijajanin", lalu teman-teman yang lain, "Naa..aa, betuu..uul. Setujuu..".
Ketika Pak Freddy mengambil posisi untuk duduk langsung aku mendekat karena memang aku senang akan kegantengannya dan kontan teman-teman ngatain aku.
"Alaa.., Etty, langsung deh, deket-deket, jangan mau Pak".
Pak Freddy menjawab, "Ah! Ya, ndak apa-apa".

Kemudian sengaja aku menggoda sedikit pandangannya dengan menaikkan salah satu kakiku seolah akan membetulkan sepatu olah ragaku dan karena masih menggunakan celana pendek, jelas terlihat keindahan pahaku. Tampak Pak Freddy tersenyum dan aku berpura-pura minta maaf.
"Sorry, ya Pak".
Dia menjawab, "That's OK". Di dalam hati aku tertawa karena sudah bisa mempengaruhi pandangan Pak Freddy.

Di suatu hari Minggu aku berniat pergi ke rumah Pak Freddy dan pamit kepada Mama dan Papa untuk main ke rumah teman dan pulang agak sore dengan alasan mau mengerjakan PR bersama-sama. Secara kebetulan pula Mama dan papaku mengizinkan begitu saja. Hari ini memang hari yang paling bersejarah dalam hidupku. Ketika tiba di rumah Pak Freddy, dia baru selesai mandi dan kaget melihat kedatanganku.
"Eeeh, kamu Et. Tumben, ada apa, kok datang sendirian?".
Aku menjawab, "Ah, nggak iseng aja. Sekedar mau tahu aja rumah bapak".
Lalu dia mengajak masuk ke dalam, "Ooo, begitu. Ayolah masuk. Maaf rumah saya kecil begini. Tunggu, ya, saya pak baju dulu". Memang tampak Pak Freddy hanya mengenakan handuk saja. Tak lama kemudian dia keluar dan bertanya sekali lagi tentang keperluanku. Aku sekedar menjelaskan, "Cuma mau tanya pelajaran, Pak. Kok sepi banget Pak, rumahnya".
Dia tersenyum, "Saya kost di sini. Sendirian."

Selanjutnya kita berdua diskusi soal bahasa Inggris sampai tiba waktu makan siang dan Pak Freddy tanya, "Udah laper, Et?".
Aku jawab, "Lumayan, Pak".
Lalu dia berdiri dari duduknya, "Kamu tunggu sebentar ya, di rumah. Saya mau ke warung di ujung jalan situ. Mau beli nasi goreng. Kamu mau kan?".
Langsung kujawab, "Ok-ok aja, Pak.".

Sewaktu Pak Freddy pergi, aku di rumahnya sendirian dan aku jalan-jalan sampai ke ruang makan dan dapurnya. Karena bujangan, dapurnya hanya terisi seadanya saja. Tetapi tanpa disengaja aku melihat kamar Pak Freddy pintunya terbuka dan aku masuk saja ke dalam. Kulihat koleksi bacaan berbahasa Inggris di rak dan meja tulisnya, dari mulai majalah sampai buku, hampir semuanya dari luar negeri dan ternyata ada majalah porno dari luar negeri dan langsung kubuka-buka. Aduh! Gambar-gambarnya bukan main. Cowok dan cewek yang sedang bersetubuh dengan berbagai posisi dan entah kenapa yang paling menarik bagiku adalah gambar di mana cowok dengan asyiknya menjilati vagina cewek dan cewek sedang mengisap penis cowok yang besar, panjang dan kekar.

Tidak disangka-sangka suara Pak Freddy tiba-tiba terdengar di belakangku, "Lho!! Ngapain di situ, Et. Ayo kita makan, nanti keburu dingin nasinya".
Astaga! Betapa kagetnya aku sembari menoleh ke arahnya tetapi tampak wajahnya biasa-biasa saja. Majalah segera kulemparkan ke atas tempat tidurnya dan aku segera keluar dengan berkata tergagap-gagap, "Ti..ti..tidak, eh, eng..ggak ngapa-ngapain, kok, Pak. Maa..aa..aaf, ya, Pak".
Pak Freddy hanya tersenyum saja, "Ya. Udah tidak apa-apa. Kamar saya berantakan. tidak baik untuk dilihat-lihat. Kita makan aja, yuk".
Syukurlah Pak Freddy tidak marah dan membentak, hatiku serasa tenang kembali tetapi rasa malu belum bisa hilang dengan segera.

Pada saat makan aku bertanya, "Koleksi bacaannya banyak banget Pak. Emang sempat dibaca semua, ya Pak?".
Dia menjawab sambil memasukan sesendok penuh nasi goreng ke mulutnya, "Yaa..aah, belum semua. Lumayan buat iseng-iseng".
Lalu aku memancing, "Kok, tadi ada yang begituan".
Dia bertanya lagi, "Yang begituan yang mana".
Aku bertanya dengan agak malu dan tersenyum, "Emm.., Ya, yang begituan, tuh. Emm.., Majalah jorok".
Kemudian dia tertawa, "Oh, yang itu, toh. Itu dulu oleh-oleh dari teman saya waktu dia ke Eropa".

Selesai makan kita ke ruang depan lagi dan kebetulan sekali Pak Freddy menawarkan aku untuk melihat-lihat koleksi bacaannya.
Lalu dia menawarkan diri, "Kalau kamu serius, kita ke kamar, yuk".
Akupun langsung beranjak ke sana. Aku segera ke kamarnya dan kuambil lagi majalah porno yang tergeletak di atas tempat tidurnya.

Begitu tiba di dalam kamar, Pak Freddy bertanya lagi, "Betul kamu tidak malu?", aku hanya menggelengkan kepala saja. Mulai saat itu juga Pak Freddy dengan santai membuka celana jeans-nya dan terlihat olehku sesuatu yang besar di dalamnya, kemudian dia menindihkan dadanya dan terus semakin kuat sehingga menyentuh vaginaku. Aku ingin merintih tetapi kutahan.
Pak Freddy bertanya lagi, "Sakit, Et". Aku hanya menggeleng, entah kenapa sejak itu aku mulai pasrah dan mulutkupun terkunci sama sekali. Semakin lama jilatan Pak Freddy semakin berani dan menggila. Rupanya dia sudah betul-betul terbius nafsu dan tidak ingat lagi akan kehormatannya sebagai Seorang Guru. Aku hanya bisa mendesah", aa.., aahh, Hemm.., uu.., uuh".

Akhirnya aku lemas dan kurebahkan tubuhku di atas tempat tidur. Pak Freddy pun naik dan bertanya.
"Enak, Et?"
"Lumayan, Pak".
Tanpa bertanya lagi langsung Pak Freddy mencium mulutku dengan ganasnya, begitupun aku melayaninya dengan nafsu sembari salah satu tanganku mengelus-elus penis yang perkasa itu. Terasa keras sekali dan rupanya sudah berdiri sempurna. Mulutnya mulai mengulum kedua puting payudaraku. Praktis kami berdua sudah tidak berbicara lagi, semuanya sudah mutlak terbius nafsu birahi yang buta. Pak Freddy berhenti merangsangku dan mengambil majalah porno yang masih tergeletak di atas tempat tidur dan bertanya kepadaku sembari salah satu tangannya menunjuk gambar cowok memasukkan penisnya ke dalam vagina seorang cewek yang tampak pasrah di bawahnya.
"Boleh saya seperti ini, Et?".
Aku tidak menjawab dan hanya mengedipkan kedua mataku perlahan. Mungkin Pak Freddy menganggap aku setuju dan langsung dia mengangkangkan kedua kakiku lebar-lebar dan duduk di hadapan vaginaku. Tangan kirinya berusaha membuka belahan vaginaku yang rapat, sedangkan tangan kanannya menggenggam penisnya dan mengarahkan ke vaginaku.

Kelihatan Pak Freddy agak susah untuk memasukan penisnya ke dalam vaginaku yang masih rapat, dan aku merasa agak kesakitan karena mungkin otot-otot sekitar vaginaku masih kaku. Pak Freddy memperingatkan, "Tahan sakitnya, ya, Et". Aku tidak menjawab karena menahan terus rasa sakit dan, "Akhh.., bukan main perihnya ketika batang penis Pak Freddy sudah mulai masuk, aku hanya meringis tetapi Pak Freddy tampaknya sudah tak peduli lagi, ditekannya terus penisnya sampai masuk semua dan langsung dia menidurkan tubuhnya di atas tubuhku. Kedua payudaraku agak tertekan tetapi terasa nikmat dan cukup untuk mengimbangi rasa perih di vaginaku.

Semakin lama rasa perih berubah ke rasa nikmat sejalan dengan gerakan penis Pak Freddy mengocok vaginaku. Aku terengah-engah, "Hah, hah, hah,..". Pelukan kedua tangan Pak Freddy semakin erat ke tubuhku dan spontan pula kedua tanganku memeluk dirinya dan mengelus-elus punggungnya. Semakin lama gerakan penis Pak Freddy semakin memberi rasa nikmat dan terasa di dalam vaginaku menggeliat-geliat dan berputar-putar.

Sekarang rintihanku adalah rintihan kenikmatan. Pak Freddy kemudian agak mengangkatkan badannya dan tanganku ditelentangkan oleh kedua tangannya dan telapaknya mendekap kedua telapak tanganku dan menekan dengan keras ke atas kasur dan ouwww.., Pak Freddy semakin memperkuat dan mempercepat kocokan penisnya dan di wajahnya kulihat raut yang gemas. Semakin kuat dan terus semakin kuat sehingga tubuhku bergerinjal dan kepalaku menggeleng ke sana ke mari dan akhirnya Pak Freddy agak merintih bersamaan dengan rasa cairan hangat di dalam vaginaku. Rupanya air maninya sudah keluar dan segera dia mengeluarkan penisnya dan merebahkan tubuhnya di sebelahku dan tampak dia masih terengah-engah.
Setelah semuanya tenang dia bertanya padaku, "Gimana, Et? Kamu tidak apa-apa? Maaf, ya".
Sembari tersenyum aku menjawab dengan lirih, "tidak apa-apa. Agak sakit Pak. Saya baru pertama ini".
Dia berkata lagi, "Sama, saya juga".
Kemudian aku agak tersenyum dan tertidur karena memang aku lelah, tetapi aku tidak tahu apakah Pak Freddy juga tertidur.

Sekitar pukul 17:00 aku dibangunkan oleh Pak Freddy dan rupanya sewaktu aku tidur dia menutupi sekujur tubuhku dengan selimut. Tampak olehku Pak Freddy hanya menggunakan handuk dan berkata, "Kita mandi, yuk. Kamu harus pulang kan?".
Badanku masih agak lemas ketika bangun dan dengan tetap dalam keadaan telanjang bulat aku masuk ke kamar mandi. Kemudian Pak Freddy masuk membawakan handuk khusus untukku. Di situlah kami berdua saling bergantian membersihkan tubuh dan akupun tak canggung lagi ketika Pak Freddy menyabuni vaginaku yang memang di sekitarnya ada sedikit bercak-bercak darah yang mungkin luka dari selaput daraku yang robek. Begitu juga aku, tidak merasa jijik lagi memegang-megang dan membersihkan penisnya yang perkasa itu.

Setelah semua selesai, Pak Freddy membuatkan aku teh manis panas secangkir. Terasa nikmat sekali dan terasa tubuhku menjadi segar kembali. Sekitar jam 17:45 aku pamit untuk pulang dan Pak Freddy memberi ciuman yang cukup mesra di bibirku. Ketika aku mengemudikan mobilku, terbayang bagaimana keadaan Papa dan Mama dan nama baik sekolah bila kejadian yang menurutku paling bersejarah tadi ketahuan. Tetapi aku cuek saja, kuanggap ini sebagai pengalaman saja.

Semenjak itulah, bila ada waktu luang aku bertandang ke rumah Pak Freddy untuk menikmati keperkasaannya dan aku bersyukur pula bahwa rahasia tersebut tak pernah sampai bocor. Sampai sekarangpun aku masih tetap menikmati genjotan Pak Freddy walaupun aku sudah menjadi mahasiswa, dan seolah-olah kami berdua sudah pacaran. Pernah Pak Freddy menawarkan padaku untuk mengawiniku bila aku sudah selesai kuliah nanti, tetapi aku belum pernah menjawab. Yang penting bagiku sekarang adalah menikmati dulu keganasan dan keperkasaan penis guru bahasa Inggrisku itu.

TAMAT
16.43 | 0 komentar

Saat SMU yang indah

Kisah yang akan kuceritakan ini bisa saja nyata bisa juga hanya fiksi, itu tergantung pembaca yang membayangkannya. Tapi dari tiap huruf yang kuketikkan di komputerku aku mengingat-ingat setiap kejadian yang kualami dengan amat jeli, dan tentunya membuat penisku menegang.

Ini kisahku dengan gadis yang selama 3 tahun ini kukejar-kejar karena aku benar-benar falling in love dengan senyumnya dan manis wajahnya. Namanya Prima, dia tidak terlalu mencolok dikalangan teman-temannya, tubuhnya tidak terlalu tinggi, dan tidak kurus-kurusamat, ukuran BH-nya 36B, rambutnya kriting pendek tapi tertata rapi oleh sisir yang selalu dibawanya dalam tas. Sejak kelas 1 SMU kami selalu sekelas, bahkan bangku kami pun selalu berdekatan. Biasanya aku duduk di belakangnya agar bisa menerawang wangi tubuhnya danharum rambutnya, yang selalu membuat penisku menegang. Yang amat jelas dari bentuk tubuhnya adalah bahwa dia sangat montok dan menggiurkan. Sehingga kebanyakan cowok yang menyukainya, cenderung karena tubuhnya dan keakrabannya.

Suatu malam, di awal kelas 3, aku mengajaknya menghadiri perkemahan dalam rangka pelantikan anggota Pecinta Alam yunior di sekolah kami. Karena dari dulu kami memang sudah akrab dia pun tak menolak ajakanku walaupun dia sudah punya cowok, yang tentunya cowok Prima itu pasti turut serta dalam acara itu, sebab tak lain pacarnya itu adalah panitia pelantikan itu.

Saat itu belum terlalu malam. Di perjalanan sengaja aku buat seolah-olah sepeda motor yang kukendarai mengalami kerusakan. Jadi kami pun berhenti, di tepi jalan menanjak. Langit sudah mulai menggelap, sembari turun dari motor aku pura-pura memeriksa mesinnya. Tiba-tiba bau wanginya mendekatiku. "Fai, apanya yang rusak?" tanyanya sambil mendekat. Dekat sekali hingga bahunya menyentuh dadaku. "Ah, nggak tahu, ya?" jawabku.

Aku tak tahan lagi, penisku yang tadinya masih mungil kini telah memberontak dan membesar dalam waktu yang cukup singkat. Lalu dengan sergap aku meraih tubuhnya dan menciumi bibir tebalnya yang indah. Saat itu tak kurasakan atau bahkan kulihat adanya pemberontakan yang kupikir akan dilakukan Prima. Tanpa disuruh perlahan bibirku turun ke lehernya yang tertutup rambut keriting pendeknya. Prima tetap diam saja, malah saat aku kembali melumati bibirnya ia ikut memainkan lidahnya ke dalam mulutku. Lalu dengan sergap aku menariknya jatuh ke dalam semak-semak yangada di sebelah kiri jalan yang tadinya kulalui. Prima terbujur rapi di atas rumput basah di sesemakan itu. Sementara aku menggiring sepeda motorku ke semak-semak, dia hanya terdiam seolah tengah menantikan tubuhku untuk menindihnya.

Aku kembali menghampirinya, lalu tangan nakalku menguak jaket biru tuanya hingga yang terlihat jelas hanya kaos ketat yang menyelubungi tubuh manisnya. Lalu tanpa kupinta Prima pun melepaskan kaosnya dan berbaring di atas rumput basah yang sebelumnya sudah dilapisi dengan jaketnya tadi. Dengan kasar aku menarik BH-nya hingga menyebul sepasang daging montok yang masih belia. Ya, ampun baru kali ini aku melihat susu montok yang asli di depan mataku, perlahan namun pasti aku menyentuh lembut puting susunya. Lalu dengan gesit kuciumi susunya yang besar itu sembari mempermainkan puting coklatnya. Lidahku pun turut bermain menjilat-jilat puting mungilnya yang mengeras karena rangsanganku.

"Akh.. akh.. akh.. Fai!" desahnya lembut.

Lalu semakin lama kuhisap semakin kencang pula susunya rupanya dia juga terangsang dan menikmati permainan bibirku. Lalu tangannya mulai membelai-belai rambutku. Dan menekannya lebih mantap pada susunya. Hingga akhirnya tangannya dengan kasar mendorong kepalaku menuju selangkangannya.

"Buka donk, Fai!" suruhnya.
Dengan hati-hati aku membuka celana panjangnya yang kemudian kulanjutkan dengan melorotkan CD-nya yang basah karena terangsang.
"Ayo hisap..!" pintanya.

Pertama-tama aku masih sedikit jijik saat merasakan cairan yang keluar dari liang kemaluannya itu, tapi lama-kelamaan aku pun menikmati permainan itu. Dengan giatnya aku menghisap klitorisnya, dan kubiarkan lidahku menyasar ke arah vaginanya yang terasa asin oleh cairan kewanitaannya. "Akh.. terus dong hisapnya, ayo.. masukin aja lidahmu..!" pintanya setengah mendesah. Aku hanya menurutinya saja, lidahku kudorong masuk ke dalam lubang kewanitaannya sembari terus memainkan putingnya dengan kedua tanganku yang bebas. "Akh..!" desahnya sambil menggeliat, lalu kurasakan kedua pahanya menjepit kepalaku yang masih asyik di antara selangkangannya.

Setelah beberapa lama akhirnya Prima yang sudah telanjang bulat bangkit dan mendorongku jatuh di atas jaket yang sedari tadi sudah ia jadikan alas. Dengan pandangan mesumnya, Prima mulai membuka bajuku dan juga celanaku. Hingga aku pun telanjang bulat tanpa ada sehelai benang pun yang menutupi tubuhku. Prima mulai mempermainkan penisku, pertama dengan jarinya lalu tiba-tiba lidahnya menjilat manis, ia mulai menghisap-hisap batanganku yang benar-benar lebih besar dari biasanya. Hisapan yang tentunya baru pertama kalinya aku rasakan. Penis perjakaku yang tadinya hanya 15 cm dan berdiameter 3 cm tiba-tiba saja memanjang jadi 17 cm dan diameter jadi 4 cm.

"Akh.. Prim terus Say! ayo hisap terus sampai keluar!"

Lalu sambil menghisap penisku Prima mempermainkan telur kejantananku dengan jemari basahnya. Hingga akhirnya lidahnya menjulur turun ke testisku dan mengulumnya pelan nan lembut. "Akh.. akh.. mmhh..!" desahku keenakan. Rasanya hangat membakar tapi juga mengasyikkan. Tapi tak lama kemudian ia bangkit dan menduduki perutku, tangannya tengah sibuk berusaha memasukanpenisku ke dalam vaginanya. Dan..

"Bluuss.."
"Akh..!" desahku.

Dengan cekatan seolah pernah melakukan kegiatan itu ia menggoyangkan selangkangannya maju-mundur mengikuti irama desahan kami. Bahkan susunya yang kencang pun ikut bergoyang sesuai irama. Prima melakukan semuanya seperti seorang ahli. Benar-benar ahli. "Prim, kamu udah pernah, ya, ama pacar kamu?" tanyaku penasaran. "Ah, dia nggak ngaceng kalau liat tubuhku. Aku sering ginian ama Oomku, dia yang ngajari aku dari detailnya."

Rupanya gadis yang benar-benar kukagumi ini tidak sepenuhnya sempurna, tapi hati nuraniku terkalahkan oleh nafsu ganasku. Aku tidak akan memperdulikan latar belakangnya yang jelas saat ini aku bisa benar-benar menikmati indah tubuhnya dan hangat sentuhnya serta panas birahinya.

Setelah agak lama ia menggoyangkan tubuhnya, aku yang tadinya masih perjaka pun tak kuasa menahan mani yang akan segera keluar dari kemaluanku.
"Akh.. aku udah keluar!" ucapku setengah mendesah.
"Ah.. kamu ini masih perjaka, ya?" tanyanya ketus.
"Masa baru satu ronde gini kamu udah KO duluan, sich!"
"Abis musti gimana, donk?" jawabku serba salah.
"Ya udah kalau mau ngeluarin sekarang ya keluarin aja!" ujarnya setengah membentakku.
"Tapi nanti kamu.. hamil!"
"Santai aja aku nggak bakalan hamil kok, kamu nggak usah takut dong, Fai. Aku selalu rutin minum pil KB milik mamaku kok!"

Beberapa detik kemudian, "Akh..!" aku pun orgasme. Karena perkataannya yang agak tajam itu aku pun terdorong untuk membuatnya KO, sebab yang kutahu pria mana, sih, yang mau dikalahkan sama wanita di atas ranjang (walau kenyataannya aku tidak sedang di atas ranjang). Lalu sambil mengumpulkan sisa kekuatanku, aku bangun dari baringku, dengan kekuatanku yang meningkat tajam, sama tajamnya dengan penisku, kubalikkan tubuhnya hingga ada di bawahku. Kemudian kumulai lagipertempuran yang memang harusnya akulah yang ambil kendali.

Aku kembali memasukkan adikku yang masih segagah tadi, bahkan lebih gagah lagi karena terbakar semangatku yang memanas. "Bluss!" Cukup mudah karena lubang vaginanya tidak terlalu sempit. Mungkin benar kata Prima kalau dia sudah sering nge-sex sama Oomnya. Aku yang masih pemula pun mulai menggoyangkan tubuhku maju-mundur seperti yang Prima lakukan tadi. "Akh.. akh.. akh.. ookhh.. bagus Fai, betul.. akh..!" desahnya keras. Peluhku pun berjatuhan karena capai, tapi perang belum usai, si adik gagah sudah mulai mau mengeluarkan maninya.

"Prim kamu belum orgasme juga?" tanyaku tak tahan menahan mani yang hendak menyembur keluar.
"Sebentar lagi kok, Fai!"
Lalu setelah maniku keluar dan orgasmeku hadir di ujung penis,
"Aaakkhh..!" desahnya keras sekali tepat di dekat telingaku.
"Aku udah orgasme, Fai!" ujarnya senang dan puas.

Ritual berikutnya ia memintaku memasukkan penisku ke dalam lubang anusnya, aku hanya menurut saja. Tak seperti dugaanku ternyata mudah sekali untuk memasukkannya ke dalam anusnya. Dalam beberapa goyangan aku pun berhasil mencapai orgasme. "Akh.. udah dulu ya Prim, aku udah capai banget!" ujarku saat dia ingin melakukannya sekali lagi.

Kami pun segera berbenah setelah aktivitas tak terduga kami lakukan. Aku sedikit merasa bersalah pada Prima dan pacarnya, walau sesungguhnya aku sangat membenci pacarnya yang menurutku sangat beruntung. Walau pun kenyataannya ia tidak seberuntung diriku.

"Fai, kamu pintar juga, ya!"
"Aku jadi nggak enak sama kamu dan pacarmu, Prim!" kataku padanya.
"Ah, santai aja sebenarnya aku jadian sama dia cuman untuk mainan aja kok!" jawabnya santai.
"Kamu nggak apa-apa? Kamu nggak nyesel?"
"Buat apa nyesel, malah kalau kamu pengen lagi aku juga mau, kok. Soalnya kalau sama Oom-ku aku cuman bisa 2 bulan sekali."

Itulah Prima gadis pujaanku, dan semenjak saat itu kami mulai sering nge-sex bareng. Bolos les-lah bahkan kadang-kadang kami sewa kamar di puncak. Dan hasilnya aku pun makin mahir dari hari ke hari. Hingga akhirnya Prima pun mengakui kehebatan penisku yang mampu bertahan sembilan ronde. Kami memang tak pernah pacaran walau pun akhirnya ia putus dengan pacarnya. Tapi, kami sama-sama saling memenuhi kebutuhan sexual kami masing-masing.

TAMAT
16.40 | 0 komentar

Permainan kami - 1

Namaku Dina, 25 th. Kantorku adalah klien terbesar dari kantor tempat Andrew (26) bekerja. Kami bertemu pertama kali kemarin saat rapat di kantorku. Tak berapa lama setelah Andrew tiba kembali di kantornya, ia menelponku. Sekedar basa basi hingga pada ajakannya untuk sekedar jalan bareng.

"I am new in town. Would you show me around?" ujarnya kemarin. Andrew seorang Singaporean yang ditugaskan di Jakarta untuk memimpin kantor cabang di Indonesia. Walaupun banyak menggunakan bahasa Inggris, diapun mengerti bahasa Indonesia terlebih karena ibunya adalah orang Indonesia.

"Nggak bisa malam ini, aku harus pergi" ujarku berbohong padahal aku tidak ada acara setelah jam kerja. Aku masih ingin sendiri setelah hubunganku yg berjalan hampir 1,5 tahun terputus 2 minggu lalu.
"How about tomorrow. Nonton yuk"
"Wah aku mau nonton bareng temen-temen besok juga." Kalo yang ini benar karena kami sering keluar bareng. Apalagi hari Jumat. Namun kenyataannya pagi ini aku mendengar satu persatu teman kantorku membatalkan rencana kami. Akhirnya kutelpon Andrew tadi siang.

Dan sekarang, kami sudah berdiri menunggu mobil dinasnya .
"It was a great night" Andrew mencium tanganku. "Thanks"
"I had a great time, too. Makasih juga ya" sahutku.
Kami baru saja menyelesaikan makan malam setelah nonton film. Sambil berdiri di pintu depan menanti supir kantor, Andrew menghisap rokoknya perlahan.
"Besok kan hari Sabtu dan aku tahu kamu tidak perlu masuk kerja. Mampir ke tempatku dulu, yuk." ajaknya sambil menghembuskan asap rokok.
"Ok, why not" beberapa saat kemudian. Kupikir di tempat kost pun tidak ada yang harus aku kerjakan. Sedangkan saat itu jam sudah menunjukkan lewat dari pukul 10 malam. "Yah, kenapa ngga. Sudah saatnya aku nikmati kembali masa sendiriku" pikirku lagi.
Akhirnya kami meluncur ke rumah dinasnya. Menurutnya milik dari bos kantor cabang di Jakarta.

"Wowww.. what is this?" aku yg bukan peminum alkohol agak kaget setelah mencicipi minuman di depanku. Yang menurut Andrew, minuman kesayangannya.
"Sweet martini" ujarnya dari balik bar mini.
"Like it?'
"Mmm.. maybe.." sahutku.
"This is for our night" ujarnya sambil menyentuh gelasku. "Proost"

Aku tidak begitu mengerti apa maksudnya, tapi kuteguk juga minuman tsb tanda mengiyakan ucapannya. Kuingatkan lagi diriku, aku ingin menikmati hidupku kembali. Aku tersenyum sendiri dg pikiranku tadi. Tak terasa sambil berbincang sana kemari, aku malah sudah menghabiskan 3 gelas Sweet Martininya. Dan yang kurasakan kemudian, aku tidak ingin pulang ke kost ku yang sepi.

"You can stay here if you like but I have only 1 bed" bisiknya di kupingku saat kami duduk di sofa ruang tengahnya. Jam sudah menunjukkan pukul 12 lewat. Aku sudah tidak tahu lagi berapa kali Andrew mencium pipiku, bibirku, leherku. Walaupun hanya kecupan-kecupan kecil, aku sudah tidak peduli. Mungkin pengaruh alkohol, dan aku menikmatinya.
"I don't care. Aku pingin tidur sekarang" jawabku sekenanya, kepalaku sudah pening, badanku agak lemas dan ucapanku sudah tidak karuan. Rasanya ingin merebahkan badan.

Andrew mengajakku ke kamarnya. Setelah mengganti baju kerjaku dengan kaos longgarnya, aku duduk di pinggiran tempat tidur. Sedangkan Andrew mengenakan celana pendek saja. Lampu kamarpun sudah dimatikan.
"What's wrong, Din. Come here." Andrew mengelus punggungku halus. Tempat tidurnya terasa amat empuk, seakan memanggilku untuk segera merebahkan diri. Aku sebenarnya tidak yakin kalau bakalan tidur bersama, kukira Andrew akan tidur di sofa.
"Eh iya.. " sahutku sambil membaringkan tubuh di sebelahnya.
Antara sadar dan tak sadar pikiranku masih sibuk sendiri, "Duh, ngapain aku di sini ya.. aku baru kenal dia kemarin.. sekarang aku udah tidur bareng di sebelahnya"

Tubuhku masih memunggunginya. Namun usapan halusnya di punggung, membuat lupa akan kebimbanganku. Seakan teringat lagi akan keinginanku sendiri: aku ingin menikmati kebebasanku. Kubalikkan tubuhku. Mataku sudah terbiasa dengan gelapnya kamar dan dalam keremangan bisa kulihat matanya menatap mataku. Tubuhnya bergeser mendekat, meraihku ke dalam pelukannya. Aku bisa merasakan betapa hangat dada bidangnya.

Wajah kami saling berdekatan. Aku sudah lupa lagi kenapa aku tadi bimbang. Kumajukan wajahku. Lembut diciumnya bibirku. Aku balas lembut juga. Bibirnya menarik bibirku perlahan. Tangannya memeluk tubuhku lebih erat. Lidahnya mencari-cari lidahku. Nafasnya terasa hangat di wajahku. Sudah tak kupikirkan lagi bau alkohol di antara kami yg masih menyengat. Kumainkan lidahku di antara lidahnya. Andrew semakin erat memelukku hingga aku bisa merasakan gumpalan di balik celana pendeknya.

"Agghh.." serunya sambil melepas pelukan kami. Tangannya mengelus-elus celananya. Ada yang menyesakkan di sana.
"Sorry, Din" sambil tangannya mengambil tanganku dan diletakkannya di gumpalan itu.
"Wah.. udah bangun ya, Drew" Aku usap-usap halus celana pendeknya.
"Iya, sayang.." Andrew malah bangun dan membuka celana pendeknya. Pantesan terasa banget, ngga pake celana dalam sih. Tubuh telanjangnya terlihat samar-samar berlutut di hadapanku. Tahu-tahu batang panjang dan besarnya sudah ada di hadapanku. Tanpa sadar aku terduduk dari posisi tidur.

"Suck it, Din" ujarnya sambil menyodorkan penisnya ke mulutku.
Walaupun masih ada rasa kaget, kuraih juga penisnya. Kuusap-usap halus.
"Isep, Din" pintanya lagi. Kumasukan kepala penisnya ke mulutku..pelan-pelan aku masuk keluarkan. Aku berikan ludah sedikit.
"Hhh.. nicee.." seru Andrew keenakan.
"Terus, Din"

Aku teruskan isapanku. Sambil kukocok sedikit demi sedikit. Kumasukan penisnya lebih dalam ke mulut. Sambil kuemut-emut. Sementara erangan Andrew semakin menjadi. Membuatku ingin memuaskannya. Emutan kupercepat, kocokan tanganku pun kukuatkan. Tangan kiriku memainkan buah zakarnya. Kuelus dengan halus, kuberikan sedikit cairan ludah dari penisnya.

Kulepaskan emutanku, kecupanku berpindah ke buah zakarnya. Kujilat perlahan, kumasukan lembut ke mulut. Sementara tangan kananku terus mengocok penis. Usapan tangannya kurasakan di rambut. Kukembalikan mulutku ke penis. Kumasukkan perlahan lagi. Mungkin birahinya sudah semakin memanas, karena kurasakan rambutku semakin acak dibuatnya. Kepalaku pun terasa didorongnya.

Badannya ikut bergoyang maju mundur memasukan penisnya. Agak sakit sebenarnya sewaktu Andrew mendesak penisnya lebih dalam ke mulutku. Tapi kubiarkan, melihatnya keenakan menikmati blow job ini saja sudah membuatku senang. Semakin membuatku menyedot penisnya lebih keras. Lebih keras berulang-ulang. Apalagi erangannya semakin menjadi-jadi.. Remasan tangannya di rambutku pun semakin mengacak.

"Agghh.. Aku keluarr.." bersamaan dengan itu, semprotan cairan asin terasa di mulutku. Badannya mengejang keras. Asin.. dengan rakus kunikmati. Kujilat-jilat seperti orang kelaparan. Kujilat terus seraya membersihkan tumpahan di sekitar penisnya.

Akhirnya Andrew terduduk lemas di sebelahku.
"Makasih, Din. You were great. Aku sampe ngga tahan," ucapnya sambil menciumku. Dibersihkannya sisa cairan mani di sekitar bibirku dengan jilatannya.
"You're welcome. Aku juga suka lihat kamu tadi, Drew" akhirnya keluar juga beberapa kata. Andrew menciumku lagi, kali ini sambil jari kanannya memasuki sela celana dalamku. Karena Andrew tidak punya celana pendek ukuran kecil, aku pakai kaosnya saja tanpa bra tentunya. Daripada nanti sesak tidurku.
"It's wet, hon" kurasakan jarinya menyentuh celana dalamku.
"Kamu sih, bikin aku basah" sahutku manja. Jarinya mencari pinggir celana dalamku. "Suka?" wajahnya dekat sekali ke wajahku. Memainkan hidungnya di hidungku, bikin nafasku semakin panas. Aku mengangguk dengan tatapan pasrah.

Andrew beranjak dan duduk di antara kedua kakiku. Tangannya kembali mengelus-elus CD ku yg mulai terasa lebih basah. Aku memejamkan mataku menikmati usapannya. Tangannya beranjak ke atas, membuka kaosku perlahan. Kemudian diciumnya pangkal dadaku. Perlahan, turun ke bawah ke bongkahan buah dadaku.
"Hmm.." gumamku mengikuti gerakan kecupannya. Lidahnya mengelilingi buah dada kiriku perlahan, terus mengarah ke putingku yg sudah mengeras. Sementara tangannya meremas buah dadaku yg kanan. Semakin lama kecupannya semakin rakus, remasannya pun semakin menjadi-jadi. Diulangnya kecupan tadi di buah dada kananku. Lebih rakus dari yg pertama. Usapan tanganku di kepalanya pun semakin menjadi.

Aksinya terhenti sesaat, Andrew memandangku. "Like it?" aku mengangguk.
"Bangun dikit, Din" tangannya mengajak aku bangun dari dudukku. Walaupun aku agak bingung apa yang akan dilakukannya, kuikuti maunya.
"Berlutut aja, hadap ke dinding ya" kuikuti pintanya.
Kedua tanganku dibawa menempel ke dinding. Nafas alkoholnya kurasakan dibalik telingaku. Perlahan dikecupnya telinga kiriku. Lidahnya menelusuri daun telingaku. Bibirnya pun ikut menggigit perlahan. "Ahh.. " semakin membuatku panas.

Tangan kirinya merayap perlahan di perutku, sementara tangan kanannya bermain di telinga kananku. Kurasakan diriku terbuai dan terbawa irama permainannya.
Bibirnya beranjak dari balik telinga kiriku ke arah tengkuk. Dikecup dan dijilatnya perlahan. Wowww.. aku semakin tak bisa menahan gairah. Badanku pun bergoyang menahan birahi. Tangan kanannya kurasakan merayap menuruni tanganku ke arah belakang pundak. Kemudian ke depan, dielusnya perlahan buah dadaku. Penisnya yang kuyakin sudah membesar lagi, terasa menekan pantatku. Tangan kirinya sudah bermain lagi di cela celana dalamku. Kali ini lebih bernafsu.., mengusap.., menggosok.., menusuk.. gerakannya begitu cepat. Nafasku pun mulai tak teratur. Vaginaku pun sudah semakin basah.

"Masukin sayang, masukin.. aku ga tahan lagi" Tapi Andrew mengacuhkan pintaku. Diputarnya badanku lagi, ditidurkannya aku melintang di tempat tidur besarnya. Dibukanya celana dalamku yang sudah basah dari tadi. Yang terjadi kemudian tidak pernah kubayangkan. Secepat kilat dibukanya laci kecil di sebelah tempat tidurnya, aku tidak begitu jelas apa lagi yang akan dilakukannya.
"Pernah pake ini sayang?" diulurkannya dildo ke hadapanku. Sebuah penis buatan dengan ukuran panjang krg lBH 16 cm berdiameter krg lBH 4 cm lengkap dengan 2 buah zakarnya.
"Ngga, aku ga pernah. Mau diapain, Drew" tatapku dengan agak terbelalak.
"Rileks aja, Din. Ngga sakit kok. Percaya sama aku ya" aku mengangguk saja perlahan.

Kepalanya mengarah ke vaginaku. Dikecupnya vaginaku, dijilat dengan penuh kerakusan. Membuat aku melupakan keherananku. Bibir vaginaku dijilatnya bergantian. Kadang melingkar. Lidahnya dijulurkannya ke dalam lebih dalam, membuat aku menggelinjang akan sensasi yang diberikannya.

"Aghh.. enak, Drew." Tanganku ikut mengusap dan mendorong kepalanya. Minta lebih dalam memasukkan lidahnya.
Jilatannya beranjak dari vagina ke klitorisku. Gigitan kecil dan lembut membuat aku semakin menghentak-hentakkan pantatku. Bukannya kewalahan mengatasi gerakanku jilatannya malah semakin menjadi-jadi. Akupun tak tahan menahan kegilaannya.

"Agghh.." antara kaget dan rasa nikmat, kurasakan sesuatu memasuki lubang vaginaku. Andrew mempercepat jilatannya di klitorisku. Tak mungkin penisnya. Dildo, pasti dildo.. pikirku menebak-nebak di antara rasa nikmat dan kekagetanku.

Kurasakan Andrew mendorong perlahan dan membiarkan 1/2 dildo menguak vaginaku. Sementara lidahnya masih terus menjilat klitoris. Mengalihkan pikiranku dari permainannya yang lain. Perlahan, akupun mulai menikmati. Melihat aku sudah tidak terkejut lagi dengan dildonya, Andrew memundurkan badannya. Melepas jilatannya. Menikmati pemandangan di depannya. Dikuaknya pahaku lebih lebar lagi. Dibiarkannya barang mainannya bertengger di lubangku.

"Terus, Drew.. please.." pintaku. Andrew tersenyum puas.
"Suka sayang?? " kuanggukan kepalaku.
Andrew mendorong lebih dalam.
"Agghh.." luapan kenikmatan akan sensasi dildo membuat aku tak bisa menguasai suaraku. Antara pekik dan nikmat. Gerakan perlahan Andrew, tetap pada iramanya. Semakin membuatku penasaran.
"Terus Drew, terus.."
Didorongnya lebih dalam. Aku menggelinjang menahan sensasi nya. Andrew semakin kegirangan melihat aku menikmati permainannya. Dikeluarkannya perlahan.
"Andrew..??" seperti tak rela dildo dikeluarkan, kurasakan vaginaku menjepit-jepit perlahan. Ikut berontak meminta sensasi yang lebih.
"Drew please.." aku sudah lupa akan rasa anehku akan benda itu. Yang kutahu benda itu memberikan kenikmatan yang tiada tara.
Andrew memasukkan lagi. Masih 1/2 nya, "Agghh.." nikmatnya.
Perlahan kemudian dikeluarkan lagi, dimasukkan lagi 1/2 nya. Begitu terus berulang-ulang membuat aku semakin penasaran.
"Andrewww.. semuanyaa..pleasee.." pintaku di sela-sela nafasku yang semakin tak karuan. Andrew tersenyum

Didorongnya lebih dalam, bless.. masuk semua. Aku tersentak, tidak percaya Andrew melakukan langsung apa yang aku pinta. Kepalaku ikut terbangun. Tapi kemudian kurasakan kenikmatan yg luar biasa. Belum lagi kuresapi lebih lama, kurasakan Andrew menarik keluar kembali. Seperti kehilangan yg berharga aku sodorkan pantatku mengikuti gerakan keluarnya. Tapi kemudian dorongan keras ke arah dalam kembali seakan menjawab kelaparanku. Bless.. aku tersentak kembali.
"Gila kamu, Drew.." Andrew hanya tertawa menikmati permainannya.

Dorongannya berubah menjadi lebih cepat, membuat badanku melimbung kian kemari. Bukan hanya semakin cepat, tetapi juga semakin keras.. cepat dan keras terus menerus tanpa memberikan kesempatan bagiku menarik nafasku. Kulihat Andrew pun ikut menahan nafasnya. Tatapan matanya semakin garang, menikmati, mulutnyapun tak henti henti berucap "Fuck you..fuck you.."
"Like that honey..?" posisi tubuhnya kemudian berubah, Andrew berlutut di sampingku. Tangan kanannya sibuk dg dildo di vaginaku, tangan kirinya mengocok penisnya yg sudah tegang. Ikut terbawa akan panasnya birahi.

Gerakan yang semakin cepat dan mengeras menguak lubang vaginaku membawa aku ke titik puncak. Hingga aku tak tahan lagi menahan luapan. Kedua pahaku kututup begitu cepatnya, mengejang, menahan, meluap..
"Aghh.. aku keluaarr.." kurasakan cairan membasahi dildo. Andrew mengeluarkan mainannya dari vaginaku. Tangan kanannya berpindah mengocok penisnya. Kencang semakin kencang. Kulihat genggamannya pun semakin keras. Tubuhnya pun

mengejang. "AAgghh.." bersamaan dengan teriakan puasnya, air maninya muncrat beberapa kali ke perutku. Pemandangan yang menakjubkan.
Andrew terduduk lemas dan memandangku yang masih basah bersimbah keringat. Badanku masih bergelinjang sedikit, masih bereaksi atas kenikmatan tadi.
Kumainkan air maninya di perutku. Andrew memberikan kaosku, kubersihkan perutku.

"Huffhh.." aku menghembuskan nafas panjang.
"Enjoyed it?" Andrew menjilat dildonya dan menyodorkan ke hadapanku.
"Ya.." Aku mengangguk. Kupegang mainan itu. Woowww.., kayak beneran, kukira keras, tapi hampir sama seperti aslinya.

Selanjutnya kami bercengkerama memainkan dildo. Memegang, menggosok-gosok, mengusap-usap.. Aku masih tidak percaya mainan itu bisa memuaskanku. Akhirnya kami tertidur tanpa melakukan persetubuhan sesungguhnya.

Bersambung . . . .
16.39 | 0 komentar

Selamat tinggal dunia breaker

Kejadiannya sudah berlangsung agak lama, tapi masih terbayang di dalam benakku untuk berbagi cerita dengan penggemar Rumah Seks. Aku tinggal di sebuah kota A untuk melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi. Di kota ini aku diperkenalkan dengan suatu alat komunikasi yang sebenarnya sering dipergunakan namun hanya sebatas keperluan saja. HT nama alat itu atau disebut juga Handy Talky dan temanku menyarankan untuk ikut di sebuah frekuensi yang frekuensinya adalah **.*** (edited) MHz. Aku dipinjamkan alat tersebut selama 1 bulan lebih dan kerjaanku dari hari ke hari adalah ngebrik dan ngebrik terus karena alat ini lumayan juga jangkauannya bisa mencakup hampir seluruh kota A. Memang dengan bantuan sebuah antena yang kuletakkan di atas genting kost-kostan, pesawat ini mampu menjangkau seluruh breaker-breaker yang ada di kota tersebut.

Pada suatu malam di saat frekuensi sedang sepi dan aku pun sedang tiduran di ranjang dengan pesawat tetap kunyalakan, terdengar suara seorang wanita memanggil-manggil "Konteek.. breeaker.." begitulah wanita itu memanggil. Dan dengan sigap aku terima panggilan wanita itu dan yang aku tanyakan dia sedang mencari siapa, ternyata dia hanya mencari rekan buat ngobrol, akhirnya kami sepakat pindah channel lain yang kira-kira orang lain tidak banyak yang mendengar alias mojok.

Dari hari ke hari kami mojok, sampai pada suatu malam sekitar jam satu kami melakukan bercinta di udara dimulai dengan aku memberikan sebuah kecupan dan dia membalas kecupan ke seluruh tubuhku sampai.. "Ini buat di bawah pusarmu, muaach," aku kaget tak kusangka dia berkata itu, dan mulailah burungku menegang dan seolah-olah menyuruhku untuk melanjutkan sampai mencapai klimaks. "Oooh lagi dong, sekalian aja dikulum," dan dia pun memberikan suara setuju dan memerintahkanku membuka celana dan mulailah dia mengeluarkan suara seolah-olah sedang mengulum burungku. "Mmmh.. muach.. mmh.. muaach.." sampai burungku tak kuat lagi, dan secara otomatis pula tanganku sudah mengelus-ngelus burungku sampai akhirnya..

"Sayaang.. aku pengen keluar.."
"Keluarkan aja.. biar aku telan.." ujarnya.
Dan..
"Crot.. cret.. croot.."
Keluarlah maniku membasahi karpetku sebagian persis di depan pesawat ngebrik.

Begitulah kegiatan bercinta lewat udara yang sampai sekitar 1 minggu. Hampir tiap hari aku lakukan, sampai pada suatu hari di siang hari ketika itu aku sedang asyik-asyiknya bercengkrama di pesawat dengan teman-temanku dan dia memanggilku untuk segera bergeser ke frekuensi yang sudah kami sepakati. Ternyata dia mengajak aku untuk "kopdar" alias ketemu di darat di suatu tempat yang kami sepakati. Tempat tersebut bertempat di suatu mall yang dijamin ramai oleh para pengunjung dan dia memberikan ciri-cirinya untuk disesuaikan dengannya pada saat ketemu. 1 jam kemudian aku telah sampai di mall tersebut dan langsung menuju ke McD dan mulai mencari-cari ciri-ciri yang dia sebutkan tadi. Ternyata di sebuah bangku ada seorang wanita muda seumuran denganku yang sedang duduk sendirian dengan minuman Fanta di meja, yang aku perkirakan sesuai dengan cirri-ciri yang dia sebutkan tadi.

"Vinna yah..?" aku coba menyapa dengan keragua-raguan dan dia pun menoleh.
"Irfan..?" dengan muka yang gembira dia menyapaku.
Mmmh manis juga nih cewek, tinggi 160 cm, rambut sebahu, kulit kuning terawat, dadanya aku taksir 34B, beratnya sekitar 45 kg, aku pun merenung sambil memperhatikan cewek di hadapanku ini.
"Duduk Fan..!!" sambil memberikan tangannya untuk bersalaman.
Aku pun balas memberi tangan kepada dia, namun sengaja aku berjabat tangan dengan dia cukup lama, sambil mengelus-ngelus punggung tangannya dengan jempol kananku merasakan kehalusan tangannya sambil melihat bulu-bulu halus yang tumbuh di pergelangan tangannya.
"Mau pesan apa?" setelah melepaskan tangannya dia basa-basi bertanya, sambil agak berbisik.
"Belum saatnya dan nggak di sini.."
Aku pun balas berbisik,
"Jadi enaknya dimana?"

Dia pun tersenyum dan akhirnya kami pesan makanan, dan kembali lagi kami menuju meja tadi. Sambil memakan makanan yang sudah kami pesan, kakiku sudah mulai menunjukkan kenakalannya mengelus-ngelus betis Vinna yang kebetulan menggunakan rok panjang sampai mata kaki sehingga kalau Vinna berdiri, terlihat sangatlah anggun. Vinna terlihat diam saja seolah-olah tidak memperdulikan apa yang dirasakan, hanya sesekali dia melirik padaku sambil tersenyum genit dan makin membuatku melakukan gerilya kaki menuju betisnya.

Setelah selesai makan kami pun sepakat pergi jalan-jalan ke suatu tempat, kebetulan Vinna membawa kendaraan roda empat. Setelah di dalam mobil kami pun ngobrol kesana-kemari sampai Vinna menanyakan sesuatu kepadaku sambil memegang tanganku.

"Fan.. kaki kamu nggak pernah sekolah yah Fan..?"
"Hehehe.. abis kakiku udah nggak kuat ngeliat kaki kamu yang indah.."
"Kita cari tempat yuk..!" sambil mendekatkan mukanya ke arahku.
"Oke.. muaacch," langsung aku sambar bibirnya yang merangsang itu.

Mendapat ciuman tersebut Vinna hanya tersenyum, dan aku pun makin berani di kala traffic light merah, aku melumat bibirnya sambil meraba pahanya dengan tangan kiriku, sementara tangan kananku memegang setir mobil. Kadang-kadang aku pun meraba dadanya sehingga Vinna merem melek keenakan. Akhirnya kami pun sampai di tepi pantai, lalu aku parkirkan mobil menghadap pantai yang kira-kira cukup sepi untuk bercinta.

"Gimana kalo di sini?" Vinna mendekat padaku dan melumat bibirku sehingga aku langsung memeluk dia dan membalas ciumannya. "Oooh Fan.. tiap malam aku horny berat niih, kamu pinter membuat aku merasa puas ketika kita lagi mojok, Faan," aku tak sempat merespon kalimat itu, aku sudah sibuk melumat, menjilat lehernya, kupingnya dan mulai menciumi dadanya sambil tanganku tak henti-hentinya meremas payudaranya yang masih tertutup bajunya. Akhirnya kami pun berpindah ke posisi jok mobil belakang, dan mulailah aku membuka kemeja yang digunakan Vinna, satu per satu kancingnya aku buka, dan respon Vinna pun membuka kaosku sambil sesekali mengelus dadaku yang sedikit berbulu. "Faan.. buat aku puas Faan.. mmh," sambil memeluk eratke tubuhku. Kubalas pelukan itu dengan tanganku membuka kancing pengait BH-nya dan terbukalah dua buah gunung yang indah, halus, dengan puting yang memerah dan "Oooh.. Vinn, muaach.. muaach.. mmh," aku pun dengan penuh gairah merasakan kehalusan gunung itu sambil sesekali menjilati puncak gunung itu dan reaksi Vinna begitu terangsang oleh perlakuanku itu, matanyamerem-melek, dan dari mulutnya terdengar desahan yang sangat menggairahkan.

Aku tekan-tekan mukaku ke kedua gunung itu, merasakan, menikmati, melumat kehalusan gunung nan indah itu, makin lama gunung itu makin mengeras, mengeras dan mengeras, dan secara bergantian Vinna menciumi dadaku dengan lembutnya, bibirnya yang mungil dan pipinya yang halus merambah dadaku dan sesekali melumat puting susuku sehingga membuatku kegelian dan semakin bergairah.Dan Vinna kembali menciumi tubuhku yang atas, bibir, leher, pipi, dan sebagainya yang membuat aku semakin bergelora. Tanganku pun tak tinggal diam mencopoti rok yang dipakai Vinna, dan tak lama kemudian terlihatlah paha mulus, putih, dan sedikit ditumbuhi bulu-bulu rambut kecil yang indah, dan langsung tanganku mengelus-ngelus paha Vinna nan indah tersebut. Vinna semakin bernafsu dan tanganku mulai mengelus-ngelus celana dalamnya Vinna yang agak basah karena terangsang berat. Lalu Vinna menyuruh aku melucuti semua pakaianku, akhirnya aku pun telanjang bulat dan Vinna pun melepas celana dalamnya dan mulai lagi kami saling memeluk, mencium, merasakan kehalusan tubuh masing-masing pasangannya, dengan sesekali burungku aku gesekkan ke rambut kemaluannya sehingga membuat Vinna menggelinjang keenakan, "Ohh, mmh," sampai akhirnya dia kejang mengalami orgasme yang sangat didambakannya.

Dia pun tergeletak lemas dengan tubuh yang masih membujur telanjang dan aku bertanya,"Vinn, kamu masih perawan?" Dia pun menganggukkan kepalanya dan berkata bahwa dia masih ingin menjaga keperawanannya dan aku pun menyanggupinya dan memang aku masih perjaka juga, dalam arti belum pernah alat kelaminku masuk ke alat kelamin wanita. Aku pun kembali mencium bibir mungilnya dan kembali berpagutan saling mencium, meraba, memeluk dan menggesek-gesekkan alat kelaminku ke bibir kemaluannya sambil merasakan hangatnya bibir kemaluan yang ditumbuhi bulu-bulu halus terasa geli, hangat, halus pahanya, dan oohh.. dengan variasi-variasi yang aku miliki Vinna pun kembali mengejang dengan matanya tetap terpejam dan rangkulan pahanya kepinggangku semakin erat, Vinna mengalami orgasme lagi, "Mmmh Fann.. ooh aku keluar lagi.. mmhh," dan Vinna pun kembali lunglai mengatur nafas dengan mata yang tetap terpejam, sementara aku tetap menikmati halusnya tubuh Vinna yang dimilikinya mengelus pahanya yang mulus, mencium dadanya yang membusung, melumat bibirnya dan seterusnya.

Dengan variasi-variasi yang aku miliki yang tidak akan kusebutkan di sini. Mungkin Vinna merasa bahwa aku belum mendapat kepuasan maksimal dan dia mencoba meraih alat vitalku dan mulai mengocoknya dan selanjutnya mengulumnya. "Oooh nikmat banget Vinn.." sementara posisi sekarang sudah 69, aku tetap mengusap-ngusap paha Vinna yang mulus. Dan tak lama kemudian aku merasakan akan ada yang keluar dari alat vitalku, seolah-olah mau meledak dan.. "Oooh Viinn, sayaang aku keluaarr.." tepat mengenai mukanya dan sebagian lagi masuk ke mulutnya, dan aku lemas, alatku mengecil setelah tangan Vinna lepas.

"Ma, kasih yah Vinn.."
"Mmh, lain kali nggak usah di pesawat break lagi yah."
Aku pun tersenyum dan mencium Vinna dengan lembut.
"Gimana Vinn.. suka?"
"Thanks yah.. kamu tetap menjaga keperawananku.. dan aku tetap puas."

Akhirnya kami pun berpakaian dan tetap sepakat untuk melakukannya lagi nanti dan tetap menjaga keperawanan dan keperjakaan masing-masing dengan saling mengingatkan pada saatnya kami akan melakukannya lagi. Tak terasa keringat kami sudah membasahi jok mobil belakang, namun Vinna bilang tidak apa-apa, setelah selesai berpakaian, mobil langsung aku luncurkan ke jalan besar dan kami makan dulu di sebuah kafe dekat-dekat pantai sambil mengobrol tentang dunia breaker dan kami sepakat untuk berhenti dari dunia "ngebreak" dan akan dilanjutkan ke dunia petualangan yang lebih real namun tetap menjaga status kami sebagai perawan dan perjaka.

Sampai di tempat yang dituju akhirnya aku pamit pulang dan tak lupa kutinggalkan nomor HP-kukalau-kalau butuh bercinta denganku lagi walaupun hanya lewat pesawat telepon, dan Vinna pun memberikan kecupan mesra kepadaku dan berjanji besok malam akan meneleponku untuk bercinta lagi, yang jelas melalui pengalamanku di pesawat "ngebreak" sangatlah tidak masalah melalui pesawat telepon. Kritik, saran mengenai tulisan, dapat di alamatkan ke e-mailku terutama bagi para perawan yang masih ingin menjaga keperawanannya.

TAMAT
16.39 | 0 komentar

Pesta anak muda

Malam tahun baru 1998, saya diundang ke suatu pesta anak-anak muda kalangan "the have". Pestanya diadakan di suatu villa di Curug Sewu, di kaki gunung Salak, jalan masuknya cuma buat satu mobil. Kebetulan saya dan teman saya Ferry datang yang paling belakang dan saya nggak menyangka waktu saya lihat mobil-mobil yang parkir di situ. Opel Blazer DOHC saya ternyata yang paling murah!

Kita berdua langsung masuk ke villa yang paling besar, di sana sudah ada beberapa orang tamu laki-laki dan perempuan, semuanya anak muda dengan dandanan yang keren. Ferry langsung mengenalkan saya ke tuan rumahnya, dia perempuan dengan tubuh yang aduhai. Umurnya kurang lebih 26 tahun, namanya Elena. Menurut Ferry, dia adalah anak seorang bankir di Jakarta.

Nggak lama kemudian, Elena membuka acara hura-hura ini. Sambil makan Ferry bilang ke saya kalau nanti jangan kaget, dengan bisik-bisik dia bilang, "Ndra, coba kamu itung jumlah cowok sama ceweknya sama nggak?" Selintas saya hitung dan ternyata jumlahnya nggak jauh beda, saya langsung bertanya, "Emangnya kenapa Fer?" teman saya ini menyahut dengan tenang, "Tenang saja Ndra, pokoknya kamu puas lah!" Sehabis makan, saya mencari kenalan buat ngobrol dan ada seorang wanita yang menarik perhatian saya.

Nama wanita ini Vinda, tingginya sekitar 158 cm, kulitnya putih dengan rambut sebahu. Dia memakai kaos yang ketat dengan belahan di dada yang cukup menantang kejantanan saya, buah dadanya nggak terlalu besar tapi bentuknya bagus. Yang paling bikin saya penasaran adalah pandangan matanya yang memperlihatkan hasrat bercinta. Untuk beberapa saat, kita berdua bicara kesana kemari dan akhirnya saya tahu kalau dia baru berumur 22 tahun dan masih kuliah di suatu perguruan tinggi di daerah Kalibata.

Tidak beberapa lama, suara musik disco berkumandang dan Elena berteriak lewat mikropon, "Dancing time, guys!" Kemudian beberapa orang langsung turun berjoget, saya nggak tahan juga akhirnya. Saya tarik Vinda turun ke lantai dansa. Ternyata dia seorang pe-disco yang hot, gerakan-gerakan tubuhnya benar-benar membangkitkan kejantanan saya. Beberapa kali buah dadanya di tempel dan digoyang-goyangkan di dada saya dengan sengaja, seolah menantang saya. Kurang lebih 1 jam kita berjoget, akhirnya kita memutuskan untuk break dulu. saya tawarkan dia mau minum apa dan dia menyahut dengan nakal, "Gimana kalau whisky cola saja?" Wah, gila juga nih perempuan. Habis kita minum-minum, ternyata lagunya diganti jadi slow and romantic, dan Vinda langsung menarik saya untuk melantai. Dia langsung memeluk saya, buah dadanya langsung terhimpit di antara kita berdua, dan membuat kemaluan saya menegang. Saya pikir si Vinda pasti merasa juga nih. Akhirnya saya beranikan mencium belakang telinganya dan saya teruskan ke lehernya, sesudah itu tangan kanan saya meremas dengan pelan pantatnya yang berisi dan Vinda cuma menggumam nikmat. Gerakan itu saya ulang beberapa kali, dan terasa desah nafasnya semakin keras. Akhirnya Vinda nggak tahan, bibir saya langsung di kulumnya. Saya merasakan lidah kita beradu. Agar semakin terangsang, saya gesek-gesekan kemaluannya pakai tangan saya.

Lagi nikmat-enaknya kita ciuman, tahu-tahu musik di kembalikan lagi menjadi disco. Bubar deh, rangsangan-rangsangan yang saya buat tadi. Sementara saya dan Vinda melakukan slow dance, rupanya makin banyak minuman keras yang beredar. Nggak lama ada seorang wanita naik ke atas meja dan berjoget dengan gerakan-gerakan yang hot, dan lagi-lagi Elena berteriak lewat mikropon DJ, "Inilah saatnya. hey, Finny, berani nggak kamu telanjang!" Dan perempuan yang lagi joget di atas meja tadi langsung melepaskan blusnya dan disusul dengan BH-nya, para laki-laki langsung bertepuk-tangan dan bersuit-suit, sementara para perempuannya berteriak histeris. Beberapa di antara mereka langsung mengadakan gerakan-gerakan seks foreplay. Dalam hati saya berteriak, "Damn, ini yang dimaksud sama Ferry tadi!"

Akhirnya perhatian saya kembali ke Vinda lagi, yang sebelumnya saya peluk dari belakang. Saya cium tengkuknya yang putih, yang dipenuhi dengan bulu-bulu halus dan tangan saya mulai masuk ke balik kaosnya mencari buah dadanya. Waktu saya mulai meremas buah dadanya, Vinda cuma menggeliat senang di pelukan saya, dan dia berusaha memasukan tangannya ke celana saya. Sesaat kemudian, dia berbisik, "Ndra, cepat dong setubuhi saya. Saya sudah nggak tahan nih!" sesudah itu si Vinda menarik saya ke salah satu kamar di lantai dua.

Begitu pintu tertutup, Vinda langsung memeluk saya dan bibirnya langsung melumat bibir saya kemudian tangannya langsung melepaskan ikat pinggang dan celana saya, setelah itu dengan tidak sabar dia melorotkan celana dalam saya. Akhirnya penis saya yang sudah berdiri dari tadi menongol keluar dan Vinda dengan sigap menggenggam penis saya dan diarahkan ke mulutnya. Dalam sekejap penis saya setengahnya sudah masuk mulutnya, sementara itu saya melepas kemeja saya dan saya merasakan nikmatnya penis saya dihisap dan diemut. Sambil membungkuk, saya buka kaos dan BH-nya, ternyata badannya benar-benar putih mulus, buah dadanya bulat penuh dengan puting yang berwarna merah tua dan si Vinda masih mengemut dan menghisap penis saya dengan bernafsu.

Setelah saya pikir, dia cukup menghisap penis saya, lalu dia saya bimbing dan saya celentangkan di ranjang. Sesudah itu saya buka rok dan celana dalamnya, saya melihat bibir kemaluannya tidak ditutupi rambut sama sekali. Ketika jari saya mulai masuk ke vaginanya, saya merasa liang kenikmatannya mulai basah. Sementara itu, mulut dan lidah saya mulai bermain-main di buah dadanya, putingnya adalah sasaran yang menggairahkan dan tangan saya yang satu nggak ketinggalan mulai meremas-remas buah dadanya yang mulai mengeras. Si Vinda cuma mendesah-desah dan menggeliat merasakan nikmatnya jari dan kecupan saya, tangannya cuma bisa menarik-narik rambut saya.

Pelan-pelan jari saya bergerak semakin dalam dan akhirnya tersentuhlah clitorisnya, langsung saja si Vinda mendesah, "Uhghh, Ndra lagii, emmhh" dan bibir saya merasakan buah dadanya makin tegang. Kecupan dan jilatan lidah saya akhirnya menjelajahi kedua buah dadanya dan lembah di antaranya, dan jari-jari saya tetap memainkan clitorisnya yang membuat Vinda semakin menggelinjang-gelinjang dan desahannya semakin keras, "Ohh, Ndra.. Ufhh, oohh." Vaginanya terasa semakin basah dan bibir vaginanya semakin menggembung, tanda nafsu birahinya semakin menggelora.

Akhirnya, saya mengambil posisi 69, penis saya jatuh di atas mulutnya dan mulut saya mulai bekerja dengan mengecup bibir vaginanya. Makin lama saya tambah kekuatan kecupan saya, semakin lama dan semakin kuat, sekali-kali lidah saya mendesak masuk ke sisi dalam dari vaginanya. Si Vinda hanya bisa menggelinjang dan mengangkat pinggulnya, karena mulutnya lagi sibuk menghisap penis saya. Nggak lama dia melepaskan penis saya dan menjerit, "Ndra, ayo dong main.. please, saya nggak tahan lagi, please!" Saya putar badan saya dan Vinda langsung membuka selangkangannya, dengan dua jari saya buka vaginanya yang sudah menggembung itu dan saya gesek-gesekan kepala penis saya ke bibir vaginanya dibagian dalam. Si Vinda semakin menggelinjang dan mendesah-desah, setelah itu saya masukan setengah penis saya ke vaginanya dan saya goyang maju-mundur tapi saya jaga cuma setengah penis saya yang masuk. Nggak lama Vinda menjerit lagi, "Ndra ayo masukin penis kamu semuanya yang dalem Ndra." Tapi saya cuekin saja permintaannya itu, karena saya ingin membuat dia semakin terangsang. Cuma kepala penis saya yang bersenggolan sama selaput dara dan kadang-kadang saya merasakan clitorisnya di ujung penis saya. Sementara itu goyangan saya semakin cepat dan membuat Vinda semakin terangsang. Si Vinda semakin nggak tahan untuk disetubuhi, "Indra ayo dong entot saya emmhh, masukin yang dalem Ndra." bujuknya manja. "Ok, kalau kamu mau ngerasain panjangnya penis saya, kita ganti posisi saja."

Sesudah itu, saya mengambil posisi duduk selonjor dan si Vinda saya suruh berjongkok menghadap ke saya. Langsung saja penis saya digenggamnya dan diarahkan ke vaginanya, sesudah itu dia menduduki pinggul saya dan penis saya langsung terbenam di vaginanya yang basah dan lembab itu. "Ok, Vin sekarang kamu goyang pelan-pelan naik-turun, gimana?" dan dia menyahut, "Ndra, penis kamu benar-benar fit di vagina saya emm, ufhh." Lalu Vinda bergerak naik-turun seperti orang naik kuda, gesekan penis saya dan vaginanya memberikan kenikmatan yang luar biasa, semakin lama gerakannya semakin cepat dan desahannya juga semakin keras, "Oghh.. Ohh, emm.. ufghh." Dan saya juga merasakan penis saya dialiri cairan vagina yang semakin banyak. Sementara itu, tangan saya mengelus-elus punggungnya dan meremas buah dadanya, gerakan buah dadanya yang seirama dengan naik-turun badannya benar-benar sensual. Kurang lebih setengah jam Vinda berkuda di atas penis saya, dia menjerit kecil, "Ndra.. ughh saya orgasme.. Ohh, ohh", dan tiba-tiba saja badannya menegang dan dijatuhkannya ke badan saya, dan saya juga merasakan penis saya benar-benar basah sama cairan vaginanya.

Lalu Vinda saya rebahkan di pinggir ranjang dan saya berdiri di atas lutut saya, setelah itu saya buka kedua pahanya yang putih itu dan saya masukan lagi penis saya ke vaginanya. Saya sandarkan kedua kaki Vinda ke badan saya dan sambil memegang kedua kakinya, saya mulai menggoyang pinggul saya maju-mundur. Saya bilang ke Vinda, "Sekarang giliran saya." Awalnya saya goyang dengan lambat dan semakin lama semakin cepat, saya merasakan kenikmatan yang diberikan vaginanya. Sementara itu, Vinda cuma bisa melenguh, "Uhhg.. ohh.. lagi Ndra.. uufhh", dan meremas-remas buah dadanya sendiri sambil menggelinjang-gelinjang. Nggak lama, saya turunkan frekuensi goyangan saya jadi saya bisa sambil menciumi betisnya. "Ndra ohhg, masukin yang dalem uuhHPp", dan saya sahuti, "OK, sekarang lingkarin kaki kamu di pinggang saya, saya akan tancepin dalem-dalem penis saya." Si Vinda menurut dan saya tarik penis saya pelan-pelan setelah itu saya masukan lagi secepat mungkin dengan tenaga penuh, jadi saya masukan penis saya dengan sentakan-sentakan bertenaga. Vinda cuma bisa menjerit setiap kali penis saya memasuki vaginanya, "Oohh uuhHPp.. uuhHPp Ndra lagii ohh gilaa ouchh." Kedua tangannya merenggut seprei keras-keras, karena dia merasakan sedikit rasa sakit yang bercampur kenikmatan yang luar biasa, dan Vinda memejamkan matanya, suatu tanda dia benar-benar menikmati penis saya. Nggak lama kemudian saya merasakan kedua pahanya menegang dan menjepit pinggang saya dengan keras, demikian juga dengan badannya yang menegang dan punggungnya terangkat dari tempat tidur, membuat buah dadanya semakin menonjol. Akhirnya dia menjerit lagi, "Ouchh Ndra.. Saya orgasme lagi.. Ouchh", dan saya rebahkan badan saya di atas badannya sambil saya ciumi lehernya, telinga dan buah dadanya yang menggelembung keras. Kemudian saya suruh dia untuk telentang di tengah ranjang.

Sambil saya remas buah dadanya, saya bisiki dia, "Satu ronde lagi yaa.." dan dia menyahut, "Kamu benar-benar membuat saya gila Ndra." Dengan lutut saya, saya buka lagi kedua pahanya dan untuk ke sekian kalinya penis saya masuk lagi di vaginanya. Saya rebahkan badan saya menimpa badannya dan saya merasakan kedua buah dadanya di dada saya, sementara itu kedua tangan Vinda memeluk tubuh saya dengan erat. Saya cium bibirnya, sehingga kita kembali merasakan lidah-lidah yang beradu dan saya mulai menggoyangkan pinggul saya naik-turun. Dua puluh menit kemudian, Vinda mulai menggelinjang dengan liar di bawah badan saya dan saya merasakan kenikmatan yang lain yaitu buah dadanya semakin bergesekan dengan dada saya. Setelah itu saya semakin mempercepat goyangan dan Vinda mulai mendesah-desah lagi, "Ohhg.. UfhHP", nggak lama kemudian dia menjerit, "Ndra, saya mau orgasme lagi ouchh." Terus saya bilang, "Tahan bentar Vin, saya juga mau keluar nih", dan semakin saya percepat goyangan saya. Akhirnya Vinda menjerit kecil, "Ndra.. saya orgasme ohh.." dan saya pun nggak tahan lagi. Badan kita berdua menegang dan untuk meredam jeritan Vinda, saya bungkam bibirnya dengan ciuman. Setelah itu saya merasakan gerakan air mani di dalam penis saya yang berarti sebentar lagi air mani saya menyembur keluar dan dengan sigap saya keluarkan penis saya dari vaginanya.

Akhirnya air mani saya muncrat keluar tepat di atas dadanya dan dia membantu mengurut-urut penis saya, supaya tidak ada mani yang ketinggalan. Kemudian Vinda mulai menjilati penis saya dan akhirnya dikulum untuk dibersihkan. Setelah itu kita berdua tidur berpelukan kelelahan dengan rasa puas yang tak segera hilang.

Minggu siang, kita berdua kembali ke Jakarta dan saya menghabiskan malam Senin itu di apartemen Vinda di bilangan Prapanca. Kita berdua bersetubuh lagi dengan nafsu yang menggelora. Karena Senin itu saya harus kerja, saya tinggalkan Vinda yang masih tidur telanjang dengan pulas. Saya tinggalkan pesan di meja riasnya, "Vin, thanks please contact saya di indradeva@mailcity.com, bye!"

TAMAT
16.38 | 0 komentar

Permainan kami - 2

Untuk sesaat, aku merasa asing dengan keadaan sekitar. Mendengar dengkur halus di sebelah, baru kusadar, jika sedang bersama Andrew. Perlahan aku menuju kamar mandi yang berada di kamarnya. Bersihkan tubuhku sekenanya.
"Lapar' ujarku dalam hati.

Kutengok jam weker di sebelah tempat tidur, sudah jam 10 lewat. Kaos longgar kemarin sudah kotor. Karena tak ada pilihan kupakai saja handuk dari kamar mandi, tanpa bra dan CD. Aku menuju dapur. Kudapati beberapa roti isi di meja kecil. Menurut Andrew, ada bibi yang selalu mengurus rumah dari Senin hingga Jumat. Jadi makanan selalu tersedia. Sambil membawa segelas air jeruk dan roti, aku berjalan ke teras belakang rumah. Taman belakangnya tertata rapih. Kubuka pintu dan melihat sekitar. Mmm.. ada kolam kecil di pojok kanan. Kurasa bukan kolam ikan karena warna kolamnya seperti kolam biasa.

Aku duduk di teras sambil menikmati sarapan kecil. Kembali terbayang apa yg terjadi malam sebelumnya. Tanpa sadar, aku meraba-raba paha hingga ke pangkal. Hingga handukku tersingkap, memperlihatkan bulu-bulu halusku. Mmm..

"Oh.. di sini rupanya" suara di ambang pintu memecahkan keheningan.
"Hey.. pagi.." ujarku. Andrew duduk di sebelah dengan menggunakan celana pendek sambil menghisap rokoknya perlahan. Pasti cuma celana pendek aja deh.
"Pagi, non. Lagi ngapain?" liriknya ke tanganku di pangkal paha.
"Lagi asik sendiri" Aku hanya tersenyum lebar.
"Itu apa, Drew?" tanyaku sambil menunjuk ke kolam.
"Jacuzzi."
"Oh.."
"Udah pernah belum duduk-duduk di jacuzzi?" tanyanya sambil menggigit roti dari genggaman tanganku kemudian diteguknya air jeruk dari gelasku.
"Belum" sahutku sambil menggeleng.
"Ya udah, kita basah-basahan aja di situ. Sekalian mandi" sahutnya ringan.
"Haa..? di luar?"
"Ketutup semua kok. Yuk.." sahutnya sambil bangkit dan berjalan menuju jacuzzi. Tidak lupa membawa asbak, rokok dan pemantiknya.

Aku melihat sekeliling. Memang benar, tertutup. Tidak ada rumah tetangga yang terlihat. Bagian belakang pun tertutup tembok tinggi. Hanya langit biru yg terlihat.
Andrew menekan salah satu tombol di tembok. Kemudian kulihat air di dalam kolam mulai bergelembung dan berbuih. Ditunggunya beberapa saat, mungkin menunggu temperatur yang tepat.. kemudian Andrew menaruh peralatan rokok di pinggir kolam dan membuka celana pendek.
"Bener kan, ga pake CD" ujarku dalam hati sambil tersenyum.

Sementara Andrew sudah duduk di dalam, aku berjalan mendekat. Hmm.. keliatannya asik juga. Kolamnya ngga terlalu kecil, mungkin cukup untuk 6 orang. Pinggirannya dibuat sedemikian rupa hingga bisa digunakan untuk duduk Gelembung air keluar dari sisi dan dasar kolam. Kulihat tubuh telanjang Andrew, di antara gelembung air. Kumasukkan kaki ke air, penasaran.
"Mmm..hangat." Kok ada sih yg mau punya jacuzzi di kota sepanas ini.
"Ngga kepanasan, Drew?"
"Ngga kok. Ini kan untuk relax. Ayo sini masuk."

Yakin akan ucapannya, kutanggalkan handukku. Kulempar begitu saja ke rerumputan di sekitar kolam. Kutahu kalau mata Andrew mengikuti gerakanku. Tentu saja kunikmati diperhatikan begitu. Aku duduk di pinggir kolam. Kakiku masuk di air hangat dan badanku yang telanjang di luar. Sengaja aku agak berlama-lama di luar. Biar dia lebih puas memperhatikan tubuh telanjangku. Kuambil sedikit air dan kusiram perlahan ke paha. Ambil lagi sedikit kusiram di antara bulu-bulu halusku.. wahh.. anget..
Puas melihat Andrew semakin gerah.. perlahan kumasuki jacuzzi. Rasa hangat mulai menjalar ke tubuh. Aku duduk di sebelah Andrew. Kurasa airnya hanya sebatas bawah lipatan dada. Hanya karena bergelembung terus, kadang menutupi juga.

"Wow.." ujarku kemudian
"Gimana.. enak kan" di tengah hembusan rokoknya
"Iya" Kusandarkan tubuhku. Asik juga.
Tangan kanan Andrew kurasakan mngusap-usap pahaku. Sedikit menggosok lubangku juga.
"Coba deh taruh punggung kamu di dekat situ" Andrew menunjuk sisi yang mengeluarkan banyak gelembung. Kuikuti sarannya, bergerak perlahan ke kanan. Hati-hati kusandarkan punggung.
"Wahh.." benar-benar enak. Dorongan gelembung kurasakan seperti pijatan di punggung. Membuat dadaku terdorong ke depan dan menonjolkan buah dada ke atas permukaan air.
"Uhh.. nice.." seruku.

Andrew menghembuskan asap rokoknya panjang, matanya tak lepas dari dadaku. Aku hanya tersenyum menatapnya. Tak berapa lama, rokoknya dimatikan dan mendekati.
"You look so gorgeous" tangannya mengusap-usap buah dadaku. Aku yang masih menikmati pijatan di punggung, agak kelimpungan menerima usapannya.

"Mmmhh.. that's nice too.." erangku tertahan.
Sambil berlutut di kolam, Andrew menundukkan tubuh dan mulai mencium dadaku. Menjilat puting dan menggigitnya perlahan.
"Hmm.. enak banget, Drew" aku menatapnya dg pandangan birahi sambil menjilat bibir bawahku.
"Want more?" tanyanya
"Iyah.." ujarku tertahan, seirama gigitan kecilnya di puting. Kuusap-usap kepalanya.

Tangannya meremas halus dadaku sementara lidahnya tak henti-henti menjilat. Tangannya yg lain kurasakan mengusap pahaku. Kugeserkan badanku sedikit menjauh dari dorongan air. Kalau tidak, mungkin aku tidak bisa menjaga keseimbangan. Kuletakkan kedua tangan di pinggir kolam dan menengadahkan kepala keenakan.
"Drew, enak banget" ujarku tertahan. Sungguh nikmat rasanya, apalagi di alam terbuka. Angin sepoi memberikan sensasi tersendiri.

Andrew semakin mempererat remasannya. Jarinya pun kurasakan sudah bermain di lubang vaginaku.
"Agghh.." kurasakan tusukan jarinya begitu nikmat. Gerakannya pun hanya perlahan, seakan sangat menikmati apa yg sedang dilakukannya.
"Din.. I wanna fuck you" bisiknya di sela-sela.
"Pleasee.." bisikku tertahan di belantara kenikmatan.
Tusukan jarinya berubah menjadi cepat. Bahkan semakin cepat, menandakan birahinya pun mulai menanjak. Aku semakin tak bisa menjaga keseimbangan tubuhku. Mengerang keenakan. Nafas Andrew pun terdengar semakin beringas. Semakin menambah gairahku. Semakin kubuka lebar kedua kakiku. Kecupannya naik ke leher. Mencari-cari bibirku yang tak henti mengerang. Diciumnya dengan nafsu. Lidahnya liar mencari lidahku. Hingga aku sukar bernafas.
"Fuck me, Drew" bisikku tak tahan lagi.

Andrew mengubah posisinya, kembali ke posisi semula. Duduk di tepi masih di dalam kolam, melebarkan tangannya mengajakku ke pangkuannya. Dibuka kakinya lebih lebar lagi. Diputar pantatku hingga membelakanginya. Kuikuti arahan tangannya. Perlahan diturunkan pinggangku sangat hati-hati.. bless..
"Agghh.." bersamaan kami mengerang. Penisnya masuk ke lubangku.

Andrew memeluku, mendekapku. Tak ada gerakan lain, yang kurasa ditekannya pinggulku lebih dalam. Wowww.. akhirnya.. kurasakan juga penisnya. Digigitnya halus punggungku. Sementara suara gelembung-gelembung buih terus menderu. Tak peduli. Kemudian diangkatnya pinggangku perlahan, sungguh mengasyikkan, merasakan gerakan penis yg perlahan. Cengkramannya yg kuat dan kokoh membuat posisiku tak bergeming.

"Aggh.." diletakkannya lagi perlahan.. dilakukannya beberapa kali, naik dan turun perlahan.. perlahan.. hingga gerakannya semakin cepat. Cipratan airpun kurasakan di sela-sela benturan. Kuikuti gerakan tangannya yang mengangkat dan menurunkan pinggangku. Tiap kali diturunkan, kutekan lebih dalam. Ingin kurasakan seluruh penisnya masuk lebih dalam.
"Andrew.." tubuhku bergerak cepat seirama gerakan tangannya. Kugigit bibirku menahan gelora. Kuremas-remas buah dadaku, mengalirkan birahi.
"Ya sayang.."

keceprat ..keceprot.. prat.. prot.. bunyi air ikut memanaskan suasana.
Semakin cepat, semakin menaikkan birahi. Tangannya kemudian lepas dari pinggang mengambil kedua tanganku, membiarkan aku mengontrol. Kutekan telapak tangannya sebagai pijakan. Kini aku bisa menekan-nekan penisnya lebih dalam.

"Agghh.. Din.. enak.." erangnya.
Kugenjot tubuhku. Kuputar-putar pinggulku, menambah erangannya semakin keras. Kocok.. putar.. kocok.. putar.. gerakanku berirama. Keringatpun mulai membasahi muka dan tubuh, tak tahu apakah dari panasnya air ataukah dari panasnya birahi.

"Din.. ganti lagi yuk.." Andrew mendorongku perlahan berdiri tanpa mengeluarkan penisnya. Dibawanya aku ke posisi doggy style, masih di dalam kolam. Lebih mudah baginya. Tanganku bersandar di pinggiran agak menunduk. Andrew membuka lebih lebar kakiku. Bagian belakangku terbentang di hadapannya. Perlahan lagi Andrew mulai menghujam penisnya. Mendorong lebih dalam.
"Agghh.. " aku terlena kembali.

Kedua tangannya memegang erat pinggangku. Hujamannya terasa nikmat. Mengehentakkan kembali birahi. Tiap kali Andrew mendorong penisnya, kudorong pantatku ke belakang. Eranganku pun semakin menjadi. Andrew mulai lagi dengan kejutannya. Tangan kirinya kurasa menahan perutku, tangan kanannya bermain-main di pantatku. Mengusap-usap. Meremas rakus. Hingga kemudian jarinya kurasa menuju lubang anusku. Diputar-putar sekeliling lubang. Aku ingin protes tapi genjotan di vaginaku semakin membuatku terbuai. Tak ingin kehilangan kenikmatan yang ada.

Andrew semakin terbawa gairahnya, kurasakan jarinya yang basah mulai menusuk-nusuk anusku. Semakin lama semakin dalam. Aku tersentak sesaat. Jarinya terhenti di dalam, tak bergerak lagi. Menanti apa reaksiku. Yang kurasakan.. aneh. Sensasi yang tak terungkapkan. Aneh tapi aku menikmatinya. Jarinya mulai bergerak lagi. Lebih dalam dan semakin dalam. Kemudian bukan hanya masuk, tapi juga dikeluarmasukkan. Dan iramanyapun berubah. Kali ini lebih cepat. Seirama sodokannya di vaginaku. Bahkan kurasa bukan hanya satu jari, bertambah menjadi dua. Aku semakin menggelinjang menerima 2 sensasi. Jari kirinya pun berpindah dari perut ke klitorisku. Mengusap-usap nakal. Birahiku pun semakin tak karuan begulat hendak meledak. Andrew semakin menambah kecepatan. Semakin beringas. Semakin tak terkendali.

"Andrew..aku hampirr.."
"Me too.."
Andrew memompaku lebih cepat, lebih garang. Nafas nafsunya pun semakin menjadi-jadi. Suara benturan kulit kamipun lebih terdengar. Suasana semakin panas. Semakin penuh dengan gairah birahi. Terbang ke puncak yg sangat panas dan membara.

"Andrew.. aghh.." akhirnya ledakan nafsuku pun tak terbendung. Bersamaan dengan meracaunya tusukan di anusku. Carianku membanjiri lubang vagina.
"Agghh..I'm cuming.." dicabut penisnya. Diarahkannya ke pinggiran kolam. Tubuhnya terdorong seirama semprotan mani. Wowww..

Sementara aku terduduk lunglai di pinggiran kolam. Mengatur napasku. Rasa nikmat memenuhi pikiranku. Nikmat, nikmat sekali. Kemudian kuraih penisnya. Kujilat dan kubersihkan bekas-bekas mani di sekeliling penis.
Ahh.. berbasah-basah di pagi hari. Di udara segar lagi. Sungguh mengasikkan.

Perlahan kami duduk kembali. Berdampingan. Kupandang Andrew yang bersandar dan masih terbawa kenikmatan.
"That was great" tangannya mengusap pipiku perlahan dan menuju bibirku.

Kucium halus jari-jarinya. "Yah..it was" ujarku tersenyum. Kupegang tangannya. "Nakal ya, masuk-masuk ke anus" ujarku lagi sambil memukul halus jari-jarinya.
"Tapi suka kan.." senyumannya sambil mencium pipiku.
Aku mengiyakan malu.

Masih kurasakan sensasi baru di lubang anusku. Bahkan sensasi nikmat di lubang vaginaku pun masih tersisa. Tubuhku masih sedikit bergelinjang. Keenakan.
Aku bersandar. Kuselonjorkan badanku hingga airnya menutupi sampai ke pundak. Mmm.. nikmatnya lebih terasa. Sesaat kemudian, yang ada hanyalah suara burung berkicau, buih-buih air yang berkelanjutan dan hampir saja aku tertidur. Benar-benar rileks. Kututup mataku menikmati.

Entah berapa lama aku terhanyut. Mungkin lebih dari 1/2 jam. Lupa akan sekeliling. Kubuka mata, ternyata, Andrew sedang menatapku sambil menghisap rokoknya. Aku ga dengar dia menyalakan rokoknya tadi.
"Hi sweetie.."
"Hi.. Kok ngga bangunin, Drew?"
"Why? you look so relax"
"Aku haus.." sambil menegakkan dudukku.
"Aku ambilkan air ya" ujarnya sambil beranjak. Kupandangi tubuh telanjangnya keluar kolam, mengambil celana pendeknya dan menghilang di balik pintu. Aku juga ingin keluar. Sudah terlalu lama berendam. Ujung-ujung jariku sudah mulai mengeriput. Aku beranjak keluar menuju handukku di rerumputan. Brr.. beda temperatur di dalam dan di luar kolam, menerpa tubuhku. Kulap badanku, rambutku, hingga kering. Kukenakan kembali handuk dan berjalan menuju ke dalam rumah.

"Udahan?" tanya Andrew yang sedang berjalan menuju ke pintu.
"Iyah, lama-lama di air ga enak juga"
"Duduk di sofa yuk. Aku ambil kimono dulu" mungkin dilihatnya tubuhku agak menggigil. Andrew menghilang ke kamar dan aku jatuhkan diri di sofa empuk. Andrew muncul lagi dengan berkimono dan memberikan satu kimono lagi untukku. Agak kebesaran, tapi lumayan menghangatkan badan.

Kami duduk santai sambil ngobrol ringan. Beberapa potong roti dari meja dapurpun ikut menemani.
"Drew..mm..biasa anal ya?" akhirnya keluar juga pertanyaan itu. Sudah mengganjal dari tadi.
Andrew hanya tersenyum. "Kamu belum pernah?"
"Itu tadi yang pertama kali"
"Trus??" tanyanya ingin tahu
Aku hanya tersenyum. "Enak kan..?" lanjutnya kemudian.
"Ingin rasa yang beneran?" sambungnya lagi.
Aku terbelalak. "Beneran? Pake itu kamu? Ngga ah.. takut" aku menggeleng.
"Coba aja dulu.. " ujarnya santai. "Coba dulu pake dildo.." matanya menyelidik.
"Ihh.." tanpa sadar aku mencubit lengannya
"Auhh.. kok nyubit" ujarnya mengelus-elus bekas cubitan
"Abis kamu ada-ada aja sih"

Andrew sangat tahu bagaimana mewujudkan keinginannya. Siang itu kami terbuai lagi dengan panasnya birahi. Kali ini di sofanya yang empuk. Dari kecupan hangat, hingga liar, membara dan akhirnya.. dildo pun masuk ke lubang anusku. Bahkan penisnya. Sungguh pengalaman yang fantastis.. tak bisa kuungkapkan. Nikmat, sungguh nikmat.

Ingin kuceritakan lebih panjang, lebih mendetail. Tapi membayangkannya kembali, bikin aku kepingin lagi. Jadi sukar untuk menulis. Pembaca cukup membayangkan sendiri aja, ya. Pokoknya anal itu enak dehh..

TAMAT
16.38 | 0 komentar

Public relation assoy

Selamat malam, kata Sri Lestari, sepulang kami ke hotel, dan berpisah di koridor lantai 6, setelah sebelumnya rombongan kami makan malam bersama.

Saat itu Tari, staf public relations group perhotelan besar di Asia Pacific itu menjadi host kami, para wartawan pariwisata, meninjau hotel baru milik jaringannya di Manado.

Malam sudah menunjuk pukul 11.45. Besok siang kami ke Makassar. Makanya aku segara tidur. Kubiarkan TV menyala sebagai pengantar tidur. Tiba-tiba telepon berdering. Ternyata Tari. "Sebentar deh ke kamarku. Penting", katanya.
Kami memang sudah agak lama kenal, karena aku sering diundang oleh gadis chinese berambut sebahu ini. Kamarnya di sebelahku. Aku segera berganti jeans, dan ke kamarnya.

Saat itu Tari memakai kimono satin putih. "Temenin aku ya. Aku takut. Biasanya kalo nganter wartawan aku kan berdua dengan teman sekantor. Kali ini sendirian, jadinya ya takut".
Aku jengah juga. "Kamu nggak enak ya? Gini deh. Kamu tidur di sofa, aku di bed. Please..", katanya.
Aku sudah mengantuk. Segera aku membaringkan diri di sofa. Tari menyodorkan selimut.
"Aku mau mandi berendam dulu, biar tidurku gampang", katanya.
"Terserah", kataku.

Kudengar dia menyanyi di kamar mandi, sambil menunggu bathtub penuh. Setelah itu pintu tertutup. Aku bangun, melepas jeans-ku, aku gantungin di lemari, lalu berbaring dan berselimut, cuma memakai CD dan kaos dalam berlengan. Setelah itu aku tidak ingat apa-apa lagi.

Tiba-tiba kurasakan ada sesuatu yang menutupi hidungku. Aku gelagapan tidak bisa bernafas. Aku terbangun. Agak gelap pandanganku. Sekian detik kemudian aku sadar. Tari sudah membungkuk di mukaku, dengan jatuhan kain kimono di wajahku, dan rambutnya menutupi kepala dan wajahku.
"Aku nggak bisa tidur", bisiknya.
Aku bangun, duduk di sofa. Ternyata TV masih nyala. Video hotel memutar film hot, soft porn.

Tari menyingkirkan selimutku. Dia tidak bicara apapun selain berdiri di depanku dan meraih kepalaku. Naluriku mulai bicara. Aku tahu dia sedang birahi. Puting dari balik kimono satin putih itu tampak mengeras. Aku raba, makin terasa.

Aku raih gelas berisi air putih di meja kecil sebelah sofa, lalu aku minum supaya bau mulut sehabis tidur itu hilang. Setelah itu aku berdiri, memeluknya, menciumi pipinya, lalu bibirnya dengan lembut, kupingnya, lehernya, tengkuknya. Tari amoy cantik berumur 35 itu mulai merintih.

Aku pepetkan penisku yang masih terbungkus CD ke selangkangannya dan aku gosokkan naik turun. Terdengar bunyi keletek-keletek dari pinggulnya. Itu pertanda birahi perempuan mulai meninggi.

Selama percumbuan kami tidak bicara. Dia hanya memejamkan mata seolah minta diantar menuju tangga kenikmatan birahi. Akhirnya tali kain pengikat kimono itu pun lepas.

Wow!, Kulihat tubuh putih kencang seorang Sri Lestari yang putih mulus. Payudara mungil 32-nya kencang dan indah, dengan puting coklat tua. Aneh juga, amoy putih kok putingnya gelap. Aku sibak kimono itu sehingga sebelah bahu mulusnya terbuka. Aku ciumi bahunya, aku pegang lembut payudanya.., Tari mendesah.

Akhirnya kimono satin itu terhempas ke karpet. Wow!, Indah nian. Celana dalam hitam berukuran mini itu membuatnya tampak semakin seksi. Tapi aku masih bersabar.

Aku menciumi ketiaknya yang bersih dan licin, yang sepertinya belum pernah ditumbuhi bulu itu, sambil memainkan puting dan payudaranya. Dia cuma, "Ah.., uh.., ah.., uh". Apalagi setelah buah dada itu aku ciumi, jilatin, kecup, dan jelajahi. Dia terpejam terus.

Akhirnya aku duduk lagi di sofa, dia tetap berdiri. Aku ciumi pusarnya. Dia merintih dan melenguh. Akhirnya hidungku sampai pada CD-nya. Kucium aroma khas wanita terangsang. Jariku meraba bagian bawah celananya, basah. Aku masukkan jariku ke celananya lewat samping. Kurasakan bulu yang tebal. Kuraba labia majora yang menggembung, lalu clitorisnya yang mulai mengeras. "Auww!", dia berteriak tertahan.

Akhirnya aku tidak sabar. Aku perolotkan CD-nya. Wow, aneh sekali. Amoy cantik yang ketiaknya licin selah tak pernah ditumbuhi bulu itu ternyata vaginanya berbulu lebat! Panjangnya sekitar 5-6 cm, tebal pula, dan tidak terlalu keriting. Padahal selama ini di internet, amoy-amoy itu berbulu vagina tipis.

Aku naikkan sebelah kakinya ke sofa. Aku berlutut. Wow!, vagina Sri Lestari ternyata tidak seperti cewek Jepang dan Chinese di BF dan internet yang cenderung kemerahan itu. Vagina Tari coklat tua menggelap. Clitorisnya, ya ampun, sebesar kacang mete. Labianya gelap. Setelah aku sibak, dinding vaginanya ternyata merah tua kegelapan. Kontras dengan kulitnya yang putih.

Aku cium lembut labianya. "Auhh..", desahnya. Aku sibak labia itu dengan jari, lidahku menyosor ke liang. "Ihhss", desisnya. Lalu lidahku menggarap clitorisnya. Dia berkelonjotan, tidak kuat berdiri, dan terduduk di sofa.

Aku terus menyerbu, mengangkangkan kedua kakinya tinggi-tinggi, lalu mengoral vagina superhebat itu dengan mulut, lidah, dan hidungku. Kurasakan cairan asin memasuki mulutku. Dia banjir. Makanya aku seruput sekalian vaginanya, sambil satu tanganku meremas payudaranya yang mungil. Dia menjerit kecil.

Aku makin nakal. Aku tusukkan jari telunjukku ke vaginanya. Maju mundur, berputar. Dia berkelonjotan. Cairannya membanjir. Lalu jari tengahku menemani jari telunjuk, menggarap liang vaginanya. Kubengkokkan ke atas kedua jariku, sehingga menyentuh G-Spotnya. Dia menjerit kecil.

Aduh, aku sudah tidak tahan. Aku lepas kaosku. Lalu aku berdiri, dan aku lepas CD-ku. Tuing!, Penis besarkupun teracunglah di depan wajahnya. Tari tanggap. Dia pegang lembut penis Jawaku yang coklat tua kehitaman itu, lalu dia gosokkan ke ketiaknya. Geli dan nikmat. Lalu digosokkan ke putingnya yang kehitaman itu. Makin nikmat. Kalau misalnya payudaranya 38, pasti penisku dia jepit di celah hangat di antara dua bukit. Tapi berhubung payudaranya kecil, ya cukup di bukit kecil itu, lalu ke ketiak licinnya lagi.

Ahh.., gila! Maniku keluar barang dua tetes, bening, di ketiaknya. Dia tersenyum. Lalu dia gesekkan ujung penisku ke hidungnya, bibirnya, berkali-kali. Aku tidak tahan. Keluar lagi dua tetes, bening.

Kejam juga amoy yang njawani ini. Dibuatnya maniku bocor sedikit-sedikit. Akhirnya dia kocok penisku.
"Jangan Tari nanti muncrat, kamu kan belum dapet apa-apa".
Dia senyum lalu, "Slap!", penisku masuk ke mulutnya. Aku tidak tahan, takut kalau segera keluar mani. Makanya aku cabut penisku dari mulutnya.

Tari berdiri, menyeretku ke ranjang, dan langsung duduk menunggangi wajahku. Vagina berjembut tebal itu digosokkan ke mukaku, sampai aku kehabisan nafas, dan tersengal karena cairan vaginanya membanjir tanpa henti.

Pintar juga PuRel ini. Dia bisa mengejar birahi sambil mengistirahatkan penisku. Akhirnya diapun klimaks, klimaks, dan klimaks. "Aku!", cuma itu teriakannya, lalu menelungkup di atas tubuhku, dengan posisi serong, sehingga posisi tubuh kami seperti huruf T. Dalam ruang sejuk ber-AC itu dia tampak basah kuyup oleh keringat. Rambutnya agak acak-acakan. Tampaklah kecantikan alami sekaligus kejalangan seorang wanita karier smart yang selama ini tampil tegas dan tidak murahan.

Aku ambil handuk dari kamar mandi, aku keringkan keringatnya dan rambutnya yang basah. Aku ambilkan dia Coke dari kulkas. Aneh juga, kami tak banyak bicara dalam percumbuan ini.

Setelah keringat kering, begitu juga vaginanya yang aku keringkan dengan kimononya, diapun telentang di ranjang. Aku hampiri Tari, aku kangkangkan kakinya. Aku serang lagi vaginanya dengan mulut. Tapi cuma sebentar, dia berontak. Mengangkat kepalaku, lalu kedua kakinya menjepit bahuku, dan dengan cepat akupun terguling di sampingnya. Setelah itu menyergapku, menindihku, sambil memegang penisku.

Terlalu!, Penisku tidak langsung dia masukkan ke vaginanya, tapi dipakai buat mainan, seperti onani, di labia dan clitorisnya. Oh rupanya ini cara untuk memanggil cairan vagina agar keluar dari liangnya. Setelah itu, "Slepp", penisku pun masuk.

Di atas tubuhku dia terus bergerak. Kadang merapatkan tubuh kepadaku, sehingga aku bisa menciumi kupingnya. Kadang mengangkat badan, sehingga tanganku bisa meremas payudara kecilnya. Alangkah indahnya pemandangan itu. Matanya terpejam-pejam, payudara mungilnya bisa bergoyang-goyang, dengan puting yang berwarna gelap, sementara keringat membasahi tubuhnya. Ketika dia menyibakkan rambutnya yang acak-acakan dan basah, cahaya lampu ranjang menyorot ketiak licin yang mengkilap oleh keringat. Indahnya!

Akhirnya dia seperti kecapean. Aktivitasnya berkurang. Cuma menindihku rapat dan menekan penisku dengan vaginanya, lalu pinggulnya berputar pelan sekali.

Kemudian dia raih tangan kananku, dia ambil jari tengahku, dia kulum jari itu, lalu dituntunnya ke pantatnya. Ternyata jariku dimasukkan ke duburnya. Sempit juga, susah masuknya. Dia cabut jariku yang baru masuk 1/2 cm itu, lalu dia gosokkan ke sekitar vaginanya yang basah oleh cairan, lantas dimasukkan lagi ke anus.

Saat jariku masuk ke dubur itulah Sri Lestari jadi beringas lagi. Dia memutar-mutar pinggulnya, naik turun, sampai penisku serasa mau patah, dan akhirnya.., tubuh itu mengejang, putarannya berhenti, tapi terus menekan dan menindihku makin kuat, dan sampailah dia pada titik akhir perjalanan menuju puncak.

Dari tadi dia tidak banyak bicara. Ketika orgasme total menjemput dirinya, Tari pun seperti berteriak, "Memekku! Itilku!". Kemudian tindihan dan tekanan terhadap tubuhku pun melemah. Aku usap rambutnya, aku cium keningnya yang basah oleh keringat, dan aku katakan, "Terima kasih Sri Lestari amoyku. Inilah pembauran paling indah dalam hidupku..".
Dia tersenyum, mencubit hidungku, menjewer kupingku, lalu turun dari tubuhku. Tapi penisku masih tegang. Birahiku masih tertahan di dalam. Lantas akupun berlutut di sampingnya, mengocok penisku. Tari seperti menikmati live show.

Tanpa banyak bicara dia tahu keinginanku. Dengan kepala bertumpu pada bantal, dia angkat lengannya sehingga ketiak licin bersih tanpa bulu itu pun terentang, sementara tangan satunya memainkan payudara mini dan puting coklat tuanya. Indah dan merangsang.

Setelah itu dia bikin atraksi, menjilati ketiaknya! Ketiak yang basah oleh keringat dan air iur itu semakin mengkilap. Akhirnya pada menit ketiga aku tidak tahan.
"Tari aku mau keluar..", kataku sambil memutar badan agar spermaku tak mengenai tubuhnya. Biar kena sprei saja mauku.

Kejutan terjadi pada momen yang tepat. Ketika sepersekian detik lagi mani mau muncrat, Tari menyambar penisku, kemudian mulutnya langsung menyosor. Begitu bibirnya terkatup, saat itulah maniku muncrat.

Tari tampak buas. Mani kentalku tak tertampung oleh mulut mungilnya, sehingga menerobos keluar, berceceran dari bibirnya. Sudah begitu tangannya terus mengocok penisku. Akhirya habis sudah maniku sampai tetes terakhir. Semuanya tertuang di mulut, bibir, pipi, alis, dan dahi amoy Sri Lestari.

Ah indahnya! Sebuah percumbuan tanpa banyak bicara, tapi komunikasi antar nafsu terus berjalan. Paginya aku membeli dua bar coklat Swiss di hotel, aku minta dibungkus sebagai bingkisan, dan aku berikan padanya. Dia tahu, itu ucapan terima kasihku. Satu batang coklat berwarna coklat tua kehitaman, satunya batang yang berwarna putih susu. Itulah simbol pembauran kami melalui birahi yang indah.

Dalam perjalan di pesawat, Tari bersikap biasa saja. Begitu juga dalam trip selanjutya, hingga kami kembali ke Jakarta. Pada hari-hari berikutnya kami tidak kencan. Setiap kali konfrensi pers Tari bersikap biasa, seolah tidak pernah ada apa-apa di antara kami. Aneh juga ya. Tapi biarin ajalah. Yang pasti setiap kali melihat dia berdiri, berjalan, atau presentasi, dengan rok mini ketat dan jas hitam, serta stocking hitam, aku langsung membayangkan apa saja yang ada di balik semua penutup itu, maka akupun jadi ereksi.

TAMAT
16.37 | 0 komentar

Percumbuan terpanjang

Dalam kehidupan Val ada beberapa pria, tetapi hanya tiga yang membuatnya berkesan. Di antara yang tiga ini, adalah Arya, seorang pria Indonesia dengan sedikit darah Belanda di tubuhnya (ayahnya Ambon-Belanda, dan ibunya seorang Jawa). Mereka bertemu ketika masih sama-sama kuliah di Bedford, Inggris. Pada awalnya mereka cuma berteman, dan Val menyukai Arya yang jauh lebih easy going dibanding teman-teman Asia lainnya. Selain itu, Arya bisa bermain piano, sesuatu yang selalu menjadi kekaguman Val.

Selama kuliah, hubungan mereka tidak pernah lebih dari teman. Baru setelah keduanya lulus, hubungan itu agak berubah. Kebetulan Val mendapat pekerjaan di sebuah perusahaan Inggris yang memiliki kantor cabang di Indonesia, dan Arya pernah pula bekerja paruh waktu di kantor yang sama. Mereka sering bepergian berdua, dan akhirnya memutuskan untuk tinggal bersama dalam satu apartemen. Sejak itulah, hubungan seksual menjadi bagian dari persahabatan mereka. Hanya saja, persahabatan itu tak pernah berkembang lebih jauh. Keduanya tidak pernah saling mengucap cinta, dan keduanya tahu bahwa masing-masing punya orang-orang lain yang dicintai.

Arya adalah pria Asia satu-satunya yang bercinta dengan Val, dan bagi Val ia adalah sesuatu yang istimewa. Tetapi Val juga tahu, perbedaan budaya keluarga mereka berdua sangatlah besar untuk dijembatani dengan sesuatu yang lebih jauh dari persahabatan. Maka jadilah hubungan keduanya sebagai hubungan persahabatan dan seksual belaka. Beberapa kali mereka pernah mencoba melihat peluang untuk meningkatkan hubungan, tetapi sekian kali pula mereka merasa tidak menemukan persamaan.

Tidak berapa lama setelah Val mendapat kedudukan manajer dan dikirim ke Indonesia untuk mewakili perusahaannya, Arya mendapat pekerjaan di Amerika Serikat. Perasaan duka menyelimuti keduanya ketika kenyataan itu tiba. Setelah hampir dua tahun hidup bersama, sulit juga rasanya berpisah. Walaupun tidak menangis, Val merasa sebuah kekosongan terjadi dalam hidupnya ketika mereka berpisah di Heathrow Airport di London. Mereka berjanji akan terus berhubungan, karena toh Arya masih memiliki orang tua di Jakarta dan sesekali akan datang menjenguk Val.

Ketika pesawat British Airways yang membawanya ke Indonesia sudah berada 10.000 kaki di atas permukaan bumi, Val menghela nafas panjang, dan tiba-tiba menyadari bahwa kedua matanya ternyata agak basah oleh air mata.

Begitulah akhirnya Val dan Arya dipisahkan oleh Lautan Pasifik. Kantor Arya ada di Boston, dan Val di Jakarta. Tetapi untunglah ada e-mail yang bisa menjadi media bertukar berita di antara mereka. Dan setelah dua bulan, keduanya menjadi sama-sama sibuk dan perlahan-lahan semakin jarang bertukar berita. Pada bulan keenam di Indonesia, Val sudah hampir tak pernah mengirim dan menerima e-mail dari Arya, dan kesibukan membuatnya tidak terlalu merasa kehilangan.

Sampai suatu hari, di bulan September, sembilan bulan setelah mereka berpisah, Val mendapat sepotong berita pendek dari Arya ..will visit my old folks in this Thursday, see you there.. Val terpana memandang layar PC-nya, seperti tak percaya bahwa ternyata ia akan segera bertemu Arya lagi. Dari tak percaya, perasaannya segera berubah gembira, dan ia mengangkat kedua tangan sambil berteriak, "Yess!", membuat sekretarisnya terkejut.

"I'm okay, Evi.." ucap Val sambil tertawa kecil melihat sekretarisnya melongo, "I'm more than okay, actually.."
"Shall I write it down?" jawab Evi menggoda, karena ia memang sedang bersiap menerima dikte dari boss wanitanya ini. Val pun tambah keras terbahak.

Arya tiba malam hari dan langsung menuju rumah orang tuanya. Dari sana ia menelpon Val, dan membuat janji untuk bertemu Sabtu siang ini. Dengan kaos t-shirt merah tua yang ketat dan rok jean Levi's, Val datang ke rumah orang tua Arya untuk menjemputnya. Kedua orang tua Arya telah mengenal Val dengan baik, dan keduanya memaksa Val untuk makan siang, yang tentunya tak bisa ditolak.

Sebetulnya, makan siang itu enak sekali: ayam panggang bumbu rujak, gado-gado dan udang goreng kering. Tetapi Val dan Arya merasa tidak lapar. Sejak bertemu, yang ada di dalam diri mereka cuma gejolak rindu bercampur birahi. Bagi Val, inilah pertama kali di Indonesia ia merasakan gejolak seperti itu. Ia begitu ingin segera memeluk Arya yang kini tampak lebih putih dengan rambut dicukur rapi. Ia ingin segera bercumbu dengan pria yang ia tahu sangat hangat di ranjang ini. Tetapi, di depan kedua orang tuanya dan dua adik perempuannya, Val menjaga diri sekuat hati. Untunglah Arya membantunya dengan juga bersikap menahan diri. Kalau tidak ada keluarga Arya, mereka pasti sudah bergumul dan bercumbu saat itu juga.

Setelah tiga jam yang sangat menyiksa Val dan Arya, setelah minum kopi yang disediakan ibu, barulah mereka berdua bisa keluar rumah. Mereka bilang ingin jalan-jalan berdua, dan kedua orang tua Arya mengangguk mahfum, tanpa banyak tanya lagi. Maka setelah berbasa-basi mengucapkan permisi, keduanya pun melesat menuju apartemen Val di bilangan Kebayoran Baru. Arya yang memegang setir, dan Val duduk rapat-rapat.

Sepanjang jalan, Val meremas-remas paha Arya, menggeser-geserkan payudaranya yang sintal ke lengan Arya, membuat Arya was-was takut menabrak mobil di depannya. Val sudah sangat bergairah ingin bercumbu, dan badannya terasa hangat seperti bara yang siap berkobar menjadi api. Untunglah jalan-jalan tidak terlalu ramai di Sabtu sore ini, sehingga akhirnya mereka tiba di apartemen Val sebelum matahari terbuka. Cepat-cepat mereka keluar dari mobil dan bagai dua remaja berlarian menuju lobby.

Sesampai di kamar apartemennya, Val terburu-buru ke kamar mandi. Cepat-cepat diloloskannya celana dalam yang sudah agak basah di bagian bawahnya. Lalu ia masuk ke bath-tub dan mengambil sabun wangi. Diusapnya seluruh kewanitaanya dengan busa-busa sabun, lalu dibasuhnya dengan air hangat. Ia ingin agar kewanitaannya harum menggairahkan malam ini, karena ia tahu Arya akan memberikan sesuatu yang selama ini menjadi favorit Val: lidahnya yang panas dan cekatan!

Keluar dari kamar mandi, Val melihat Arya sudah ada di kamar tidur, membuka kaos dan jeans-nya, sehingga hanya bercelana dalam. Dengan mata bergairah, dipandangnya tubuh yang kokoh dan atletis itu. Val sangat mengagumi tubuh Arya yang coklat kehitaman, tidak seperti tubuhnya yang baginya terlalu putih. Sebuah denyut birahi terasa di kewanitaannya setiap kali Val memandang tubuh lelaki itu. Cepat-cepat dibukanya t-shirt, beha dan roknya, lalu ia segera menyusul Arya ke kamar tidur.

Sejak dari rumah Arya tadi, Val sudah dilanda birahi. Ia ingin segera bermain cinta dengan lelaki menggairahkan ini. Terakhir kalinya ia bertemu Arya hampir setahun lalu, itu pun dalam sebuah permainan cinta yang terburu-buru, karena mereka sedang sama-sama sibuk. Kejadiannya juga di sebuah motel kecil di Bedford, sesaat sebelum Val berangkat ke Indonesia dan Arya bertugas ke Amerika Serikat.

Tanpa basa-basi, Arya mendorong tubuh Val ke kasur, menyebabkan gadis pirang yang seksi ini terjerembab di kasur empuk. Keduanya sudah seperti diburu-buru oleh nafsu yang bergejolak tak tertahankan. Arya menerkam tubuh putih mulus yang sintal dan padat itu dengan penuh gairah. Val menjerit manja menyambutnya. Mereka berguling-gulingan saling berciuman, saling meremas, saling menindih. Sprei dan bantal segera berantakan dibuatnnya.

Arya segera mengambil inisiatif kala tubuh mereka sudah terasa panas bergejolak. Didorongnya Val dengan lembut agar tidur menelentang. Setengah dari badannya terletak di luar ranjang, sehingga kedua kakinya yang indah menggantung di pinggir ranjang. Lalu Arya berjongkok di antara kedua kaki Val, dan Val dengan tegang menunggu layanan istimewa kekasihnya. Inilah permainan pembukaan yang selalu dinantinya dengan penuh antisipasi. Belum apa-apa, Val sudah bergidik menahan geli yang akan segera datang. Arya pun menciumi paha yang mulus ditumbuhi bulu-bulu halus itu, membuat Val mengerang pelan. Apalagi kemudian Arya mulai menjilati pahanya, menelusuri bagian bawah lututnya. Val menggelinjang kegelian.

Val merasa pahanya bergetar lembut ketika lidah Arya mulai menjalar mendekati selangkangnya. Panas dan basah rasanya lidah itu, meninggalkan jejak sensasi sepanjang perjalanannya. Val menggeliat kegelian ketika akhirnya lidah itu sampai di pinggir bibir kewanitaannya yang telah terasa menebal. Ujung lidah Arya menelusuri lepitan-lepitan di situ, menambah basah segalanya yang memang telah basah itu. Terengah-engah, Val mencengkeram rambut Arya dengan satu tangan, perlahan menekan, memaksa pria itu segera menjilatnya di daerah yang paling sensitif.

Dengan satu tangan lainnya, Val menguak lebar bibir-bibir basah di bawah itu, memperlihatkan liang kemerahan yang berdenyut-denyut, dan sebuah tonjolan kecil di bagian atas yang telah mengeras. Lidah Arya menuju ke sana, perlahan sekali. Val mengerang, "Come on.. come on..", bisiknya gelisah. Rasanya lama sekali, membuat Val bagai layang-layang yang sedang diulur pada saat seharusnya ditarik. Val mati angin. Tak berdaya, tetapi sekaligus menikmati ketidakberdayaan itu.

Arya akhirnya menjilat bagian kecil yang menonjol itu, menekan-nekan dengan ujung lidahnya, memutar-mutar sambil menggelincirkannya. Val menjerit tertahan, kedua tangannya melayang lalu jatuh mencengkram sprei. Geli sekali rasanya, ia sampai menggeliat mengangkat pantatnya, menyorongkan lebih banyak lagi kewanitaannya ke mulut Arya. Serasa seluruh tubuhnya berubah menjadi cair, menggelegak bagai lahar panas.

Arya kini menghisap-hisap tonjolan yang seperti sedang lari bersembunyi di balik bungkus kulit kenyal yang membasah itu. Tubuh Val berguncang di setiap hisapan, sementara mulutnya tak berhenti mengerang. Terlebih-lebih ketika satu jari Arya menerobos liang kewanitaannya, lalu mengurut-urut dinding atasnya, mengirimkan jutaan rasa geli bercampur nikmat ke seluruh tubuh Val. Kedua kakinya yang indah terbuka lebar, terkuak sejauh-jauh mungkin, karena Val ingin Arya menjelajahi semua bagian kewanitaannya. Semuanya!

Maka Arya pun melakukannya. Ia tidak hanya menjilat dan menghisap, tapi juga menggigit pelan, memutar-mutarkan lidahnya di dalam liang yang panas membara itu, mendenguskan nafas hangat ke dalamnya, membuat Val berguncang-guncang merasakan nikmat yang sangat. Dua jari Arya kini bermain-main di sana, keluar-masuk dengan bergairah, menggelitik dan menggosok-gosok, menekan-nekan dan mengurut. Cairan-cairan hangat memenuhi seluruh kewanitaan Val, mulai membasahi bibir dan dagu Arya. Jari-jari yang keluar-masuk itu pun telah basah, menimbulkan suara berkecipak yang seksi. Val menggelinjang tak tahan lagi, merasakan puncak birahi melanda dirinya. Matanya terpejam menikmati sensasi yang meletup-letup di sela-sela pahanya, di pinggulnya, di perutnya, di dadanya, di kepalanya, di mana-mana!

Arya merasakan kewanitaan Val berdenyut liar, bagai memiliki kehidupan tersendiri. Warnanya yang merah basah, kontras sekali dengan rambut-rambut pirang di sekitarnya, dan dengan tubuhnya yang putih seperti pualam. Dari jarak yang sangat dekat, Arya dapat melihat betapa liang kewanitaan Val membuka-menutup dan dinding-dindingnya berdenyut-denyut, sepertinya jantung Val telah pindah ke bawah. Arya juga bisa melihat betapa otot-otot di pangkal paha Val menegang seperti sedang menahan sakit. Kedua kakinya terentang dan sejenak kaku sebelum akhirnya melonjak-lonjak tak terkendali. Arya terpaksa harus memakai seluruh bahu bagian atasnya untuk menekan tubuh Val agar tak tergelincir jatuh. Begitu hebat puncak birahi melanda Val, sampai dua menit lamanya perempuan yang menggairahkan ini bagai sedang dilanda ayan. Ia menjerit, lalu mengerang, lalu menggumam, lalu hanya terengah-engah.

Arya bangkit setelah Val terlihat agak tenang. Berdiri, ia melepas celana dalamnya. Kelaki-lakiannya segera terlihat tegak bergerak-gerak seirama jantungnya yang berdegup keras. Val masih menggeliat-geliat dengan mata terpejam, menampakkan pemandangan sangat seksi di atas hamparan sprei satin mewah berwarna biru muda. Tangan Val mencengkram sprei bagai menahan sakit, kedua pahanya yang indah terbuka lebar, kepalanya mendongak menampakkan leher yang mulus menggairahkan, rambut pirangnya terurai bagai membingkai wajahnya yang sedang berkonsentrasi menikmati puncak birahi. Arya menempatkan dirinya di antara kaki Val, lalu mengangkat kedua paha Val, membuat kewanitaannya semakin terbuka.

Val tersadar dari buaian orgasmenya, dengan segera menuntun kejantanan Arya memasuki gerbang kewanitaannya. Tak sabar, ia menjepit pinggang Arya dengan kedua kakinya, membuat pria itu terhuyung ke depan, dan dengan cepat kelaki-lakiannya yang tegang segera melesak ke dalam tubuh Val. Bagi Arya, rasanya seperti memasuki cengkraman licin yang panas berdenyut. Bagi Val, rasanya seperti diterjang batang membara yang membawa geli-gatal ke seluruh dinding kewanitaannya. Belum apa-apa, Val sudah terlanda gelombang puncak birahinya yang kedua. Begitu cepat!

Arya pun segera melakukan tugasnya dengan baik, mendorong, menarik kejantanannya dengan cepat. Gerakannya ganas, seperti hendak meluluh-lantakkan tubuh putih Val yang sedang menggeliat-geliat kegelian itu. Tak kenal ampun, kejantanan Arya menerjang-nerjang, menerobos dalam sekali sampai ke dinding belakang yang sedang berkontraksi menyambut orgasme. Val menjerit-jerit nikmat, menyuruh Arya lebih keras lagi bergerak, mengangkat seluruh tubuh bagian bawahnya, sehingga hanya bahu dan kepalanya yang ada di atas kasur.

Arya mengerahkan seluruh tenaganya untuk memenuhi permintaan Val. Otot-otot bahu dan lengannya kelihatan menegang dan berkilat-kilat karena keringat. Pinggangnya bergerak cepat dan kuat bagai piston mesin-mesin di pabrik. Suara berkecipak terdengar setiap kali tubuhnya membentur tubuh Val, ramai sekali di sela-sela derit ranjang yang bergoyang sangat keras.

Val tak lagi sadar sedang berada di mana. Ia berteriak bagai kesetanan merasakan kenikmatan yang ganas dan liar. Seluruh tubuhnya terasa dilanda kegelian, kegatalan yang membuat otot-otot menegang. Kewanitaannya terasa kenyal menggeliat-geliat, mendatangkan kenikmatan yang tak terlukiskan. Setiap kali kejantangan Arya menerobos masuk, ia merasa bagai tersiram berliter-liter air hangat yang memijati seluruh tubuhnya. Setiap kali Arya menariknya keluar, Val merasa bagai terhisap pusaran air yang membawanya ke sebuah alam penuh kenikmatan belaka. Dengan mata terus terpejam, Val menjeritkan penyerahan sekaligus pengesahan atas datangnya puncak birahi yang tak terperi. Arya merasakan kejantanannya bagai sedang dipilin dan dihisap oleh sebuah mulut yang amat kuat sedotannya.

Ia pun tak tertahankan lagi, memuncratkan seluruh penantian panjangnya, memuntahkan seluruh rasa terpendamnya, bercipratan membanjiri seluruh rongga kewanitaan Val yang sedang megap-megap dilanda orgasme. Val mengerang merasakan siraman birahi panas yang seperti hendak menerobos setiap pori-pori di tubuhnya. Val mengerang dan mengerang lagi, sebelum akhirnya terjerembab dengan tubuh bagai lumat di atas kasur. Arya menyusul roboh menimpa tubuh putih yang licin oleh keringat itu. Nafas mereka berdua tersengal-sengal bagai perenang yang baru saja menyelesaikan pertandingan di kolam renang.

"Oh, kamu ganas sekali, Arya. Betul-betul ganas.." kata Val akhirnya, setelah ia berhasil mengendalikan nafasnya yang memburu. Arya cuma menggumam, menenggelamkan kepalanya di antara dua payudara Val yang besar dan lembut itu.

Setelah beberapa saat, Val bertanya, "Berapa lama kamu di sini, Arya?"
"Aku harus berangkat kembali Senin pagi", jawab Arya diwarnai keengganan. Val terdiam.
Singkat sekali pertemuan ini, pikirnya. Sambil memeluk Arya, ia menggumam, "Kalau begitu kamu harus menginap di sini."
"Bagaimana kalau aku tidak mau.." jawab Arya menggoda.
"Kalau begitu, aku yang menginap di rumah orang tuamu.." sahut Val cepat-cepat.
Arya tertawa, "Kalau begitu, sebaiknya aku menginap di sini!"

Dengan gemas Val berguling menindih tubuh Arya, menggigit bahunya cukup keras sehingga Arya tersentak dan membalasnya dengan menggulingkan kembali tubuh Val. Mereka berdua tertawa-tawa seperti anak-anak bermain gulat. Cairan-cairan cinta mereka berjatuhan menimpa sprei, melekat di tubuh mereka berdua, sebuah perpaduan tubuh putih mulus dan tubuh coklat.

Malam itu mereka bercumbu tak henti-hentinya sampai pagi. Bagi Val, inilah percumbuan terpanjangnya dengan Arya, dan justru terjadi saat mereka tak lagi tinggal bersama!

TAMAT
16.28 | 0 komentar

Blog Archive